close

Penjelasan Ihwal Malaikat Maut Alaihissalam

Bagian dari prinsip yang penting untuk senantiasa kita perhatikan, dilarang berbicara problem ghaib, kecuali ada bukti dari wahyu. Tanpa bukti wahyu, kita tergolong mengatakan atas nama Allah tanpa dalil.
Dulu musyrikin meyakini bahwa Malaikat itu berjenis kelamin wanita. Allah mengingkari dogma ini, karena mereka tidak mempunyai bukti dalil.
Allah berfirman,
وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ
“Mereka menyebabkan malaikat-malaikat yang mereka itu ialah hamba-hamba ar–Rahman sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka melihat penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-balasan.” (QS. az-Zukhruf: 19).
Ketika kita mengatakan tentang Malaikat tanpa dalil, Allah akan catat iman itu dan kelak di hari kiamat kita akan ditanya dan dimintai pertanggung balasan.‎
Kita meyakini adanya malaikat pencabut nyawa. Malaikat akhir hayat. Dan ini bagian dari aqidah kaum muslimin yang Allah ajarkan dalam al-Alquran maupun sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah berfirman,
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Katakanlah: “Malaikat kematian yang diserahi untuk mencabut nyawa kalian, kemudian cuma kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. as-Sajdah: 11).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan proses akhir hayat hhamba yang beriman. Beliau menyampaikan,
ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِى إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ
Kemudian datanglah Malaikat ajal ‘alaihis salam. Dia duduk di samping kepalanya, dan menyampaikan, “Wahai jiwa yang bagus, keluarlah menuju ampunan Allah dan ridha-Nya.” (HR. Ahmad 18543, Abu Daud 4753, dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).
Yang menjadi pertanyaan, apakah Malaikat akhir hayat yang bertugas mencabut nyawa itu berjulukan Izrail?
Kematian adalah sesuatu yang niscaya menimpa siapapun insan di dunia, yang mukminnya ataupun yang munafik atau yang kafirnya, ulamanya ataupun kaum awamnya, lelaki ataupun perempuannya, yang mudanya ataupun yang tuanya, kaum kayaknya ataupun miskinnya, kelompok pejabat ataupun rakyat jelatanya dan selainnya, pasti mereka semuanya akan mengalami maut. Hal tersebut sebagaimana yang telah banyak di alami oleh umat-umat terdahulu dan sekang ini, dan juga pernah dialami oleh seorang shahabat dari kalangan Anshor yang diselenggarakan penguburannya oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat radliyallahu anhum, sebagaimana persaksian al-Barra’ bin ‘Azib radliyallahu anhu di dalam pembahasan dari hadits terdahulu.
Hal inipun disokong oleh beberapa dalil berikut ini,
تَبَارَكَ الَّذِى بِيَدِهِ اْلمـُلْكُ وَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ الَّذِى خَلَقَ اْلـمَوْتَ وَ اْلحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَ هُوَ اْلعَزِيزُ اْلغَفُورُ
 Maha berkah Allah, yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Yang membuat mati dan hidup, semoga Dia menguji kau, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa lagi Maha pengampun. [QS. Al-Mulk/ 67: 1-2].
Ayat di atas dengan jelas membuktikan bekerjsama Allah Subhanahu wa ta’ala sudah menciptakan mati dan hidup. Jika Allah Azza wa Jalla sudah menciptakan kehidupan bagi seorang manusia, maka Ia juga akan menciptakan ajal baginya. Maka maut adalah sesuatu yang dipastikan akan dimiliki oleh setiap makhluk hidup sebagaimana Allah Jalla wa Ala pernah menunjukkan kehidupan kepadanya. Sebab setiap yang memiliki jiwa niscaya akan mencicipi akhir hayat, walaupun dia berupaya dengan maksimal dan maksimal untuk senantiasa menjauhi dan menghindarinya. Kendatipun ia berada di dalam benteng kuat yang tak gampang dihancurkan senjata mutakhir apapun yang ditemui di muka bumi, bungker kuat yang keberadaannya sangat tersembunyi, istana megah yang diawasi oleh ribuan penjaga tangguhtak tertandingi tetapi tetap maut itu akan datang menemui dan menghampirinya tiada peduli. Hal ini menurut beberapa dalil berikut ini,
وَ مَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ اْلخُلْدَ أَفَإِين مِّتَّ فَهُمُ اْلخَالِدُونَ
Kami tidak menjadikan hidup baka bagi seorang manusiapun sebelum kau (Muhammad). Maka kalau kamu mati, apakah mereka akan infinit?. [QS al-Anbiya’/21: 34].
 كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ اْلمـَوْتِ
 Setiap yang berjiwa akan mencicipi mati. [QS. Ali Imran/3: 185, al-Anbiya’/21: 35 dan al-Ankabut/29: 57].
مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَ مَا يَسْتَئْخِرُونَ
 Tidak ada suatu umatpun yang mampu mendahului ajalnya, dan tidak (pula) mampu mengundurkan(nya). [QS al-Hijr/ 15: 5].
 قُلْ إِنَّ اْلمـَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ اْلغَيْبِ وَ الشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكَمْ بِمَا كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Katakanlah, Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, sebenarnya kematian itu akan menemui kalian, lalu kalian akan dikembalikan kepada Allah, Yang mengetahui keghaiban dan yang konkret. Lalu Ia akan beritakan kepada kalian apa yang kalian telah lakukan. [QS. Al-Jumu’ah/62: 8].
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ اْلمـَوْتُ وَ لَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ
 Di mana saja kau berada, maut akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [QS. An-Nisa’/ 4: 78].
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna di dalam alqur’an sebetulnya setiap yang berjiwa akan mencicipi kematian dan ketidak-abadian. Karena keabadian itu cuma ada di hari akhir zaman kelak, di dalam surga dengan segala kenikmatannya atau di dalam neraka dengan segala kesengsaraanya. Apakah akhir hayat yang merenggut nyawanya itu alasannya penyakit yang menimpanya, kecelakaan kendaraan atau pesawat yang ditumpanginya, terbenam dalam kubangan air yang menenggelamkannya, teruruk dalam bongkahan-bongkahan tanah yang menguburnya, terbakar oleh api yang mengepungnya, terbunuh oleh musuh yang berseteru dengannya ataupun dengan alasannya-karena lainnya.
