Pengertian Ulumul Quran

Kata “Ulum”

Kata ‘Ulum dalam bahasa arab yakni bentuk jamak (plural) dari kata عِلْمُ  (‘ilm). Ia ialah bentuk masdar dari kata  ( عَلِمَ-  يَعْلَمُ : عُلُوْمٌ) .

Secara etimologi arti kata عِلْمُ (ilmu) yaitu semakna dengan kata  المعرفة  الفهم و (pengertian dan pengetahuan).

Pada usulan yang lain kata ilmu juga diartikan dengan kata الجزم (yang pasti), artinya sebuah kepastian yang dapat diterima akal penjelasannya.  

Di dalam ensiklopedi islam diterangkan bahwa kata ilmu adalah merupakan lawan kata dari jahl yang berati ketidaktahuan, atau kebodohan.

Kata ilmu juga umumdisepadankan dengan kata bahasa arab lainnya, yakni ma’rifah (wawasan),  fiqh (pengertian), pesan tersirat (kecerdikan), dan syu’ur (perasaan). Ma’rifah yaitu sinonim yang paling kerap dipakai.

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menerangkan bahwa  setiap kosa kata bahasa arab yang menggunakan kata yang tersusun dari abjad-karakter ain, lam, dan mim dalam berbagai bentuknya yaitu berarti sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan.

Berdasarkan pengertian ilmu tersebut maka mampu ditarik sebuah pemahaman bahwa arti kata ‘Ulum(selaku jamak (plural) dari kata ilmu) secara etimologi yaitu bermakna kumpulan dari beberapa ilmu.

Secara terminologi, definisi ilmu cukup beragam sekali, alasannya pemahaman tersebut senantiasa diwarnai oleh pendekatan masing-masing tokoh, yakni sebagai berikut:

a) M. Quraishy shihab mendefenisikan  ilmu  selaku :
اِدْرَاكُ الشَّيْءِ بِحَقِيْقَتِهِ
mengenali yang bekerjsama.

b) Menurut  para  hukama’, ilmu ialah:
يريدون به صورة الشيء الحاصلة فى العقل او تعلق النفس با الشيء على جهة انكشافه
Suatu yang dengannya menunjukkan gambaran terhadap sesuatu yang dihasilkan akal atau ketergantungan diri dengan sesuatu berdasarkan istilah yang jelas.

c) Para Ahli Kalam memberi pengertian ilmu dengan:
بانه صفة يتجلى بها الامر لمن قامت به
Suatu yang dengannya (ilmu) seseorang menjadi memiliki sifat yang terperinci dalam menghadapi sebuah masalah.

Ketika ilmu diartikan dengan wawasan, maka wawasan memiliki dua jenis, adalah pengetahuan biasa dan wawasan ilmiah. Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, mirip perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi untuk mengenali sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara, dan kegunaannya.

Dalam bahasa inggris jenis pengetahuan ini disebut knowledge. Selanjutnya pengetahuan ilmiah yakni keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengenali sesuatu, namun dengan memperhatikan objek yang ditelaah, cara yang dipakai, dan kegunaan pengetahuan tersebut.

Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah harus mengamati objek ontologis, landasan epistomologis, dan landasan aksiologis dari wawasan itu sendiri. Jenis wawasan ini dalam bahasa inggris disebut science.  maka adapun ilmu yang masuk dalam klasifikasi pengetahuan ini yakni pengetahuan ilmiah. Berdasarkan beberapa pemahaman ilmu tersebut pemakalah mengerti bahwa keberadaan ilmu yakni pengetahuan utuh kepada suatu objek yang mampu dibuktikan kebenarannya.

Selanjutnya pengertian ilmu juga mampu ditinjau dari klarifikasi ayat Al-Qur’an, misalnya sebagaimana penjelasan firman Allah SWT. dalam surah an-naml: 15-16.

  Ruang Lingkup Pembahasan 'Ulumul Qur’An

15. Dan Sesungguhnya Kami sudah memberi ilmu terhadap Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman”.
16. dan Sulaiman telah mewarisi Daud , dan Dia berkata: “Hai manusia, Kami telah diberi pemahaman perihal bunyi burung dan Kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini betul-betul suatu kurnia yang positif”.

Ayat ini menyimpulkan bahwa arti ilmu yang diwariskan Allah terhadap Nabi Daud dan Sulaiman terbagi dua bagian: adalah ilmu ihwal pengelolaan alam (sunnatullah) sebagai investasi untuk melakukan kenabian dan roda pemerintahan yang dipimpinnya, dan pengetahuan tentang kalamullah, adalah pengetahuan wacana kitab Zabur.

Dengan demikian sebuah ilmu dalam islam mesti mampu dibuktikan kebenarannya melalui standarisasi islam, sehingga proses melahirkan dan menerapkan ilmu tersebut penuhdengan nilai-nilai keislaman. Oleh karena hakikat ilmu dalam konsep islam adalah berasal dari Allah SWT. Maka proses penelusuran dan penggunaan ilmu tersebut wajib mematuhi nilai-nilai islam atau ketetapan yang telah dikelola Allah SWT.

Dalam konteks selaku disiplin ilmu, Abu Syahbah menjelaskan bahwa sebuah ilmu juga memiliki arti sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan. Maksudnya sebuah ilmu itu juga harus memiliki kesatuan daerah garapan pembahasan yang terperinci dan tujuan tertentu.

