close

Pengikisan Di Indonesia Dan Siklus Hidrologi

Erosi Di Indonesia Dan Siklus Hidrologi 
Teknik Pengawetan Tanah dan Air ialah penerapan prinsip-prinsip teknik dan biologi untuk menuntaskan problem-masalah pengelolaan tanah dan air. Menurut Schwab., et al (1997) masalah-masalah teknik tanah dan air dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: 
(i) pengendalian abrasi; 
(ii) drainase; 
(iii) irigasi; 
(iv) pengendalian banjir dan 
(v) pengembangan dan pengaweta/konservasi sumber-sember daya air. 
Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Teknik Pengawetan Tanah dan Air didasarkan pada integrasi dari ilmu-ilmu tanah terutama fisik tanah; tumbuhan dan pengelolaan air serta lingkungan.
Jumlah masyarakatyang terus meningkat terutama di Indonesia mengakibatkan kebutuhan terhadap pengawetan sumberdaya alam; sehingga tepatlah jikalau dilema teknik pengawetan tanah dan air terutama pengikisan merupakan duduk perkara nasional. Selain itu efek terjadinya pengikisan mampu menimbulkan beragam efek negatif; misalnya di sektor pertanian mampu menurunkan produktivitas lahan yang pada gilirannya akan menurunkan produksi flora. Sementara di bidang kesehatan yakni terjadinya banjir terutama di perumahan penduduk mampu menimbulkan beragam penyakit. Selain itu abrasi dapat pula mencemari lingkungan utamanya mencemari air karena limpasan hujan yang menenteng sedimen, hara dan pestisida. Secara teknis sedimen yang dibawa limpasan hujan dapat pula terendapkan di jalan masuk-saluran irigasi atau sungai-sungai dan pada gilirannya akan memperkecil kapasitas jalan masuk ataupun sungai. Dampak nyata dari sedimentasi yang dibawa oleh limpasan hujan akan menyuburkan lahan sebab sedimen berasal dari penggerusan top soil (lapisan tanah bab atas) yang merupakan media tanam yang sungguh subur. 
Brooks ., dkk (1991) beropini bahwa penyebab terjadinya pengikisan ada dua yaitu air dan angin; Indonesia selaku negara tropis sungguh jarang atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi erosi yang disebabkan oleh angin. Erosi yang terjadi di Indonesia yaitu disebabkan hanya oleh air; hal ini juga lebih disebabkan juga alasannya adalah Indonesia yaitu negara tropis; dan adanya dua musim adalah animo hujan dan animo kemarau. Musim hujan dengan jumlah hujan pertahun melampaui 1500 milimeter; maka jumlah hujan yang tinggi ini utamanya pada isu terkini hujan akan memacu terjadinya abrasi. Bila perencanaan konservasi teknik tanah dan air baik maka pada ketika demam isu hujan air dapat disimpan (konservasi) di dalam tanah dan dipegang oleh agregat-agregat tanah (water holding capacity) ;sehingga agregat tanah susah melepaskan air. Keadaan ini juga yang salah satu penyebab mengapa abrasi angin tidak terjadi di Indonesia; sementara angin yang berhembus di Indonesia tidak sekencang angin yang berhembus di kawasan gurun
Erosi angin hanya terjadi pada tempat kering atau semi kering; sementara tempat yang rusak karena terjadinya erosi angin yaitu tempat-daerah lahan pasir atau tanah bertekstur pasir (sedikit daya ikat antar partikel) yang kering atau daerah pinggir pantai ataupun kawasan gurun pasir. Biasanya partikel-partikel tanah yang dibawa angin sebagai abrasi angin adalah partikel tanah yang sungguh halus (diameter 0,02 hingga 0,1 mm); sedangkan partikel tanah yang lebih besar tetap tinggal di permukaan lahan. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya erosi maka Gambar di bawah ini merinci siklus hidrologi baik di lahan yang terbuka (bera) maupun pada lahan yang tertutup oleh tanaman (cover crop).
Gambar 1 berikut ini yakni siklus hidrologi yang menggambarkan sebuah siklus yang terjadi di lahan miring; dimulai dari curah hujan yang turun ke permukaan lahan, sampai hujan masuk ke permukaan tanah sebagai infiltrasi, sisanya mengalir di atas permukaan tanah selaku limpasan hujan dan yang lain menguap ke atmosfir kemudian hujan turun lagi ke permukaan tanah.
Gambar Siklus Hidrologi
Gambar menggambarkan dari mulai hujan jatuh ke permukaan tanah (baik tanah yang tertutup oleh cover crop maupun hujan yang jatuh pada tanah yang bera terutama lahan miring. Sebahagian hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan tertahan di permukaan daun (interseption), dan sebagian lagi akan masuk ke permukaan tanah selaku infiltrasi dan sebahagian lagi akan mengalir di permukaan lahan sebagai limpasan hujan (run off) . 
