Peran Tata Cara-Metode Filsafat Pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERANAN SISTEM-SITEM FILSAFAT PENDIDIKAN
Sistem filsafat pendidikan ialah Kata tata cara barasal dari bahasa Yunani ialah systema yang mempunyai arti “cara, seni manajemen”. Dalam bahasa Inggris system bermakna “system, susunan, jaringan, cara”. System juga diartikan “suatu strategi, cara berpikir atau versi berpikir”.

Definisi Tradisional menyatakan bahwa system adalah seperangkat bagian atau komponen-komponen yang saling berinteraksi untuk meraih suatu tujuan. Definisi terbaru juga tidak jauh berbeda dengan definisi tradisional seperti apa yang dikemukakan oleh para mahir, antara lain:
1.    Immegart mendifinisikan system adalah suatu keseluruhan yang memiliki bab-bagian yang tersusun secara sistematis, bab-bab itu terelasi antara satu dengan yang lain, serta peduli kepada kontek lingkungannya.
2. Roger A Kanfman mendifinisikan system dengan sutu totalitas yang tersusun dari bagian-bab yang melakukan pekerjaan secara sendiri-diri atau bekerja bahu-membahu untuk mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.
3. Zahara Idris mengemukakan bahwa system adalah suatu kesatuan yang terdiri atas unsur-komponen atau element-element, atau unsur-unsur selaku sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang terstruktur untuk mencapai suatu hasil.
Sedangkan pendidikan pada hakikatnya ialah suatu aktivitas yang secara sadar dan disengaja serta sarat tanggung jawab yang dilaksanakan orang sampaumur kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya semoga anak tersebut meraih kedewasaan.
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi membuatkan kemampuan dan membentuk budpekerti serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi akseptor bimbing agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, pintar, mahir, kreatif, berdikari, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta bertanggung jawab.Untuk mengembangkan fungsi tersebut pemerintah mengadakan sebuah tata cara pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional.
                                           Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya ialah metode filsafat. Sistem yang dimaksud dalam hal ini yakni satu-kesatuan bab-bab yang saling berhubungan, saling berafiliasi untuk satu tujuan tertentu, lazimnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Satu kesatuan bab-bagian.
2.      Bagian-bagian tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri.
3.      Saling berafiliasi, saling ketergantungan.
4.      Kesemua dimaksudkan untuk meraih suatu tujuan bareng (tujuan metode).
5.      Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:122)
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan sebuah kesatuan organik. Sila-sila dalam pancasila saling berkaitan, saling berafiliasi bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu selalu dikualifikasikan oleh sila-sila yang lain. Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya merupakan sebuah sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian (sila-silanya) saling bekerjasama secara dekat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila selaku suatu sistem juga mampu dimengerti dari fatwa dasar yang terkandung dalam Pancasila, ialah ajaran perihal manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.
KenyataanPancasila yang demikian ini disebut realita yang obyektif, adalah bahwa realita itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu lainnya atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila selaku sebuah metode filsafat bersifat khas dan berlainan dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan anutan filsafat lainnya.
a.       ONTOLOGI (METAFISIKA) dan PENDIDIKAN
Ontologi ialah salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan tentang ontologi bermakna membicarakan kebenaran suatu fakta. Untuk menerima kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut membutuhkan dasar acuan berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ilmu ialah kegiatan untuk mencari sebuah pengetahuan dengan jalan melaksanakan observasi atau pun penelitian, lalu peneliti atau pengamat tersebut berusaha membuat klarifikasi tentang hasil observasi atau penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu ialah sebuah kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang terang dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal.
Pada dasarnya pengertian pendidikanUU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) yakni perjuangan sadar dan bersiklus untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar penerima asuh secara aktif menyebarkan peluangdirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, etika mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan penduduk .
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘asuh’ dan menerima imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini memiliki arti proses atau cara atau tindakan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laris seseorang atau kalangan orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pembinaan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pemahaman pendidikan ialah: Pendidikan ialah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya bawah umur, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, supaya mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan penerima ajar lewat kegiatan tutorial, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di kala yang hendak datang.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikanadalah perjuangan sadar dan berkala untuk mewujudkan suasana mencar ilmu dan proses pembelajaran semoga peserta ajar secara aktif mengembangkan kesempatandirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budpekerti mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, penduduk , bangsa, dan Negara.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (kekal) dari adaptasi yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah meningkat secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, mirip termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari insan.