Setiap manusia meskipun beliau takut mati sehingga ia hanya berdiam diri di rumahnya dalam rangka menghindar dari kematian maka bila telah ditentukan akhir hayat kepadanya niscaya dia akan mendatangi tempat dimana ia akan mati di tempat tersebut dan akan tertimpa sesuatu peristiwa yang mengakibatkan akhir hayat yang sudah diputuskan baginya. Hal ini sebagaimana sudah diungkapkan oleh Allah Azza wa Jalla di dalam ayat berikut,
قُلْ لَّوْ كُنتُمْ فِى بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ اْلقَتْلُ إِلَى مَضَاجَعِهِمْ
Katakanlah, “Sekiranya kau berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang sudah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke daerah mereka terbunuh”. [QS Alu Imran/ 3: 154].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Terdapat penetapan akan dasar qodlo dan qodar Allah. Bahwa orang yang sudah ditetapkan akhir hayat baginya di suatu kawasan maka beliau pasti akan mati di kawasan tersebut”. ‎
Maka maut itu pasti akan menghampiri setiap jiwa dalam berbagai kondisi, apakah matinya itu karena memperjuangkan agama Allah dengan bentuk berjihad dengan harta, lisan dan jiwa, kecapekan tatkala menjalankan beberapa ibadah dari ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh agama, membantu dan mengajak orang lain untuk ikut ikut serta di dalam menegakkan Islam sebagai agama yang paling bersahaja dan lain sebagainya. Ini adalah ajal yang mengandung kemuliaan. Ataukah matinya itu ketika sedang membela kebatilan yang selama ini beliau yakini, melakukan berbagai kemaksiatan yang selama ini beliau senangi, menolong dan mengajak orang lain untuk menentang dan melawan kebenaran yang selama ini dia benci dan jauhi dan lain sebagainya. Ini ialah kematian yang mengundang kenistaan. Mati berbalutkan kemuliaan ataukah mati berselimutkan kenistaan, itulah dua pilihan yang mesti diambil oleh setiap insan yang pasti akan melebihi dan memilih salah satu di antara keduanya.
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَ إِمَّا كَفُورًا
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur. [QS. Al-Insan/ 76: 3].
Bahkan di dalam setiap ajal itu terdapat sekarat, yang mesti di alami oleh setiap manusia baik yang mukmin, munafik ataupun kafirnya.
وَ جَآءَتْ سَكْرَةُ اْلـمَوْتِ بِاْلحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Dan datanglah sekaratul kematian dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kau selalu lari daripadanya. [QS. Qof/ 50: 19].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Terdapat penjelasan bahu-membahu kematian itu mempunyai sekarat secara niscaya. Ya Allah mudahkanlah sekaratul kematian atas kami”.
وَ لَوْ تَرَى إِذِ اْلظَّالِمـُونَ فِى غَمَرَاتِ اْلمـَوْتِ وَ اْلمـَلَائِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمْ
 Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu menyaksikan di waktu orang-orang yang zhalim berada dalam tekanan sekaratul ajal, sedangkan para malaikat menghantam dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu”. [QS. Al-An’am/ 6: 93].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Terdapat penetapan adanya adzab kubur dan sekaratul maut”. Di dalam hadits, “Bahwasanya maut itu mempunyai sekarat”.
 عن عائشة كَانَتْ تَقُوْلُ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ –  عُلْبَةٌ فِيْهَا مَاءٌ – يَشُكُّ عُمَرُ – فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَهُ فىِ اْلمـَاءِ فَيَمْسَحُ بِهَا وَجْهَهُ وَ يَقُوْلُ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُوْلُ: فىِ الرَّفِيْقِ اْلأَعْلىَ حَتىَّ قُبِضَ وَ مَالَتْ يَدُهُ
Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Sesungguhnya di hadapan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam ada suatu ember (yang terbuat dari kulit atau mangkuk) –Umar tidak yakin- yang berisi air. Lalu ia memasukkan tangannya ke dalam air itu dan membasuh parasnya dengannya. Beliau bersabda, “Laa ilaaha illallah (tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah), bantu-membantu ajal itu memiliki sekarat”. Kemudian ia mengangkat tangannya seraya bersabda, “Berada di tempat yang tinggi”. Sehingga ia wafat sedangkan tangannya mengendur/ terkulai. [HR al-Bukhoriy: 6510.]‎
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Terdapat klarifikasi sebetulnya kematian itu mempunyai sekarat dan kesulitan sehingga para Nabi Alaihim as-Salam pun meminta diringankan dari sekarat ini”.
Berdasarkan ayat dan hadits di atas mampu dimengerti bantu-membantu setiap maut yang menimpa seseorang itu niscaya terdapat sekarat, adalah sebuah tekanan yang amat berat lagi menyusahkan ketika menjelang kematiannya sehingga orang tersebut mirip orang yang kehilangan logika dan kesadarannya sebagaimana keadaan orang yang sedang mabuk. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa ta’ala merenggangkan kita dari sekaratul maut ini seringan-ringannya.
Hadits dari Aisyah radliyallahu anha di atas menjadi dalil akan bolehnya bagi orang yang sakit untuk mempergunakan air pada bab kepalanya (ngompres) untuk meringankan sakit panas yang menimpanya dan juga disunnahkan baginya untuk selalu memohon ampunan dan rahmat dari-Nya. Hal ini juga disokong oleh dalil berikut ini,
 عن عائشة قَالَتْ: سَمِعْتُ النَّبِيِّ وَ هُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَيَّ يَقُوْلُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لىِ وَ ارْحَمْنىِ وَ أَلْحِقْنىِ بِالرَّفِيْقِ اْلأَعْلَى
Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata sedangkan ia sedang bersandar kepadaku, “Ya Allah, ampunilah saya, rahmatilah aku dan himpunkan saya di kawasan yang tinggi”. [HR al-Bukhoriy: 5674 dan Muslim: 2444.]
