Penyusunan Rencana Pembuatan Limbah B3 Di Pt Semen Indonesia (Persero) Tbk

Perencanaan Pengolahan Limbah B3 di PT Semen Indonesia (Persero) Tbk

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (dahulu PT Semen Gresik (Persero) Tbk) ialah produsen semen yang paling besar di Indonesia. Pada tanggal 20 Desember 2012, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk resmi berubah nama dari sebelumnya bernama PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden RI pertama dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Pada 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sehingga membuatnya BUMN pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada penduduk .
Pada tanggal 20 Desember 2012, lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Perseroan, resmi mengubah nama dari PT Semen Gresik (Persero) Tbk, menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Penggantian nama tersebut, sekaligus merupakan langkah awal dari upaya mewujudkan terbentuknya Strategic Holding Group yang ditargetkan dan diyakini bisa mensinergikan seluruh aktivitas operasional. Saat ini kapasitas terpasang Semen Indonesia sebesar 29 juta ton semen per tahun, dan menguasai sekitar 42% pangsa pasar semen domestik. Semen Indonesia memiliki anak perusahaan PT Semen Gresik, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa dan Thang Long Cement.
Produk yang dihasilkan pada PT. Semen Indonesia (Persero)
1.                  Semen Portland Tipe I. Dikenal pula selaku ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi biasa , seperti konstruksi bangunan yang tidak membutuhkan kriteria khusus, antara lain : bangunan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.
2.                  Semen Portland Tipe II. Di kenal sebagai semen yang memiliki ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya untuk bangunan di pinggir bahari, tanah rawa, dermaga, jalan masuk irigasi, beton massa dan bendungan.
3.                  Semen Portland Tipe III. Semua jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi keperluan bangunan yang membutuhkan kekuatan tekan awal yang tinggi sehabis proses pengecoran dikerjakan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin. Misalnya dipakai untuk pembuatan jalan raya, bangunan tingkat tinggi dan bandara udara.
4.                  Semen Portland Tipe V. Semen jenis ini dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat sesuai untuk instalasi pengolahan limbang pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir.
5.                  Special Blended Cement (SBC). Semen khusus yang diciptakan untuk pembangunan mega proyek jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) dan cocok digunakan untuk bangunan di lingkungan air laut. Dikemas dalam bentuk curah.
6.                  Portland Pozzolan Cement (PPC). Semen Hidrolis yang dibentuk dengan menggiling terak, gypsum dan bahan pozzolan. Digunakan untuk bangunan lazim dan bangunan yang membutuhkan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya, jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi dan fondasi pelat sarat .
Sepanjang tahun 2014 Perseroan dan entitas anak perjuangan sudah memiliki gagasan melaksanakan pencegahan kerusakan lingkungan. Hal ini ditunjukkan antara lain:
·         Perseroan sudah menerima pengakuan atas Dokumen Analisis Mengenai Dadmpak Lingkungan (AMDAL) pabrik PT Semen Gresik di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menurut Surat Keputusan No 660.1/17 Tahun 2012.
  • Perseroan sudah mendapatkan persetujuan atas planning penambangan materi baku berupa watu kapur untuk keperluan pabrik semen PT Semen Gresik di Kabupaten Rembang, melalui SK No. 545/3/2011.
Komitmen Semen Indonesia mengoperasikan pabrik ramah lingkungan, diwujudkan dengan menerapkan desain pabrik modern yang ramah lingkungan dengan teknologi terkini pada pabrik Rembang I di Rembang Jawa Tengah dan pabrik Indarung VI di Padang Sumatera Barat. Sebagai contoh di pabrik Rembang diterapkan penggunaan Main Bag House Filter, yang merupakan teknologi pengganti Electrostatic Precipitator (ESP) dan tidak memiliki safety interlock, sehingga memungkinkan emisi debu rendah, dibawah 30 mg/Nm3, bahkan dikala operasi kiln sedang offset. Selain itu, untuk memudahkan perawatan penggantin kantong penyaring Main Bag House Filter di rancangan menggunakan rancangan online maintenance yang memungkinkan penggantian dilakukan pada saat perlengkapan sedang beroperasi. Untuk mengelola pemakaian air, pabrik Rembang dilengkapi teknologi dan mekanisme pemanfaatan air permukaan yang berasal dari pengolahan kembali air bekas pakai. Pengolahan dilakukan pada akomodasi water treatment plant (WTP) dengan memakai proses dissolved air flotation (DAF) dan ultrafiltration (UF) yang lebih hemat pemakaian materi kimia maupun konsumsi listrik.
Industri semen merupakan daerah yang paling sempurna untuk memusnahkan segala macam limbah B3, hal ini dikarenakan : Temperatur pembakaran yang sungguh tinggi, Waktu pembakaran yang cukup usang, dan Pembakaran sempurna, semua bahan organic mampu dimusnahkan (teroksidasi) dan tidak menghasilkan emisi yang membahayakan.
Pembakaran limbah B3 ialah proses oksidasi panas pada temperatur tinggi (minimal 900 oC) untuk menghancurkan bagian organik dari limbah tersebut. Persyaratan temperatur minimal untuk memperabukan sampah kota yakni 875 oC dan untuk mengkremasi komponen organik yang lebih stabil seperti dioxin, furans dan residu dari produk halogen polivinil yakni 1400 oC.

