Perbedaan Antara Honorer Dengan Pppk Berdasarkan Undang-Undang Asn

Perbedaan antara Honorer dengan PPPK? 
Dalam UU ASN, yang dimaksud dengan PPPK yaitu :
Pasal 1
(4) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat menurut kesepakatankerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
Pasal 6
Pegawai ASN berisikan :
a. PNS
b. PPPK
Pasal 7
1.PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 abjad a ialah pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pembina Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
2. PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 karakter b ialah pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan keperluan Instansi Pemerintah dan Ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 22
PPPK berhak menemukan :
a. gaji dan santunan
b. cuti
c. santunan, dan
d. pengembangan kompetensi.
Pasal 99
(3) PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS. 
(4) Untuk diangkat menjadi kandidat PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dikerjakan bagi kandidat PNS dan sesuai dengan peraturan perundang-seruan.
Beberapa pasal tersebut diatas yang paling pokok adalah bahwa PPPK tidak lagi akan diangkat menjadi kandidat PNS. Jika ingin menjadi PNS, PPPK harus ikut berkompetisi atau mempunyai persamaan dengan pelamar biasa . Sehingga PPPK tertutup menjadi kandidat PNS artinya dedikasi PPPK selama ini selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya akan diukur dan dihargai secara bahan, menurut aturan seperti yang tercantum pada Pasal 22, yakni mendapatkan gaji, santunan, cuti, sumbangan, dan pengembangan kompetensi.
Berbeda dengan Honorer, sebagaimana disebutkan dalam PP 48/2005, PP 43/2007 dan yang terakhir PP 56/2012, Honorer mampu diangkat menjadi Calon PNS, tetapi dengan standar administrasi tertentu lewat seleksi dan tes.
Beberapa hal lain yang membedakan ialah bahwa Honorer dibagi menjadi 2, yakni Honorer Kategori I (K1) adalah Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh negara (APBN/APBD) dan Honorer Kategori II (K2) yang pembiayaannya tidak ditanggung oleh APBN/APBD.
Bagaimanapun perbedaan antara Honorer dengan PPPK, pengangkatan Honorer baik K1 maupun K2 masih meninggalkan dilema. K1 misalnya masih terdapat ribuan orang yang terganjal dan tidak mampu diangkat menjadi calon PNS. Sementara K2 hanya diangkat tidak lebih dari 30%. Persoalan yang lain, bahwa honorer diluar 2 kategori tersebut (K1 dan K2) tidak dianggap lagi selaku tenaga honorer dan sudah tertutup nasibnya untuk diangkat menjadi CPNS.
Hal ini sudah dinyatakan dalam PP 48/2005 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 814.1/169/SJ Tahun 2013 perihal Penegasan Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer. Dibeberapa kawasan SE ini diikuti oleh PPK. Seperti di Kota Bekasi contohnya, Walikota Bekasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 814/383-BKD.2/II/2013 tentang Larangan Mengangkat Tenaga Honorer dan Tenaga Magang.
Mengenai PPPK,
Pasal 94
Jenis jabatan yang mampu diisi oleh PPPK dikelola dengan Peraturan Presiden. Namun setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Pasal 95
Setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi kandidat PPPK setelah memenuhi patokan.
Disebutkan dalam UU ASN ini, penerimaan calon PPPK dijalankan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif menurut kompetensi, kualifikasi, keperluan Instansi Pemerintah, dan tolok ukur lain yang dibutuhkan.
Pasal 98 
(2) Masa persetujuankerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.
Adapun pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian, dengan periode persetujuankerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan menurut penialain kinerja.
Pasal 99
(1) PPPK tidak mampu diangkat secara otomatis menjadi kandidat PNS
(2) Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua proses seleksi yang dilakukan bagi calon PNS dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-ajakan
Menurut UU ini, pemerintah wajib membayar honor yang adil dan patut terhadap PPPK berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan dan resiko pekerjaan. Gaji sebagaimana dimaksud dibebankan pada APBN untuk PPPK di Instansi Pusat, dan APBN untuk PPPK di Instansi Daerah.
Pasal 101 – 103
Selain gaji, PPPK dapat menerima dukungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam UU ASN ini juga disebutkan, PPPK diberikan kesempatan untuk pengembangan kompetensi, dan kepada PPPK yang sudah menunjukkan kesetiaan, dedikasi, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan dan prestasi kerja dalam melakukan tugasnya dapat diberikan penghargaan.
Pasal 104
(1) Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan tugas, PPPK wajib mematuhi disiplin PPPK.
(2) Instansi Pemerintah wajib melakukan penegakan disiplin kepada PPPK serta melaksanakan aneka macam upaya peningkatan disiplin.
(3) PPPK yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Pasal 105
Berbicara perihal Pemutusan Hubungan Kerja
(1) Pemutusan kekerabatan persetujuankerja PPPK dilakukan dengan hormat
(2) Pemutusan kekerabatan perjanjian kerja PPPK dijalankan dengan hormat tidak atas usul sendiri 
(3) Pemutusan kekerabatan kesepakatankerja PPPK dilaksanakan tidak dengan hormat
Pasal 106
(1) Pemerintah wajib memperlihatkan pertolongan berupa:
a. jaminan hari bau tanah;
b. jaminan kesehatan;
c. jaminan kecelakaan kerja;
d. jaminan kematian; dan
e. santunan hukum.
Namun, dari kesemua rumusan masalah UU ASN terhadap PPPK tersebut ini masih memerlukan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (KEPRES) dan beberapa Peraturan Menteri (PERMEN) selaku dasar pelaksanaan atas UU ASN tersebut.