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Sepatutnya bagi orang yang sakit itu untuk meminta ampunan dan rahmat. Ia tidak boleh berputus asa dari derma Allah Subhanahu wa ta’ala dan tidak boleh berputus impian dari rahmat-Nya”. ‎
Maka direkomendasikan bagi setiap muslim, ketika tertimpa sakit terlebih sakitnya itu mendekati tanda-tanda kematian untuk memperbanyak meminta ampun dan rahmat terhadap Allah Jalla dzikruhu, senantiasa memuji-Nya, menghiasi diri dengan berbaik sangka terhadap-Nya dan selalu berharap bertemudengan-Nya dan takut terhadap akibat dari dosa-dosa yang sudah dikerjakannya. Hal ini sebagaimana telah disinyalir di dalam dalil-dalil hadits berikut ini,
Dari Ibnu Abbas radliyallahu anha berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengambil seorang anak perempuan latih yang nyaris meninggal dunia. Beliau meletakkannya di atas dadanya (memeluknya), kemudian ia meninggal dunia di dalam pelukannya. Maka Ummu Ayman radliyallahu anha pun berteriak menangis. Dikatakan kepadanya, “Mengapa kau menangis di sisi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam?”. Iapun berkata, “Bukankah saya juga  melihatmu  menangis wahai Rosulullah?”. Beliau Shallallahu alaihi wa sallampun bersabda, “Aku tidaklah menangis, ini hanyalah rahmat (rasa kasih sayang)”.
إِنَّ اْلمـُؤْمِنَ بِكُلِّ خَيْرٍ عَلَى كُلِّ حَالٍ إِنَّ نَفْسَهُ تَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ جَنْبَيْهِ وَ هُوَ يَحْمَدُ اللهَ عز و جل
 “Sesungguhnya orang mukmin itu selalu di dalam kebaikan di atas setiap keadaan, bantu-membantu jiwanya keluar dari jasadnya sedangkan dia dalam keadaan memuji Allah Azza wa Jalla”. [HR Ahmad: I/ 273-274.]
 عن جابر رضي الله عنه قَالَ: َسمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ قَبْلَ وَفَاتِهِ بِثَلاَثٍ قَالَ: لاَ يَمُوْتُ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَ هُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ
Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu berkata, “Aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan tiga hal sebelum wafatnya. Beliau bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian mati melainkan dalam kondisi berbaik sangka terhadap Allah”. [HR Abu Dawud: 3113, Muslim, Ibnu Majah: 4167 dan Ahmad: III/ 293, 325, 330, 334, 390.]
Dari Anas radliyallahu anhu sebenarnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah masuk menemui seorang cowok yang sedang mendekati ajal. Beliau bersabda, “Apa yang kamu rasakan?”. Ia menjawab, “Demi Allah, wahai Rosulullah, sebenarnya aku menghendaki Allah dan saya takut kepada dosa-dosaku”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
 لاَ يَجْتَمِعَانِ فىِ قَلْبِ عَبْدٍ فىِ مِثْلِ هَذَا اْلمـَوْطِنِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ مَا يَرْجُوْ وَ آمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
“Tidaklah keduanya terhimpun di dalam hati seorang hamba di semisal tempat ini melainkan Allah akan memberikan kepadanya apa yang ia inginkan dan mengamankannya dari apa yang dia takuti”. [HR at-Turmudziy: 983, Ibnu Majah: 4261 dan Ibnu Abi ad-Dunya.)
Begitu pula disyariatkan bagi setiap muslim yang sedang menemani atau mempertahankan keluarganya yang sedang sakit untuk selalu mentalkinkan kalimat syahadat baginya itu dengan ucapan “laa ilaaha illallah”. ‎Yakni muslim tersebut membimbing orang yang sakit itu untuk mampu melafazhkan atau mengucapkan kalimat syahadat itu dengan fasih dan benar, karena jikalau kematian saudaranya itu ditutup dengan ucapan tersebut maka dia akan masuk ke dalam nirwana, meskipun beliau diadzab terlebih dulu  di dalam neraka sesuai dengan perbuatan-dosa-dosa yang telah ia lakukan.  Hal  ini pernah dilakukan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam saat membesuk pamannya adalah Abu Thalib dan seorang anak Yahudi yang sedang sakit. Beliau memberikan Islam terhadap keduanya dengan cara mengucapkan kalimat syahadat, tetapi Abu Thalib menolak usul beliau dan anak Yahudi itu mendapatkan ajakannya.‎
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ قَوْلَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Talkinkan orang yang mau mati di antara kalian dengan mengucapkan “laa ilaaha illallah”. [HR Abu Dawud: 3117, Muslim: 916, 917, at-Turmudziy: 976, an-Nasa’iy: IV/ 5, Ibnu Majah: 1444, 1445 dan Ahmad: III/ 3.)
عن معاذ بن جبل قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ اْلجَنَّةَ
 Dari Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu  berkata, sudah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang simpulan ucapannya “laa ilaaha illallah” maka dia akan masuk nirwana”. [HR Abu Dawud: 3116 dan Ahmad: V/ 233 dari Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu.)
Hal ini harus dijaga oleh setiap muslim karena setan tidak pernah lalai di dalam menyesatkan dan menggelincirkan manusia di setiap keadaannya, sehingga ia berupaya menutupi akhir kehidupannya dengan kesudahan yang jelek (su’ul khatimah).‎
 عن جابر رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ حَتىَّ  يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ فَإِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمْ اللُّقْمَةُ فَلْيُمْطِ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا وَ لاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى فىِ أَيِّ طَعَامِهِ تَكُوْنُ اْلبَرَكَةُ
Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu berkata, saya pernah mendengar  Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan mengunjungi salah seorang dari kalian pada setiap keadaannya, sampai akan mendatanginya disaat makan. Sebab itu kalau jatuh sepotong kuliner, maka hendaklah beliau membuang (membersihkan) kotorannya kemudian memakannya. Dan hendaklah dia tidak membiarkannya dimakan oleh setan Dan bila telah tamat makan, hendaklah beliau menjilati jari jemarinya, alasannya ia tidak tahu pada bahagian masakan yang manakah adanya berkah”. [HR Muslim: 2033.)
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Setan selalu mengamati hamba di segala gerak geriknya. Apabila seseorang gegabah dari manhaj Allah maka setan akan dapat menguasainya”.
Jika setan senantiasa berupaya menggelincirkan setiap hamba di segala keadaannya, bahkan tatkala sedang makan yang dia berusaha menghilangkan atau melenyapkan berkah dari orang tersebut. Maka kesungguhannya untuk memalingkan mereka dari Allah Subhanahu wa ta’ala, pasti akan lebih tatkala ada di antara mereka yang sedang meregang nyawa hendak meninggalkan dunia yang fana ini.
