Pengirim Ilmu Aturan ( Pih ) Wacana Ilmu Aturan

 A. Pendahuluan
Ilmu aturan dalam bahasa Belanda disebut ”Rechtwetenschap”  atau ” Jurispruden” dalam bahasa Jerman, atau ”Jurisprudence”  ( Inggris ), banyak yang meragukan keberadaannya selaku suatu ilmu wawasan.
Satjipto Rahardjo menyoroti ilmu hukum meliputi dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan aturan. Berdasarkan definisi diatas lalu beliau menyusun daftar persoalan yang dipelajari ilmu hukum yaitu :
  1. Mempelajari asas-asas aturan yang pokok.
  2. Mempelajari metode formal aturan.
  3. Memperlajari konsepsi-konsepsi hukum dan arti fungsionalnya dalam penduduk .
  4. Mempelajari kepentingan sosial apa saja yang dilindungi oleh aturan.
  5. Ingin mengetahui apa bekerjsama hukum itu, dari mana dia tiba/timbul, apa yang dilakukannya dan dengan cara/ fasilitas apa ia melakukannya.
  6. Mempelajari apakah keadilan itu dan bagaimana dia merealisasikan dalam aturan.
  7. Mempelajari ihwal pertumbuhan hukum, apakah aturan itu semenjak dahulu sama dengan aturan yang kita kenal sekarang, bagaimanakah bahwasanya hukum itu berubah dari kurun ke periode?
  8.  Mempelajari pedoman hukum sepanjang masa.
  9. Mempelajari bagaimana kedudukan aturan itu bahwasanya dalam masyarakat, bagaimana hubungan perkaitan anatara hukum dengan subsistem lain dalam masyarakat, mirip politik, ekonomi, dan sebagainya.
  10. Apabila memang ilmu aturan itu disebut sebagai ilmu, bagaimana sifat-sifat atau abjad keilmuannya.
Sementara itu, Gustaf Radbruch menggunakan ilmu hukum selaku ilmu lain yang mempelajari makna objektif tata hukum yang disebut dengan ”dogmatika hukum” atau ilmu hukum dalam arti strict ( legal science proper ). Paul Scholten menyatakan ilmu aturan yang sebenarnya adalah bidang studi yang menelaah hukum yang berlaku selaku sebuah besaran.

 Pertanyaan yang sering mencuat adalah, apakah ilmu aturan mampu dikategorikan selaku ilmu?
salah satu ilmuwan hukum yang menolak ilmu hukum sebagai ilmu yaitu Von Kircmann dengan argumentasi selaku berikut :
  1. Objek dari ilmu hukum adalah aturan yang hidup dalam bangsa tertentu, namun ilmu aturan mustahil menguasai hukum itu, alasannya adalah dengan adanya pertumbuhan dan dinamika aturan menimbulkan ilmu hukum menjadi studi aturan dari zaman lampau.
  2. Hukum itu terikat pada positifnya masing-masing, dengan adanya paksaan dan hukuman orang akan menaati aturan, tidak acuh hukum itu baik atau jahat, dalam lapangan hukum lain pemaksaan itu tidak ada.
  3. Karena ketertarikannya pada undang-undang konkret menimbulkan ilmu aturan mustahil menjadi ilmu. Hal ini disebabkan ilmu aturan tidak mampu melakukan penelitian secara bebas, karena dia harus taat pada yang berwenang.
  4. Objek ilmu aturan itu terletak diluar aturan konkret dan terdiri dari naturlijke wet. ilmu hukum yang tidak membahas naturlijke wet bukanlah ilmu hukum.
  5. Ilmu memiliki objek khusus yang awet, yang adikara, bukan aturan faktual,
  Seksualitas Suku Batak Silaban, Pandangan Tata Cara Politik Di Dki Jakarta, Dan Kalimantan Barat

 Terhadap pertanyaan itu mampu dilihat dari dua titik pandang ialah :

Pertama, di satu pihak menurut pedoman positivistik, maka ilmu aturan harus dipisahkan relasi antara hukum dengan susila sehingga ilmu hukum itu bukanlah ilmu oleh sebab hanya sosiologi hukum empirik dan teori hukum empirik dalam arti sempit selaku ilmu. sedangkan yang lainnya termasuk keahlian aturan terdidik ( rechtsgeleerdheid ). 

