Yang terakhir ini ialah perbuatan yang didorong tidak cuma oleh motif ekonomi namun juga oleh pertimbangan-pendapatpsikologis, sosiologis, dan bahkan politis. Fungsi apa yang dikerjakan oleh seorang wiraswasta serta bagaimana beliau melaksanakan itu pada gilirannya memberikan kepadanya tipe kepribadian tertentu. Dipandang dari sudut ini kiranya cukup umur ini dapat dibedakan lima tipe pokok wiraswasta.
Kita menginginkan secara nasional, kita memiliki bangsa yang kelak dapat bangkit penuh atas nilai-nilai kepribadian yang bermutu tinggi. Makara kewiraswastaan berisikan 3 bab pokok yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, yaitu:
Bagian ke-3 ini sudah banyak didapatkan dari pendidikan sekolah-sekolah yang ada. Akan namun, bab ke-1 dan ke-2 masih membutuhkan banyak waktu dan anutan untuk mengembangkannya.
Khususnya untuk penduduk pedesaan, yang tingkat pendidikan formalnya cuma rata-rata sampai dengan SD, maka pendidikan kewiraswastaan ini harus secara sarat diberikan untuk tiga komponen di atas. Dorongan untuk memajukan wiraswasta adalah mirip suatu kendaraan beroda empat yang tidak memiliki dinamo. Bila sang mobil didorong-dorong maka dia akan berjalan. Akan tetapi, begitu berhenti didorong, maka mobil pun berhenti. Bukankah yang kita perlukan dinamo? Dinamo yang dimaksudkan yaitu daya pelopor diri.
Jadi, setiap orang harus kita berikan dinamo itu semoga beliau mampu berlangsung sendiri tanpa perlu didorong. Demikianlah peranan pendidikan kewiraswastaan dalam memotivasi masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan. Dengan kata lain, bahwa untuk mengakibatkan jumlah masyarakatyang besar menjadi modal pembangunan adalah melalui pendidikan kewiraswastaan. (Suparman Sumahamijaya).
Moh. Said Reksohadiprodjo menulis, bilamana istilah wiraswasta diterima wira atau prawira memiliki arti apa yang bersifat mulia atau luhur, dan swasta yang biasanya digunakan untuk menyatakan pihak bukan pemerintah, bahu-membahu berarti kesanggupan untuk bangun (=sta) atas kekuatan sendiri (=swa), jadi kemampuan untuk mampu berdiri diatas kaki sendiri, otonom, berdaulat atau merdeka lahir batin.
Jadi seorang wiraswasta yakni seorang pebisnis yang di samping bisa berusaha dalam bidang ekonomi biasanya dan niaga terutama secara sempurna guna (tepat dan berkhasiat, efektif dan efisien), juga berwatak merdeka lahir batin serta berbudi luhur. Gambaran ideal manusia wiraswasta adalah orang yang dalam keadaan bagaimanapun daruratnya, tetap bisa bangun atas kemampuan sendiri untuk menolong dirinya keluar dari kesulitan yang dihadapinya, termasuk menangani kemiskinan tanpa bantuan instansi pemerintah atau instansi sosial. Dan dalam keadaan yang biasa (tidak darurat) manusia-manusia wiraswasta bahkan akan bisa mengakibatkan dirinya maju, kaya, berhasil lahir dan batin, karena mereka mempunyai kelebihan sebagai berikut:
Seorang wiraswasta adalah seseorang yang mempunyai pribadi andal, produktif, kreatif, melaksanakan kegiatan penyusunan rencana bermula dari ilham sendiri, lalu berbagi kegiatannya dengan memakai tenaga orang lain dan senantiasa berpegang pada nilai-nilai disiplin dan kejujuran yang tinggi.
Jika ada orang melaksanakan perjuangan, meraih pertumbuhan sebagian besar lewat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) atau hanya selaku calo, tukang catut, maka dia itu tak termasuk wiraswasta sejati, bisnis mirip ini akan mengalami kehancuran pada waktunya.
Jadi ciri-ciri seorang wiraswasta yaitu:
- perilaku orangnya terpuji, disiplin, jujur, bersungguh-sungguh
- Berani menanggung resiko dengan sarat perkiraan yang masak
- Mempunyai daya kreasi, motivasi dan imajinasi
- Hidup efisien, tidak boros, tidak pamer kekayaan (demonstration effect).