Dari alasannya itu, hendaknya setiap hamba selalu ingat kepada Allah Azza wa Jalla  dengan senantiasa memuji-Nya, memohon rahmat dan ampunan-Nya, berbaik sangka kepada-Nya, meminta kepada-Nya supaya diwafatkan dalam keadaan Islam dan Iman, dimudahkan dari sekaratul ajal dan melazimkan verbal untuk berdzikir terhadap-Nya. Begitupun keluarga yang mendampinginya dikala sakitnya, hendaknya membimbingnya dengan mentalkinkan kalimat “laa ilaaha illallah” kepadanya, menashihati dan menyuruhnya agar senantiasa sabar dan ridlo kepada ketetapan-Nya. Janganlah mereka membiarkan celah sedikitpun bagi setan untuk mampu memalingkannya dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Malaikat kematian alaihi as-Salam adalah malaikat yang diserahi tugas untuk mencabut nyawa.
Hadits dari al-Barra’ bin Azib radliyallahu anhu di atas juga menandakan perihal nama Malaikat yang bertugas untuk mencabut nyawa setiap orang yang sudah ditentukan akhir hayat atasnya dengan nama Malaikat ajal Alaihim as-Salam. Hal inipun sebagaimana sudah disebutkan di dalam ayat berikut ini,
قُلْ يَتَوَفَّاكُم مَّلَكُ اْلمـَوْتِ الَّذِى وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
Katakanlah: “Malaikat ajal yang diserahi peran untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu. Kemudian hanya terhadap Rabbmulah, kau akan dikembalikan.” [QS. As-Sajadah/ 32: 11].
Kedatangan Malaikat ajal ini diawali dengan datangnya beberapa malaikat yang menyertainya, apakah para malaikat yang berwajah putih bersinar laksana mentari, yang pada tangan mereka ada kain kafan dari kain kafan nirwana dan balsem dari balsem surga. Ataukah para malaikat yang berparas hitam kelam, yang keras lagi bengis yang pada tangan mereka ada semacam karung goni dari neraka. Manakah di antara dua kelompok malaikat itu yang tiba?, maka itu menawarkan kondisi orang yang mau mati. Jika yang datang itu yakni golongan malaikat yang pertama maka yang akan meninggal dunia itu yakni termasuk orang mukmin yang gemar beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, yang kelak akan menempati surga dan meraih keridloan-Nya. Namun bila yang tiba itu golongan malaikat yang kedua maka niscaya yang hendak meninggal dunia itu yakni orang kafir atau munafik yang kerap berbuat dosa, yang kelak akan menempati neraka dan mendapatkan kemurkaan-Nya.
حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَكُمُ اْلمـَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَ هُمْ لَا يُفَرِّطُونَ
Sehingga jika tiba kematian kepada salah seorang di antara kau, ia diwafatkan oleh para delegasi Kami (yaitu para Malaikat), dan delegasi-utusan Kami itu tidak pernah melewatkan kewajibannya. [QS. Al-An’am/ 6: 61].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah,  “((ia diwafatkan oleh delegasi-delegasi Kami))  ialah Malaikat ajal dan mitra-kawannya”.
KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN. 
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang bagus lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata wacana proses maut seorang mukmin: 
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
“Seorang hamba mukmin, bila telah berpisah dengan dunia, menyongsong alam baka, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan tampang yang putih. Rona paras mereka layaknya sinar matahari. Mereka menenteng kafan dari syurga, serta hanuth (parfum) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata menatap. Berikutnya, malaikat ajal hadir dan duduk di erat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan ajaran cucuran air dari lisan kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat kematian mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat akhir hayat) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari mayat, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].
Malaikat memberi kabar gembira terhadap insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan menyampaikan janganlah takut dan murung serta membawa informasi bangga ihwal syurga. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ 30 نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ 
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami yaitu Allah lalu mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kau dengan (memperoleh) syurga yang sudah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu mendapatkan apa yang kamu kehendaki dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai menu (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Fushshilat: 30]
Ibnu Katsir mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang nrimo dalam amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya menurut syariat Allah pasti para malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian persembahkan untuk alam baka dan jangan bersedih atas masalah dunia yang hendak kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama karena kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”. 
Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada ketika kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya dengan: “Tafsiran ini mengumpulkan seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang manis sekali dan memang demikian kenyataannya”.
Firman-Nya: “Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan alam baka tujuannya para malaikat berkata terhadap orang-orang beriman saat akan tercabut nyawanya, kami yakni kawan-mitra kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan dan mempertahankan kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bareng kalian di alam baka, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengirimkan kalian menuju kenikmatan syurga”.
Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam kondisi baik dengan firman-Nya:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan menyampaikan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keamanan sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32]
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melakukan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yakni dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), adalah bersih dari syirik dan maksiat, (ini) berdasarkan tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar bangga berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…
MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT? ‎
Kondisi lazim proses pencabutan nyawa seorang mukmin gampang lagi ringan. Namun kadang kala derita sakarul ajal juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk meniadakan dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam mencicipi pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul kematian bukan isyarat atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman mampu untuk menambah kebaikannya atau meniadakan kesalahan-kesalahannya”
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya ajal dan sakaratul ajal yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :
Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan dia (sakaratul kematian) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang menyaksikan orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan gampang. Sehingga dia berfikir, perkara ini (sakaratul ajal) ringan. Ia tidak mengenali apa yang terjadi pada jenazah (sebetulnya). Tatkala para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam akhir hayat, kendati mereka mulia di segi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan percaya dengan kepedihan kematian yang akan beliau rasakan dan dihadapi mayat secara mutlak, menurut kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid. 
Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang, mereka yaitu para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya di dunia yaitu para nabi lalu orang yang ibarat mereka dan orang yang semakin seperti dengan mereka seperti dibilang Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan yang lain. Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keistimewaan dan peningkatan derajat mereka di segi-Nya. Ini bukan suatu aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan. Allah menghendaki menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski bisa meringankan dan menghemat (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan bermakna Allah mempersulit proses ajal mereka melampaui kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini yakni eksekusi bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan”.
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.‎
Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan sukar payah, beliau tersiksa dengannya. Nabi menceritakan keadaan sakaratul kematian orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:
“Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat bila akan sudah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang agresif akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan menenteng dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata menatap. Kemudian malaikat ajal hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka beliau mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang lembap.
Secara ekspilisit, Al Alquran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: “
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ 
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kau dibalas dengan siksaan yang sungguh menghinakan, sebab kau senantiasa mengatakan kepada Allah (perkataan) yang tidak benar dan (alasannya adalah) kau senantiasa menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93]
Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari tubuh. Karena itu, para malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang telah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar jelek kepadanya yang berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan untuk keluar. 