Kedua, di lain pihak berdasarkan pemikiran normatif, maka hendaknya dipisahkan antara kekerabatan hukum dan akhlak sehingga tiap teori aturan dalam arti luas dapat menjadi ilmu. Aspek ini lebih rinci dan lugas ditegaskan oleh J.J.H. Bruggink dengan redaksional selaku berikut :
Hanya sosiologi aturan empirik dan teori hukum empirik dalam arti sempit yang dapat disebut ilmu berdasarkan kriterium positivistik. kegiatan sosiologi hukum  kontemplatif , dogmatika aturan ( atau  ilmu aturan  dalam arti sempit ). Teori hukum kontemplatif dalam arti sempit dan filsafat aturan harus dipandang selaku bukan ilmu aturan, melainkan sebagai ”rechtsgeleerdheid” ( keadilan hukum terdidik atau kemahiran hukum terdidik ), setidak-tidaknya demikian berdasarkan persepsi positivistik. Menurut pandangan normatif, tiap teori aturan ( dalam arti luas ) dapat memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan bagi ilmu, sehingga tiap cabang teori hukum ( dalam arti luas ) dapat menyandang gelar ‘ilmu’.
Dengan mengacu kepada pedoman normatif maka ilmu aturan dapat diklasifikasikan selaku ilmu. Oleh sebab ilmu hukum yakni dalam ruang lingkup ilmu maka dalam kemajuan ternyata timbul dua kecenderungan ilmu hukum, yaitu :
1. Kecenderungan pertama ilmu aturan ternyata terbagi dalam bidang yang seolah-olah bangkit sendiri seperti adanya pembidangan Ilmu Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, dan lain-lain. Konsekuensi pembagian yang demikian memiliki kecenderungan  seakan-akan masing-masing berdiri sendiri. Dengan demikian, kecenderungan ini membentuk ilmu aturan kedalam ilmu yang bersifat normatif, empiris, dan sosiologis. Lazimnya dengan dimensi demikian ini membawa pengaruh seringkali para penganut ketiga bidang ilmu aturan tersebut saling menafikan anatar satu dengan yang lain.
2. Kecenderungan kedua mengakibatkan prediksi ternyata ilmu aturan menumpang pada bidang ilmu lain sehingga menimbulkan wajah di mana ilmu aturan merupakan suatu ilmu yang bangkit sendiri dan unik. Aspek ini tampak tampakada pandangan yang menganalogikan ilmu hukum dengan sosiologi aturan dan antropologi aturan. Oleh alasannya itu, secara kasatmata dengan kecenderungan demikian mengakibatkan Ilmu Hukum menjadi disintegrasi. Padahal pada dewasa ini semestinya ilmu aturan mesti bersifat integratif yaitu sebuah kebutuhan yang sepertinya merupakan kewajiban ditinjau dari aspek ontologis, epistemologis, dan axiologis.

 1) Aspek Ontologis, ilmu hukum pada hakikatnya akan menjawab apakah titik tolak kajian subtansial dari ilmu aturan.