Waktu tinggal material untuk terbakar (pada temperatur tinggi) minimal mesti 2 detik. Dari kriteria temperatur dan waktu tinggal diatas, maka proses operasi yang paling efektif dan effisien dalam mendestruksi limbah yaitu di pabrik semen. Temperatur gas pembakaran di kiln semen melampaui persyaratan proses pembakaran hazardous waste memakai incinerator. Gas asam hasil dari pembakaran limbah akan dinetralisasi oleh kandungan alkali raw material dalam kalsiner dan kiln.
Teknologi baru yang dikembangkan ialah teknologi tinggi sebab memiliki kompleksitas yang besar. Besarnya kompleksitas ditinjau dari desain teknologi yang dikembangkan, pembuatan metode kendali, instalasi listrik & instrumentasi, dan pengerjaan raw mix design.
Teknologi yang dikembangkan ialah teknologi yang terintegrasi dengan perlengkapan existing lainnya, sehingga proses feeding system limbah B3 mampu dikerjakan secara otomatis dan kontinyu.
Kemudian proses pemusnahan limbah B3 senantiasa dikelola dengan memakai DCS (Distributed Control System) di CCR untuk mengontrol komposisi dan jumlah limbah sehingga tidak mengganggu proses operasi.
Dalam operasinya, operator CCR harus dilatih untuk mengoperasikan mix pile, raw mill dan kiln yang menggunakan limbah B3 tersebut. Prosedur start-up, shut down atau keadaan hebat (kiln upset) mesti menampung taktik untuk menetapkan atau meminimalisir masukan limbah B3 sebagai bahan baku alternatif Pembuatan raw mix design mesti dijalankan secara sempurna sehingga produk kiln feed selaku materi baku semen tetap mempunyai kialitas yang tinggi.
     
PROSES PEMUSNAHAN
1.   Penerimaan Limbah B3 (sesuai SK MenLH No. 231 Tahun 2010) 
  • Limbah B3 dimuat cuma oleh transporter atau kolektorlimbah yang mempunyai izin pengangkutan limbahB3. Semen Indonesia sebagai pengguna limbah B3 mesti turut memperhatikan aspek teknis dan legal dari pengangkutan limbah B3 yang dikirim ke pabrik. Limbah B3 yang diserahkan ke pabrik semen mesti dilengkapi manifest limbah. 
  • Pemilik atau operator perusahaan transportasi limbah B3 harus : membuktikan bahwa perlengkapan yang digunakan dirawat dengan baik, hanya menggunakan operator terlatih, mentaati segala peraturan yang terkait dengan karakteristik limbah yang diangkut, selama berada dalam Semen Indonesia perusahaan angkutan mesti mentaati segala hukum keselamatan dalam pabrik.
2. Quality Monitoring & Pembuatan Raw Mix Design
  • Monitoring mutu berfungsi untuk mengenali komponen mineral (SiO2, Al2O3, CaO, Fe2O3) dan logam berat dalam limbah B3 yang diterima. Monitoring mutu dilaksanakan dengan mengambil sampel setiap kehadiran limbah B3.
  • Raw Mix Design berfungsi untuk menentukan komposisi mineral dalam raw meal. Rew meal terdiri dari adonan bahan baku utama (batukapur, tanah liat, pasir besi & pasir silika) dengan limbah B3.
  • Komposisi mineral yang mesti diatur yaitu SiO2, Al2O3, CaO, MgO, AM (Alumina Modulus), SM (Silika Modulus), LSF dan H2O.
3. Feed Preparation
  • Limbah B3 yang hendak dimusnahkan dihandling terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam hopper. Limbah B3 dicampur (mix) dengan bahan baku tanah liat untuk menerima komposisi mineral raw meal sesuai dengan raw mix design. Pencampuran dilaksanakan menggunakan loader, sehabis menerima isyarat dari Seksi Pengendalian Proses terkait dengan perbandingan komposisi mix diantara bahan baku utama dengan limbah B3 tersebut. 
4.  Proses Feeding System.
Setelah limbah B3 simpulan di preparasi, maka limbah B3 tersebut dimasukkan ke dalam hopper. Didalam hopper telah dilengkapi dengan crusher jenis cutter yang berfungsi untuk mencacah limbah kalau masih dalam bentuk bongkahan atau ukuran besar. Dari hopper, limbah  masuk ke dalam belt conveyor yang sudah dilengkapi dengan magnetic sparator dan belt scale (timbangan) menuju ke titi pertemuan belt conveyor yang menjinjing batukapur. Setelah limbah B3 dan bahan baku (batukapur & tanah liat) berjumpa , maka adonan material ini dibawa belt conveyor lagi menuju kawasan pengerjaan mix pile. Didalam mix pile ini gabungan material dilakukan homogenisasi lagi dengan memakai alat tripper untuk menemukan raw meal yang berkualitas tinggi. Setelah mix pile jadi, maka adonan material tersebut diambil oleh tripper secara layer per layer untuk dibawa ke Raw Mill. Didalam Raw Mill, campuran material tersebut diperkecil ukurannya (size reduction) dan dikeringkan hingga kadar air tertentu. Setelah masuk kedalam Raw Mill, maka campuran material tersebut menjadi Kiln Feed yang hendak dibakar di dalam Kiln dengan suhu 1400 oC. Pada suhu ini, limbah B3 tadi akan melebur menjadi produk dan logam beratnya akan musnah.
 5.  Environmental Monitoring
Monitoring lingkungan harus dijalankan sesudah memakai limbah B3. Kegiatan monitoring lingkungan adalah terdiri dari pengukuran udara emisi (partikulat, Nox, Sox) disetiap cerobong dan udara ambient dilingkungan pabrik yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, pengukuran dioxin – furans yang dilakukan setiap 3 tahun sekali, pengukuran water (surface & ground), odor dan noise setiap 3 bulan sekali, human monitoring (medical checkup) setiap satu tahun sekali, dan product monitoring (clinker & semen) setiap bulan sekali.