Para malaikat memukulimya semoga nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sungguh menghinakan, alasannya kau selalu mengatakan kepada Allah (perkataan) yang tidak benar dan (alasannya) kamu selalu menyombongkan diri kepada ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan yang tidak terukur alasannya adalah mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.
Saat detik-detik akhir hayat datang, orang kafir mintai dikembalikan supaya mampu masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan berinfak sholeh. Namun sudah tentu, ajakan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman:
حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ 99 لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ 
“(Demikianlah kondisi orang-orang kafir), sampai kalau tiba maut terhadap seseorang dari mereka, beliau berkata: “Ya Rabbi kembalikan saya ke dunia. Agar saya berbuat amal sholeh kepada yang sudah saya lewati. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu yaitu perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding hingga hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]
Setiap orang yang ceroboh di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun tindakan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang manusia muslim yang sholeh. Namun potensi untuk itu sudah hilang, mustahil disusul lagi. Jadi, persiapan mesti dilakukan semenjak dini dengan tetap memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah.‎
Demikian sekilas penjelasan wacana akhir hayat yang pasti akan datang menghampiri setiap makhluk hidup, utamanya umat manusia. Kaum pria ataupun para perempuan, para penguasa ataupun rakyat jelata, kaum berpendidikan ataupun kaum yang terhimpit kebodohan, para ulama ataupun kaum awamnya, kalangan mukminin ataupun kaum munafikin dan kafirin, dan selainnya. Semuanya mereka pasti akan dihadiri oleh ajal tanpa terkecuali dan tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan kita selaku umat Nabi-Nya Shallallahu alaihi wa sallam selaku orang-orang yang siap menghadapi maut dengan keimanan dan amal-amal shalih dan meninggalkan dunia yang fana ini dengan husnul khatimah. Amiin 
Kisah Malaikat Maut Mendatangi Nabi Musa
Ada sebuah hadits masyhur yang sering menjadi sasaran kritik oleh sebagian kalangan. Hadits tersebut adalah hadits yang menceritakan wacana Nabi Musa ’alaihis-salaam yang menampar malaikat maut saat hendak mencabut nyawanya. Pada kesempatan ini saya akan menuliskan beberapa penjelasan ringkas (yang insyaAllah padat) dari kalangan imam Ahlus-Sunnah perihal pengertian hadits dimaksud. Harapannya, tulisan ini dapat menjadi bantuan amal kebajikan dalam rangka saling menunjukkan hikmah terhadap kaum muslimin.
Adapun hadits yang dimaksud ialah sebagai berikut :
عن أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ لَهُ أَجِبْ رَبَّكَ قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا. قَالَ : فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقَالَ : إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي. قَالَ فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي فَقُلْ الْحَيَاةَ تُرِيدُ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً قَالَ ثُمَّ مَهْ قَالَ ثُمَّ تَمُوتُ قَالَ فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ رَبِّ أَمِتْنِي مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ta’ala ’anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Malaikat Maut mendatangi Nabi Musa ’alaihis-salaam. Maka beliau (Malaikat Maut) berkata berkata kepadanya : ’Penuhilan panggilan Tuhanmu !’. Maka Nabi Musa ’alaihis-alaam pun menampar muka Malaikat Maut sehingga matanya keluar. Kemudian Malaikat Maut kembali kepada Allah ta’ala dan berkata : ’Sesungguhnya Engkau sudah mengutusku terhadap seorang hamba yang tidak menginginkan akhir hayat. Ia telah membuat mataku keluar’. Maka Allah ta’ala mengembalikan mata Malaikat Maut dan berfirman : ’Kembalilah kepada hamba-Ku (yakni Musa) kemudian katakan kepadanya : Apakah engkau masih ingin hidup ?. Jika engkau masih ingin hidup, maka letakkan tanganmu di atas punggung sapi jantan. Setiap bulu yang mampu engkau tutupi dengan tanganmu, maka kau hidup (bertambah umur) setahun’. Musa bertanya : ’Kemudian apa ?’. Allah berfirman : ’Kemudian engkau mati’. Maka Musa pun berkata : ’Jika demikian, kini (waktunya)! Wahai Rabb-ku, rupa-rupanya ajalku telah erat. Maka dekatkanlah aku ke tanah suci sejauh jarak lemparan dengan memakai batu”. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Demi Allah, seandainya saya beradadi dekatnya, tentu saya tunjukkan kepadamu kuburnya yang terletak di sebelah jalan di segi bukit pasir merah”  [HR. Al-Bukhari no. 1274, 3226; Muslim no. 2372; An-Nasa’i no. 2089; Ahmad no. 7634, 8157, 8601, 10917; Ibnu Hibban no. 6223, 6224; dan yang yang lain. Ini ialah lafadh Muslim].‎
Kemusykilan hadits tersebut diterangkan sebagai berikut :
1.    Al-Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata :
أنكر بعض أهل البدع والجهمية هذا الحديث وقالوا لا يخلو أن يكون موسى عليه الصلاة والسلام عرف ملك الموت أو لم يعرفه فإن كان عرفه فقد استخف به وأن كان لم يعرفه فرواية من روى أنه كان يأتي موسى عيانا لا معنى لها ثم إن الله تعالى لم يقتص لملك الموت من اللطمة وفقء العين والله تعالى لا يظلم أحدا.