Ternyata dari aspek Ontologi kajian substansial Ilmu Hukum terletak pada ” Kaidah-kaidah Hukum ”. Tegasnya Ilmu Hukum mustahil mampu dipisahkan dari kaidah Hukum. Tetapi dalam koreelasi demikian ini persoalannya timbul dalam posisi  dan suasana kaidah aturan yang bagaimana menjadi prhatian dari ilmu aturan. Seperti diuraikan konteks di atas maka Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum mempelajari sikap aturan selaku realita hukum ( Taatscachen Wissenchaft ). Kedua bidang ilmu aturan ini adalah Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum tidak mampu melepaskan diri dari adanya kreteria bahwa sikap atau realita itu bersifat normatif. Ciri kaidah hukum terlihat dengan adanya legitimasi dan sanksi. Pada dasarnya legitimasi mengakibatkan bahwa suatu hal yang akan menjadi kaidah itu disahkan oleh kewibawaan tertentu, sedangkan sanksi mengakibatkan suatu hal yang hendak menjadi kaidah aturan itu bila dilanggar menyebabkan adanya hukuman. Tanpa terbagi-bagi ke dalam bidang-bidang kajian, ilmu hukum dengan sendirianya sudah mengkaji nilai, kaidah, dan perilaku. Sedangkan perbedaan antara satu kajian dengan kajian lainnyaa yakni kadar, intensitas atau derajat di antara ketiga hal itu. Seringkalo yang dipentingkan adalah bidang perilaku, terhadap nilai atau kaidah seperti Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum misalnya lebih menekankan pengkajian sikap hukum.
2) Aspek Epistemologi, ilmu aturan akan menjawab bagaimana menerima kebenaran dengan lewat sistem ilmu hukum.
 Aspek Epistemologi Ilmu maka ilmu hukum memutuskan kajian mendasar kepada faktor kebenaran dengan Teori Kebenaran ( The Correspondence Theory og Truth ) dan Teori Kebenaran Pragmatik ( The Pragmatic Theory of Truth ) serta dengan sistem Logika-hipotetika-verifikasi. 
3) Aspek Axiologi akhirnya akan menjawab kegunaan dari ilmu aturan itu sendiri.
Axiologi aturan, konkretnya, dari faktor trsebut Axiologi ilmu aturan akan berkoleratif terhadap kegunaan dari ilmu hukum itu tersendiri. Sebagaimana diketahui bareng sebetulnya ilmu aturan bersifat dinamis dalam artian memiliki efek dan fungsi yang khas ketimbang bidang-bidang hukum lainnya.
Apabila dijabarkan secara intens, rincian, dan terang , maka peran /pengaruh Ilmu HUkum tersebut dari faktor Axiologi Ilmu yaitu selaku berikut :
Pertama, dalam proses pembentukan aturan Ilmu aturan melalui hasil observasi, kajian teoretik dari para doktrina selaku bahaan masukan yang sangat penting dalam rangka menjadi masukan untuk menyusun RUU ( Rancangan Undang-Undang ) sehingga diharapkan nantinya undang-undang yang dipraktekkan mampu berfungsi maksimal karena telah menyanggupi analisis, filosofis, yuridis dan sosiologis.
Kedua, dalam praktik aturan umum pada proses  peradilan oleh hakim, jaksa/penuntut lazim, penasehat aturan dipergunakan pertimbangan para doktrina untuk menyusun putusan, tuntuta dan pembelaa. Dari aspek ini merupaan perpaduan antara dunia teori dan dunia praktik.
Ketiga, ilmu aturan juga mampu berpengaruh untuk pendidikan hukum baik yang bersifat formal dan informal serta untuk jangka panjang akan besar lengan berkuasa terhadap mutu pendidikan hakum dan lulusannya.
Keempat, bahwa dengan pesat dan majunya ilmu aturan akan menarik, memacu dan kuat kepada kemajuan bidang-bidang yang lain diluar aturan. Peranan ilmu aturan di sini terlihat terhadap bidang-bidang yang memerlukan suatu kejelasan dan pengaturan di mana sutau tata cara aturan berusha mengendalikan  bidang yang bersifat progresif dan interventif; sedangkan fungsi ilmu hukum dari aspek Axiologis Ilmu terlihat dalam :
Pertama, bahwa ilmu aturan berusaha  mensistemasi materi-materi aturan yang terpisah-pisah secara komprehensig dalam sebuah buku aturan seperti : Kondefikasi, Unifikasi, dan lain-lain;
Kedua, bahwa adanya fungsi ilmu aturan yang mendeskripsikan pertimbangan-pertimbangan dan dibutuhkan olh bidang-bidang lain serta sebagai pecerahan guna menanggulangi kesusahan dan kebuntuan yang meluas dalam dunia aturan utamanya terhadap ilmu aturan yang bersifat legalitas.


B. Disiplin Ilmu Hukum
Dalam perkembangannya Ilmu aturan mengaa=lami kemajuan yang demikian pesat sehingga para spesialis membagi disiplin aturan itu menjadi beberapa kelompok, adalah :
1. Disiplin aturan mempelajari hukum selaku objeknya dengan pendekatan internal aturan.
2. Sedangkan disiplin nonhukum memperlajari aturan melalui pendekatan eksternal mirip ”sosiologi hukum, sejarah hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum”.
Selanjutnya ilmu aturan dibagi lagi menjadi beberapa golongan, adalah :
1. Ilmu perihal kaidah ialah ilmu yang mempelajari aturan sabagai peraturan, norma, atau kaidah yang diakui selaku kebenaran.
2. Ilmu ihwal pengertian yaitu ilmu yang membicarakan pokok-pokok pemahaman aturan mirip subjek aturan, objek hukum, sumber aturan, hak dan keharusan,  relasi hukum dan lain-lain.
3. Ilmu wacana realita ilmu yang mempelajari hukum selaku sikap atau tindakan.
Sumber bacaan : Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU ( Pengantar Ilmu Hukum