Hubungan antara ontologi dengan pendidikan
Ontologi merupakan analisis perihal objek bahan dari ilmu wawasan.Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui insan dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan yaitu objek bahan pendidikan ialah sisi yang mengendalikan seluruh aktivitas kependidikan.
 Jadi relasi ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.
b.      EPISTIMOLOGI dan PENDIDIKAN
Secara historis, perumpamaan epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi. Sebagai sub tata cara filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak gampang diketahui. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para hebat, namun mereka mempunyai sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pemahaman yang berlawanan-beda, buka saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.
Substansi masalah menjadi titik sentral dalam upaya memahami pemahaman suatu desain, meskipun ciri-ciri yang menempel padanya juga tidak bisa diabaikan. Lazimnya, pembahasan desain apa pun, selalu diawali dengan memperkenalkan pengertian (definisi) secara teknis, guna mengungkap substansi problem yang terkandung dalam rancangan tersebut. Hal iini berfungsi mempermudah dan memperjelas pembahasan rancangan berikutnya. Misalnya, seseorang tidak akan bisa menerangkan dilema-dilema berguru secara mendetail jikalau beliau belum bisa mengerti substansi berguru itu sendiri. Setelah mengetahui substansi mencar ilmu tersebut, dia gres bisa menerangkan proses mencar ilmu, gaya mencar ilmu, teori belajar, prinsip-prinsip berguru, hambatan-hambatan mencar ilmu, cara mengetasi kendala berguru dan sebagainya. Makara, pengertian terhadap substansi sebuah rancangan merupakan “jalan pembuka” bagi pembahasan-pembahsan berikutnya yang sedang dibahas dan substansi konsep itu lazimnya terkandung dalam definisi (pemahaman).
Demikian pula, pengertian epistemologi diperlukan menawarkan kepastian pemahaman terhadap substansinya, sehingga memperlancar pembahasan seluk-beluk yang terkait dengan epistemologi itu. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para hebat yang dapat dijadikan pijakan untuk mengetahui apa bergotong-royong epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara etimologi, ungkapan epistemologi berasal dari kata Yunani episteme memiliki arti pengetahuan, dan logos memiliki arti teori. Epistemologi mampu didefinisikan selaku cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, tata cara dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya yaitu “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-duduk perkara dalam epistemologi yaitu: 1.Bagaimanakah insan mampu mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu mampu diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (wawasan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (wawasan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).
Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan perihal bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber wawasan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana wawasan yang mungkin untuk ditangkap manuasia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu selaku proses ialah usaha yang sistematik dan metodik untuk memperoleh prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari dan menjajal memilih kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan tentang wawasan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi selaku cabang filsafat yang memiliki masalah dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara lazim hal itu mampu diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang mempunyai pengetahuan.
Hubungan antara epistemologi dengan pendidikan
            Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membicarakan wacana terjadinya wawasan,sumber pengetahuan, asal mula wawasan,metode atau caraa mendapatkan pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta atau realita dari sudut pandang mengapa dan bagai mana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya.
Makara korelasi epistemologi dengan pendidikan adalah untuk berbagi ilmu secara produktif dan bertanggung jawab serta menawarkan sebuah citra-gambaran biasa mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.
c.       LOGIKA PENDIDIKAN
Logika adalah cabang atau bagian filsafatyang menyusun, menyebarkan, dan membahas asas-asas, hukum-hukum formal dan mekanisme-prosedur normatif,serta patokan yang asli bagi penalaran dan penyimpuian demi meraih kebenaran yang mampu dipertanggung jawabkan secara rasional (Rapar, 1996). Sebagai ilmu, nalar berasal dari pandangan Aristoteles, meski ia tidak menyebutnya logikaq, tetapi filsafat analitika. Istilah logika dipakai pertama kali oleh Zeno dari Citium (334-262 SM) dari kata logikos dan kataini berasal dari kata logosyang pastinya anda telah mengenali artinya, yakni nalar atau pikiran, sedangkan logikos memiliki arti sesuatu yang diutarakan dengan logika. Logika ini akan di bahas tersendiri dalam modul mengenai argumentasi ilmiah.