قال ابن خزيمة وهذا اعتراض من أعمى الله بصيرته ومعنى الحديث صحيح وذلك أن موسى لم يبعث الله إليه ملك الموت وهو يريد قبض روحه حينئذ وإنما بعثه اختبارا وبلاءً كما أمر الله تعالى خليله بذبح ولده ولم يرد إمضاء ذلك ولو أراد أن يقبض روح موسى عليه الصلاة والسلام حين لطم الملك لكان ما أراد وكانت اللطمة مباحة عند موسى إذ رأى آدميا دخل عليه ولا يعلم أنه ملك الموت وقد أباح الرسول عليه الصلاة والسلام فقأ عين الناظر في دار المسلم بغير إذن ومحال أن يعلم موسى أنه ملك الموت ويفقأ عينه وقد جاءت الملائكة إلى إبراهيم عليه الصلاة والسلام فلم يعرفهم ابتداء ولو علمهم لكان من المحال أن يقدم إليهم عجلاً لأنهم لا يطعمون وقد جاء الملك إلى مريم فلم تعرفه ولو عرفته لما استعاذت منه وقد دخل الملكان على داود عليه الصلاة والسلام في شبه آدميين يختصمان عنده فلم يعرفهما وقد جاء جبريل عليه الصلاة والسلام إلى سيدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وسأله عن الإيمان فلم يعرفه وقال ما أتاني في صورة قط إلا عرفته فيها غير هذه المرة فكيف يستنكر أن لا يعرف موسى الملك حين دخل عليه
وأما قول الجهمي إن الله تعالى لم يقتص للملك فهو دليل على جهله من الذي أخبره أن بين الملائكة والآدميين قصاصا و من أخبره أن الملك طلب القصاص فلم يقتص له وما الدليل على أن ذلك كان عمدا وقد أخبرنا نبينا صلى الله عليه وسلم أن الله تعالى لم يقبض نبيا قط حتى يريه مقعده في الجنة ويخبره فلم ير أن يقبض روحه قبل أن يريه مقعده من الجنة ويخبره
”Sebagian andal bid’ah dan kelompok Jahmiyah sudah mengingkari hadits ini seraya berkata : ’Tidak peduli entah Musa mengenal Malaikat Maut tersebut atau tidak. Apabila mengenalnya, memiliki arti Musa sudah melecehkan kedatangannya. Dan jika tidak mengenalnya, maka riwayat yang menyebutkan bahwa malaikat tersebut datang kepada Musa dalam bentuk yang dapat dilihat mata, tidaklah memiliki arti apa-apa  sedikitpun. Tambah lagi, Allah tidak menegakkan hukum qishash bagi Malaikat tersebut, alasannya adalah sikap Musa. Padahal Allah tidak pernah mendhalimi siapapun’.
(Menanggapai perkataan ini), Ibnu Khuzaimah menjelaskan : ”Ini yakni caci maki orang yang telah dibutakan pandangannya oleh Allah. Makna hadits ini telah benar. Allah tidak mengutus Malaikat Maut untuk mencabut nyawa Musa ’alaihis-salaam saat itu juga, tetapi Allah mengutusnya selaku ujian dan ujian sebagaimana Allah menyuruh kekasih-Nya (Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam) untuk menyembelih putranya, tetapi tidak mewujudkannya. Seandainya Malaikat itu bertujuan mencabut nyawa saat itu, tentu dia akan melaksanakannya saat Musa menamparnya. Tamparan tersebut diperbolehkan bagi diri Nabi Musa ’alaihis-salaam, karena dia menyaksikan orang aneh yang memasuki rumahnya. Sementara waktu itu beliau tidak mengenali kalau yang datang tersebut yaitu Malaikat Maut. Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam telah memperbolehkan untuk mencongkel mata orang yang mengintip rumah orang tanpa ijin. Sungguh mustahil jika Musa mengenali bahwa ia ialah Malaikat Maut lalu menamparnya hingga matanya keluar. Sungguh sudah tiba beberapa malaikat terhadap Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam sedang beliau awal kalinya tidak mengenal mereka. Seandainya tahu, tidak mungkin dia menghidangkan daging panggang terhadap mereka, alasannya adalah malaikat tidaklah makan. Demikian pula seorang malaikat yang pernah datang terhadap Maryam dan ia tidak mengenalnya. Seandainya tahu, tidak mungkin Maryam berlindung darinya. Demikian pula dua malaikat pernah tiba kepada Nabi Dawud ’alaihis-salaam dalam bentuk manusia yang sedang bersengketa di sisinya, sedang beliau tidak mengenalnya. Demikian pula datang Jibril terhadap Nabi Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dan mengajukan pertanyaan terhadap ia tentang iman, sedang ia shallallaahu ’alaihi wasallam tidak mengenalnya. Beliau bersabda : ”Jibril tidak pernah datang dalam bentuk rupa apapun melainkan saya mengetahuinya, kecuali kali ini”. Dengan demikian, lantas mengapa dianggap mustahil jika Musa tidak mengenal Malaikat Maut yang masuk ke rumahnya ?.
Adapun ucapan orang Jahmiyyah bahwa Allah tidak menegakkan hukum qishash bagi malaikat, maka ini memperlihatkan kebodohannya, karena siapa yang mengkhabarkan (baca : mana dalilnya) dalam hal ini bahwasannya antara Malaikat dengan insan itu ditegakkan aturan qishash ? Siapa yang mengkhabarkan kepadanya bahwa malaikat meminta qishash kemudian Allah tidak memenuhinya ? Apa buktinya bahwa perilaku Nabi Musa tersebut didasari oleh bagian kesengajaan ? Nabi kita shallallaahu ’alaihi wasallam sudah mengkhabarkan pada kita bahwa Allah tidaklah mencabut nyawa seorang nabi pun sebelum Dia memperlihatkan kawasan duduknya di surga kemudian memberitahukannya. Sehingga Allah juga tak ingin mencabut nyawa Nabi Musa’alaihis-salaam sebelum memperlihatkan daerah duduknya di surga dan mengkhabarkannya” [simpulan – ’Umdatul-Qaari’ Syarh Shahih Al-Bukhari oleh Al-’Allamah Badruddin Al-’Aini rahimahullah juz 8 hal. 147–148;]
2.    Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah (murid Al-Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah) berkata :
إن الله جل وعلا بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم معلما لخلقه فأنزله موضع الإبانة عن مراده فبلغ صلى الله عليه وسلم رسالته وبين عن آياته بألفاظ مجملة ومفسرة عقلها عنه أصحابه أو بعضهم وهذا الخبر من الأخبار التي يدرك معناه من لم يحرم التوفيق لإصابة الحق وذاك أن الله جل وعلا أرسل ملك الموت إلى موسى رسالة ابتلاء واختبار وأمره أن يقول له أجب ربك أمر اختبار وابتلاء لا أمرا يريد الله جل وعلا إمضاءه كما أمر خليله صلى الله على نبينا وعليه بذبح ابنه أمر اختبار وابتلاء دون الأمر الذي أراد الله جل وعلا إمضاءه فلما عزم على ذبح ابنه وتله للجبين فداه بالذبح العظيم وقد بعث الله جل وعلا الملائكة إلى رسله في صور لا يعرفونها كدخول الملائكة على رسوله إبراهيم ولم يعرفهم حتى أوجس منهم خيفة وكمجيء جبريل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وسؤاله إياه عن الإيمان والإسلام فلم يعرفه المصطفى صلى الله عليه وسلم حتى ولى فكان مجيء ملك الموت إلى موسى على غير الصورة التي كان يعرفه