Menurut Debes, konsep diri bisa juga dinyatakan selaku keseluruhan citra wacana diri kita. Maksud keseluruhan gambaran di sini mencakup diri psikologis, diri fisik, diri spiritual, diri sosial, dan diri intelektual. Dengan demikian, rancangan diri ialah persepsi kita pada bagian-bagian tadi untuk dipadukan dan membentuk keseluruhan citra. Penting dikenang, desain diri ini bukan pandangan orang lain pada kita melainkan persepsi kita sendiri atas diri kita.
1. Persepsi fisik, yang berkaitan dengan bagaimana kita mempersepsi diri kita secara fisik. Apakah kita ini termasuk orang yang tampan/manis, biasa-umumsaja atau jelek? Apakah tubuh kita tampakgagah atau tidak menarik?
2. Persepsi sosial, yang berkaitan dengan bagaimana pandangan orang lain perihal diri kita. Apakah kita ini termasuk orang yang gampang bergaul, cenderung menyendiri, disenangi orang lain atau orang yang ingin menang sendiri.
3. Persepsi psikologis, yang berkaitan dengan apa yang ada pada “dalam” diri kita. Apakah saya ini orang yang keras pendirian atau keras kepala? Apakah aku termasuk orang yang berbahagia alasannya adalah apa aku senang?
4. Pengalaman, yang terkait dengan sejarah hidup kita. Sejak mulai kita dilahirkan hingga usia dikala ini tentu mengalami berbagai hal yang besar lengan berkuasa pada diri kita. Misalnya, kita menjadi keras kepala sebab sering diperlakukan sebagai anak yang berada pada pihak yang kalah.
5. Interaksi dengan orang lain, yang terkait bagaimana lingkungan pergaulan kita akibatnya membentuk pandangan kita atas diri sendiri. Apa yang dialami Sumadi di atas memberikan bagaimana interaksi dengan orang lain balasannya membentuk pandangan psikologis bahwa dirinya tergolong orang yang tidak bisa melakukan pekerjaan .
Konsep diri itu ternyata bukan sekadar pandangan kita atas diri sendiri. Karena di dalamnya ada juga komponen penilaian. Misalnya, saya manis/ganteng atau saya terbelakang/pandai merupakan penilaian. Kita menganggap diri sendiri berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Pasangan pandangan dan evaluasi kepada diri sendiri ini penting untuk diamati. Oleh alasannya kedua hal itulah yang mau menghipnotis bagaimana kita mengalami kehidupan ini dan berinteraksi dengan orang lain. Lebih dari itu, evaluasi akan terkait dengan tolok ukur penilaian yang dipergunakan. Barangkali kita membuat patokan cantik/tampan itu berdasarkan apa yang kita lihat dalam sinetron di televisi sehingga kita kemudian mempersepsi diri kita tak cantik/tampan karena tak seperti mereka yang tampil dalam sinetron itu atau kita lalu berusaha meniru dandanan dan kepingan rambut, seperti artis sinetron itu semoga kita bisa disebut selaku cantik/ganteng.
- Aktivitas berlebihan. Hal ini untuk pertanda bahwa secara psikologis kita terlalu aktif sebelum kegiatannya sendiri dijalankan. Misal remaja yang dipaksa untuk tampil selaku orang tua dalam satu acara resmi maka telapak tangan berkeringat, jantung berdetak kencang dan perut pun mulas.
- Pemrosesan kognitif yang tidak sempurna. Hal ini untuk membuktikan rasa tidak nyaman dalam menghadapi aktivitas komunikasi. Oleh alasannya adalah itu, penyebab aprehensi komunikasi ini dipandang terkait bagaimana kita berpikir perihal komunikasi dan bagaimana proses komunikasi itu dipandang menyeramkan. Misalnya kita akan berjumpa dengan seorang dosen untuk meminta ujian susulan alasannya pada ketika ujian kita sakit. Kita apalagi dahulu mempertimbangkan suasana menyeramkan yang hendak berlangsung dalam komunikasi tersebut.
- Keterampilan komunikasi yang tidak memadai. Ini untuk menandakan bahwa kita tidak tahu bagaimana berkomunikasi secara efektif. Kalau kita merasa tidak terampil berkomunikasi, maka dengan sendirinya kita pun akan memandang aktivitas komunikasi merupakan aktivitas yang menegangkan.