Hujan yang jatuh pada tanah yang tertutup cover crop akan tertahan lebih dulu pada daun ; besarnya hujan yang tertahan di atas permukaan daun sangat dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan daun. Sebagai contoh bahwa daun pinus akan menahan air hujan lebih kecil dibandingkan dengan daun keladi. Curah hujan dengan drop size akan menghantam eksklusif permukaan tanah yang bera sehingga agregat tanah akan terpecah menjadi partikel-partikel tanah. Praktis tidaknya agregat tanah hancur menjadi partikel-partikel tanah sungguh tergantung dari: (i) besarnya hujan khususnya intensitas hujan dengan drop sizenya; dan (ii) tekstur tanah di lahan tersebut; tektur pasir alasannya ikatan antar partikelnya rendah maka agregat tanahnya akan lebih gampang terpecahkan dibandingkan dengan tanah dengan tekstur liat. Drop size (ukuran butiran-butiran hujan) dengan kinetik enerji dan massanya akan menghantam agregat tanah sehingga hancur menjadi partikel-partikel tanah dan partikel tanah yang sudah hancur ini dengan mudah akan dibawa oleh limpasan hujan ke kawasan-daerah yang lebih rendah dan akan terkumpul sebagai sedimen . Sedangkan air hujan yang tertahan di permukaan daun sebahagian secara perlahan akan teruapkan (terevaporasi) ke atmosfir selaku uap air atau dan sebahagian lagi akan jatuh ke permukaan tanah dan masuk ke permukaan tanah selaku infiltrasi. Besar dan kecepatan (velocity) limpasan hujan sungguh tergantung dari kemiringan tanah dan kapasitas infiltrasi yang juga dipengaruhi oleh besar dan kecilnya pori-pori tanah. 
Air hujan yang masuk ke permukaan tanah selaku infiltrasi sebagian akan terperkolasi dan limpasan hujan yang tidak terinfiltrasi tetap berada di atas permukaan tanah dan akan menguap ke atmosfir yang lebih dikenal dengan evaporasi.
Air hujan yang terintersep di permukaan daun sebahagian akan jatuh per lahan-lahan ke permukaan tanah dan sebahagian lagi akan teruapkan ke atmosfir (transpirasi). Evaporasi dan transpirasi akan terkumpul menjadi awan dan kalau terjadi benturan yang ahli diantara awan maka akan turun menjadi hujan.
Erosi yakni penggerusan lapisan tanah bab atas atau top soil yang disebabkan oleh air dan angin. (Nurpilihan, 2001). sementara abrasi yang disebabkan oleh hanyutnya partikel-partikel tanah oleh terjadinya pedoman permukaan (run off) sungguh membahayakan baik di bidang pertanian maupun imbas lain di bidang non pertanian. Schwab, et al., (1997) berpendapat bahwa abrasi ialah salah satu persoalan penting pada bidang pertanian, sebab erosi selain menurunkan produktivitas lahan juga ialah aspek utama sedimen yang menyebabkan polusi sungai dan penggenangan pada waduk. Terjadinya pengendapan partikel-partikel tanah di waduk akan mensugesti kapasitas waduk, sehingga waduk tidak mampu memuat air sesuai dengan kapasitas tampungnya.
Top soil atau bagian atas tanah merupakan media berkembang tumbuhan yang amat subur ; tebal lapisan top soil ini sangat beraneka ragam, tetapi di kawasan pertanian tebal top soil berkisar 30 sampai 50 sentimeter . Di negara dengan iklim tropis kehilangan lapisan tanah bab atas berkisar antara 2 sampai 4 sentimeter pertahun; hal ini sungguh diperngaruhi oleh tektur tanah dan besarnya intensitas hujan. Bila top soil terus menerus tergerus oleh proses pengikisan tanpa adanya pengendalian maka top soil akan habis dan di permukaan tanah akan muncul sub soil. Lapisan tanah sub soil ini tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman ; akibat dari keadaan ini yakni tanah tidak dapat mendukung kemajuan flora alasannya flora tidak mampu berkembang pada lapisan tanah sub soil.
Bennet (1989) beropini bahwa untuk membentuk satu sentimeter lapisan tanah top soil dari parent material (bahan induk) dibutuhkan waktu 300 sampai 1000 tahun. Menyimak pertimbangan Bennet ini maka seharusnyalah untuk mempertahankan ketebalan top soil ini dari proses pengikisan yang terjadi.