موسى عليه السلام عليها وكان موسى غيورا فرأى في داره رجلا لم يعرفه فشال يده فلطمه فأتت لطمته على فقء عينه التي في الصورة التي يتصور بها لا الصورة التي خلقه الله عليها ولما كان المصرح عن نبينا صلى الله عليه وسلم في خبر بن عباس حيث قال أمنى جبريل عند البيت مرتين فذكر الخبر وقال في آخره هذا وقتك ووقت الأنبياء قبلك كان في هذا الخبر البيان الواضح أن بعض شرائعنا قد تتفق ببعض شرائع من قبلنا من الأمم ولما كان من شريعتنا أن من فقأ عين الداخل داره بغير إذنه أو الناظر إلى بيته بغير أمره من غير جناح على فاعله ولا حرج على مرتكبه للأخبار الجمة الواردة فيه التي أمليناها في غير موضع من كتبنا كان جائزا اتفاق هذه الشريعة بشريعة موسى بإسقاط الحرج عمن فقأ عين الداخل داره بغير إذنه فكان استعمال موسى هذا الفعل مباحا له ولا حرج عليه في فعله فلما رجع ملك الموت إلى ربه وأخبره بما كان من موسى فيه أمره ثانيا بأمر آخر أمر اختبار وابتلاء كما ذكرنا قبل إذ قال الله له قل له إن شئت فضع يدك على متن ثور فلك بكل ما غطت يدك بكل شعرة سنة فلما علم موسى كليم الله صلى الله على نبينا وعليه أنه ملك الموت وأنه جاءه بالرسالة من عند الله طابت نفسه بالموت ولم يستمهل وقال فالآن فلو كانت المرة الأولى عرفه موسى أنه ملك الموت لاستعمل ما استعمل في المرة الأخرى عند تيقنه وعلمه به ضد قول من زعم أن أصحاب الحديث حمالة الحطب ورعاة الليل يجمعون ما لا ينتفعون به ويروون ما لا يؤجرون عليه ويقولون بما يبطله الإسلام جهلا منه لمعاني الأخبار وترك التفقه في الآثار معتمدا منه على رأيه المنكوس وقياسه المعكوس
”Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi telah menyuruh Rasul-Nya shallallaahu ’alaihi wasallam untuk mengajari makhluk-Nya, lalu Allah menurunkannya sebagai posisi penjelas terhadap kehendak-Nya. Selanjutnya, Nabi ‎shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan risalah-Nya dan meneranhkan ayat-ayat-Nya dengan lafadh-lafadh yang global maupun jelas, yang mampu diketahui oleh para shahabatnya atau sebagian dari mereka. Dan hadits ini termasuk dari informasi-informasi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mampu ditangkap maknanya oleh orang yang tidak diharamkan mendapat taufik untuk meraih yang hak. Demikianlah, bahwasannya Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi telah menyuruh Malaikat Maut terhadap Nabi Musa‘alaihis-salaam dengan sebuah risalah selaku ujian dan ujian. Adapun perintah Allah untuk Malaikat Maut semoga mengtaakan terhadap Nabi Musa : ” Penuhilan panggilan Tuhanmu” ; ini ialah perintah selaku ujian dan cobaan, dan bukanlah perintah yang Allah inginkan (secara terperinci-terangan) untuk melaksanakannya. Sebagaimana perintah Allah terhadap kekasih-Nya (ialah Nabi Ibrahim) – biar shalawat atas Nabi kita dan Nabi Ibrahim – untuk menyembelih putranya ialah perintah sebagai cobaan dan cobaan. Bukan perintah yang Allah inginkan (secara terperinci-terangan) untuk melaksanakannya. Maka ketika Ibrahim berhasrat keras untuk menyembelih putranya dan ia sudah membaringkan putranya di atas pelipisnya, Allah pun mengubahnya dengan seekor sembelihan yang besar. Dan sungguh Allah telah mewakilkan para malaikat terhadap Rasul-Rasul-Nya, dalam wujud yang mereka (para Rasul itu) tidak mengenalnya. Seperti malaikat-malaikat yang menemui Ibrahim, sedangkan beliau tidak mengenali para malaikat itu sehingga timbullah rasa takut terhadap mereka. Dan juga seperti datangnya Jibril terhadap Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dan dia mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam perihal iktikad dan Islam, sementara Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam belum mengenalnya sampai Jibril pergi (barulah beliau mengetahuinya). Begitu pula hadirnya Malaikat Maut terhadap Musa ’alaihis-salaam bukan dengan wujud yang biasa diketahui oleh Musa, sedangkan Musa ialah seorang Nabi yang sangat kuat (dalam memegang agamnya). Maka ketika melihat di dalam rumahnya ada seorang pria yang tidak dikenalinya (dan mengharapkan nyawanya), beliau pun mengangkat tangannya kemudian menampar malaikat tersebut. Tamparan Musa itu mengakibatkan mata malaikat itu buta dalam wujud jelmaannya. Bukan dalam wujud orisinil yang Allah ciptakan.
Adapun keterangan para malaikat tiba terang-terangan kepada Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam terdapat dalam riwayat Ibnu ’Abbas radliyallaahu ’anhuma, dimana Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :”Jibril mengimamiku di erat Ka’bah sebanyak dua kali” ; kemudian disebutkan riwayatnya. Dan di akibatnya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Ini yaitu waktuku dan waktu para nabi sebelumku”. Pada hadits ini terdapat informasi yang terang bahwa sebagian syari’at kita memiliki kesamaan dengan sebagian syari’at umat-umat sebelum kita. Dimana termasuk dari syari’at kita yaitu : Barangsiapa yang mencungkil mata seseorang yang masuk rumahnya tanpa ijin atau seseorang yang menyaksikan ke dalam rumahnya tanpa perintahnya, maka tidak ada dosa bagi pelakunya dan tidak apa-apa kepada yang melakukannya. Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang membuktikan dalam urusan tersebut yang telah kami sampaikan di banyak tempat di dalam kitab-kitab kami. Makara tindakan tersebut diperbolehkan. Maka syari’at ini sesuai dengan syari’at Nabi Musa dalam hal tidak berdosanya orang yang mencungkil mata seseorang yang masuk rumahnya tanpa ijin. Dan Nabi Musa melakukan tindakan tersebut alasannya adalah diperbolehkan dan tidak ada dosa baginya untuk melakukannya. Ketika Malaikat Maut kembali terhadap Rabbnya dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dengan Nabi Musa, maka Allah memerintahkannya untuk yang kedua kalinya dengan perintah lainnya, yakni perintah sebagai cobaan dan ujian, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya. Allah menyampaikan kepadanya : ”Katakan kepada Musa, jikalau engkau mau, letakkan tanganmu ke punggung sapi jantan. Maka engkau akan menerima penangguhan (maut) sejumlah bulu (sapi jantan) yang tertutupi tanganmu, dengan setiap bulunya terhitung satu tahun (penangguhan)”.