- Mampu mempesona orang lain, karyawan untuk berhubungan
- Mampu memeriksa, menyaksikan peluang-potensi
Melihat pada uraian di atas, dan juga dalam banyak sekali goresan pena/literatur tampak adanya pemakaian ungkapan saling bergantian antara wiraswasta dan wirausaha. Ada persepsi yang menyatakan bahwa wiraswasta selaku pengganti dari perumpamaan entrepreneur. Dan juga ada persepsi untuk ungkapan entrepreneur digunakan wirausaha. Sedangkan untuk istilah entrepreneurship dipakai istilah kewirausahaan. Istilah wiraswasta yang digunakan di atas bukanlah pengganti istilah entrepreneur, terlebih mengubah perumpamaan usahawan. Memang kalau diamati prilaku entrepreneur di negara barat berlawanan dengan prilaku wiraswasta di negara kita. Iri khas entrepreneur barat sifatnya individualistis, kapitalis, dan persaingan tajam dengan berusaha mematikan musuh, berlainan dengan wiraswasta Indonesia yang mengagungkan kebersamaan, membantu orang lain dengan tata cara anak bimbing atau anak angkat bagi perjuangan-usaha kecil, dan meningkatkan lingkungan.
Soehardi Sigit menulis kata “entrepreneur” secara tertulis digunakan pertama kali oleh Savary pada tahun 1723 dalam bukunya “Kamus Dagang”.
Menurut Savary, yang dimaksud dengan entrepreneur adalah orang yang membeli barang dengan harga pasti, walaupun orang itu belum tahu dengan harga berapakah barang (atau guna ekonomi) itu akan dijual lalu.
Kemudian setelah itu banyak penulis yang memberi arti berbeda-beda, apa yang dimaksud dengan “entrepreneur” dan apa yang dimaksud dengan “entrepreneurship”. Dari aneka macam pertimbangan , dapatlah kiranya diketengahkan adanya perbedaan-perbedaan pertimbangan apa yang disebut entrepreneur:
Sebagai acuan, di Amerika sendiri istilah entrepreneur menawarkan gambaran atau image yang berlainan-beda. Misalnya dalam sebuah kepustakaan yang dimaksud entrepreneur atau ‘enterprising man’ yaitu orang yang:
Dalam beberapa segi pandangan hikayat Amerika, entrepreneur digambarkan sebagai tokoh jagoan yang membuka hutan, menaklukkan gunung, membendung sungai membuat dam, membangun masyarakat baru, menanjak dari orang yang tiada sampai menjadi orang berada kesemuanya itulah yang membentuk bangsa Amerika sebagai bangsa baru.
Dalam kepustakaan bisnis beberapa Sarjana Amerika memberi arti entrepreneurship selaku acara individual atau golongan yang membuka usaha gres dengan maksud menemukan laba (keuntungan), memelihara usaha itu dan membesarkannya, dalam bidang produksi atau distribusi barang-barang ekonomi atau jasa.
Meskipun orang dapat memberi arti ‘entrepreneur dan entrepreneurship’ berlainan-beda, namun usulan Schumpeter pada tahun 1912 masih banyak diikuti oleh aneka macam kalangan. Pendapat Schumpeter yang masih banyak dibarengi dan diterima itu disebutkan oleh seorang penulis sebagai berikut:
Jean Baptist Say menggambarkan fungsi entrepreneur dalam arti yang lebih luas, menekankan pada fungsi penggabungan dari aspek-faktor produksi dan perlengkapan manajemen yang kontinyu dan disamping itu, juga selaku penanggung resiko.
Pandangan berwirausaha, sekarang tampaknya lebih maju dan memasuki sektor pemerintahan. Pemerintah mulai menginginkan pengelolaan assets negara secara wirausaha. Para pejabat dengan segala aparatnya harus bertindak sebagai wirausaha, mengamati faktor-faktor hemat, untung/rugi dalam menjalankan, mengorganisir assets negara. Pemerintah mulai menghemat subsidi yang kian lama terasa makin merongrong keuangan negara. Kaprikornus ungkapan wirausaha inipun berlaku pula di dalam jajaran pemerintahan.
Jadi mampu disimpulkan bahwa wirausaha yaitu sebuah perilaku mental yang berani menanggung resiko, berpikiran maju, berani berdiri di atas kaki sendiri. Sikap mental inilah yang mau menenteng seorang usahawan untuk mampu berkembang secara terus menerus dalam jangka panjang. Sikap mental ini perlu ditanamkan serta ditumbuhkembangkan dalam diri angkatan muda bangsa Indonesia, agar dapat mengejar-ngejar ketertinggalan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.