Ketika Musa Kalimullah – agar keselamatan atas Nabi kita dan atas Nabi Musa – mengenali bahwa orang itu yakni Malaikat Maut, dan beliau tiba membawa risalah dari Allah, maka dirinya merasa lebih baik untuk memilih maut dan tidak menangguhnya. Nabi Musa berkata : ” ’Jika demikian, sekarang (waktunya)!”. Seandanya pada dikala kedatangan yang pertama Nabi Musa telah mengetahui bahwa orang itu adalah Malaikat Maut, maka malaikat tersebut tidak perlu tiba lagi kepada Nabi Musa untuk kedua kalinya dalam rangka untuk meyakinkannya.
Keterangan ini bertentangan dengan perkataan orang-orang yang menduga bahwa Ashhaabul-Hadiits ialah para pembawa kayu bakar dan penjaga malam yang mengumpulkan hal-hal yang tidak berfaedah, dan meriwayatkan hal-hal yang tidak bernilai pahala. Orang-orang tersebut menyampaikan sesuatu yang mampu membatalkan keislaman mereka, sebab mereka tidak mengenali makna-makna dari hadits tersebut, serta meninggalkan tafaqquh (memahami agama) dan riwayat-riwayat. Kemudian mereka bersandar terhadap akal dan qiyas yang berganti-rubah” [final – Shahih Ibni Hibban no. 6223]
3.    Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
قَالَ الْمَازِرِيّ : وَقَدْ أَنْكَرَ بَعْض الْمَلَاحِدَة هَذَا الْحَدِيث , وَأَنْكَرَ تَصَوُّره , قَالُوا كَيْف يَجُوزُ عَلَى مُوسَى فَقْء عَيْن مَلَك الْمَوْت ؟ قَالَ : وَأَجَابَ الْعُلَمَاء عَنْ هَذَا بِأَجْوِبَةٍ : أَحَدهَا أَنَّهُ لَا يَمْتَنِع أَنْ يَكُونَ مُوسَى صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَذِنَ اللَّه تَعَالَى لَهُ فِي هَذِهِ اللَّطْمَة , وَيَكُون ذَلِكَ اِمْتِحَانًا لِلْمَلْطُومِ , وَاَللَّه سُبْحَانه وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِي خَلْقه مَا شَاءَ , وَيَمْتَحِنُهُمْ بِمَا أَرَادَ . وَالثَّانِي أَنَّ هَذَا عَلَى الْمَجَاز , وَالْمُرَاد أَنَّ مُوسَى نَاظَرَهُ وَحَاجَّهُ فَغَلَبَهُ بِالْحُجَّةِ , وَيُقَالُ : فَقَأَ فُلَان عَيْن فُلَان إِذَا غَالَبَهُ بِالْحُجَّةِ , وَيُقَالُ : عَوَرْت الشَّيْء إِذَا أَدْخَلْت فِيهِ نَقْصًا قَالَ : وَفِي هَذَا ضَعْفٌ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” فَرَدَّ اللَّه عَيْنه ” فَإِنْ قِيلَ : أَرَادَ رَدّ حُجَّته كَانَ بَعِيدًا . وَالثَّالِث أَنَّ مُوسَى صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْلَمْ أَنَّهُ مَلَك مِنْ عِنْد اللَّه , وَظَنَّ أَنَّهُ رَجُلٌ قَصَدَهُ يُرِيدُ نَفْسَهُ , فَدَافَعَهُ عَنْهَا , فَأَدَّتْ الْمُدَافَعَةُ إِلَى فَقْءِ عَيْنِهِ , لَا أَنَّهُ قَصَدَهَا بِالْفَقْءِ , وَتُؤَيِّدُهُ رِوَايَة ( صَكَّهُ ) , وَهَذَا جَوَاب الْإِمَام أَبِي بَكْر بْن خُزَيْمَةَ وَغَيْره مِنْ الْمُتَقَدِّمِينَ , وَاخْتَارَهُ الْمَازِرِيّ وَالْقَاضِي عِيَاض
”Telah berkata Al-Maziri : Sebagian atheis mengingkari hadits ini beserta gambarannya dengan argumen : ”Bagaimana mungkin Nabi Musa mencongkel mata Malaikat Maut ?”. Maka para ulama menjawab syubhat ini dengan beberapa tanggapan : Pertama ; Tidak tidak mungkin jika Allah membolehkan Musa’alaihis-salaam untuk melaksanakan tamparan ini selaku ujian dan ujian bagi yang ditampar (yaitu Malaikat Maut), sebab Allah melakukan pada makhluk-Nya sekehendak-Nya. Juga, menguji makhluk-Nya dengan sekehendak-Nya pula. Kedua ; Hal ini yaitu majaz. Maksudnya, Musa hendak mendebat Malaikat dan sabung argumentasi dengannya sehingga mengalahkannya. Dikatakan faqa-a fulaanun ’aina fulaanin jika ia mengalahkan argumen lawannya. Tetapi usulan ini lemah, alasannya sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Lalu Allah mengambalikan matanya”. Bila dikatakan bahwa tujuannya adalah ”mengambalikan membantah hujjahnya” ; maka ini adalah jauh sekali. Ketiga ; Musa tidak tahu bahwa yang tiba padanya yaitu Malaikat delegasi Allah. Musa menerka bahwa ia yaitu orang asing yang mengharapkan nyawanya, sehingga Musa harus membela dirinya dan menamparnya. Pembelaan ini menciptakan dirinya tanpa sengaja mencungkil matanya. Ini adalah tanggapan Al-Imam Abu Bakr bin Khuzaimah dan yang yang lain dari golongan ulama terdahulu. Pendapat ini juga diseleksi  oleh Al-Maziri dan Al-Qadli ’Iyadl” [Syarh Shahih Muslim oleh An-Nawawi hal. 1621–1622;]‎
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq‎