Dengan demikian, bahwa pengertian kata ‘Ulum sebagai jamak (plural) dari kata ilmu ialah kumpulan dari sejumlah wawasan ilmiah yang membicarakan sejumlah bahan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan.

Kata “Al-Qur’an”

Al-Qur’an secara etimologi mengandung makna yang berlainan-beda ditinjau dari perspektif ‘ulama, yaitu:

a) Al-lihyani dan mitra-mitra menyampaikan Al-Qur’an berasal dari kata qara’a (membaca)  adalah merujuk kepada firman Allah SWT. Pada surat al-Qiyamah (75) ayat 17-18:

17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pintar) membacanya. 18. kalau Kami telah tamat membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.

b) Al-Zujaj menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an merupakan kata sifat yang berasal dari kata القرأ (‘al-qar’) yang artinya menghimpun.  Kata sifat ini kemudian dijadikan nama bagi firman Allah yang diturunkan terhadap Nabi Muhammad SAW. Makna tersebut menunjukkan bahwa kitab Al-Qur’an menghimpun surat, ayat, cerita, perintah, larangan dan  intisari kitab-kitab suci sebelumnya.

c) Al-asy’ari menyampaikan bahwa Al-Qur’an diambil dari kata kerja ‘qarana’ (menyertakan) alasannya Al-Qur’an menyertakan surat, ayat, dan huruf-huruf.

d) Al-farra’ menerangkan bahwa kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar ‘qara’in’ (penguat) alasannya Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain.

Berdasarkan pendekatan etimologi tersebut mampu ditarik kesimpulan bahwa Al-Qur’an mempunyai beberapa patokan yang beragam, seperti kitab yang menjadi bacaan, kitab yang menghimpun aneka macam hal, kitab yang mengandung aneka macam kebaikan, dan kitab yang menguatkan kebenaran. Artinya semua makna nama-nama di atas ialah menunjukkan pesan faktual kepada keberadaan dan tugas Al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan manusia.

  Relevansi Ulumul Qur'an Dan Tafsir Al-Qur'an

Dalam teori lainnya, ungkapan Al-Qur’an dinyatakan selaku nama khusus yang ditujukan kepada kumpulan wahyu Allah SWT. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Istilah Al-Qur’an ini bukan berasal dari pecahan kata dalam bahasa arab yaitu nama kitab-kitab seperti Taurat, Zabur, dan injil. Semua ungkapan ini ialah khusus untuk nama kumpulan waahyu Allah SWT yang diturunkan terhadap Nabinya masing-masing.

Sedangkan Al-Qur’an secara terminologi berdasarkan usulan ‘ulama sebagaimana berikut:

a) Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan:

كَلَامُ اللهِ  الْمُنَزّلُ عَلَى مُحَمّدٍ (ص.م) المُتَعَبّدُ بِتِلَاوَتِهِ

“Kitab Allah yang diturunkan terhadap Nabi Muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala”.

Kalimat ‘membacanya menemukan pahala’ pada pemahaman di atas telah menawarkan  pada sebahagian orang bahwa cuma Al-Qur’an yang berpahal membacanya. Namun berdasarkan pemakalah sendiri pandangan demikian ialah keliru, karena kata-kata lain juga banyak yang bernilai pahala membacanya, seperti Haditst, zikir dan lain-lain. Menurut irit pemakalah kata-kata tersebut di dalam defenisi Al-Qur’an yaitu bermaksud untuk menunjukkan keutamaan Al-Qur’an al-karim dibanding bacaan-bacaan yang lain.

b) Menurut Abu Syahbah:

هُوَ كِتَابُ اللهِ عَزّ وَجَلّ المُنَزّلُ عَلىَ خَاتَمِ أَنْبِيَائِهِ مُحَمّدٍ بِلَفْظِهِ وَمَعْنَاهُ، الْمَنْقُوْلُ بِالتّوَاتُرِ الْمُفِيْدُ لِلْقَطْعِ وَالْيَقِيْنِ الْمَكْتُوْبُ فِى الْمَصَاحِفِ مِنْ اَوّلِ سُوْرَةِ الفَاتِحَةِ اِلىَ آخِرِ سُوْرَةِ النّاسِ.

“Kitab Allah yang diturunkan-baik lafadzh maupun maknanya- kepada Nabi terakhir, Muhammad SAW., yang diriwayatkan secara mutawatir, yaitu dengan penuh kepastian dan iktikad (akan kesesuaiannya dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf mulai dari awal surat al-fatihah hingga simpulan surat an-nash.

Defenisi di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 89:

89. ….. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan isyarat serta rahmat dan kabar bangga bagi orang-orang yang berserah diri.

Ulumul Qur’an

Sebagaimana dijelaskan di atas perumpamaan ‘Ulum Al-Qur’an sudah menjadi nama bagi sebuah disiplin ilmu dalam kajian islam. Secara bahasa istilah ini memiliki arti ilmu-ilmu Al-Qur’an. Oleh karena itu di indonesia disiplin ilmu ini adakala disebut ‘Ulum Al-Qur’an atau ‘Ulumul Qur’an dan kadang-kadang disebut ilmu-ilmu Al-Qur’an.

Dengan demikian kata ‘Ulum yang disandarkan terhadap kata Al-Qur’an tersebut sudah memberikan pengertian bahwa ‘Ulum Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari sisi pemahamannya kepada petunjuk yang terkandung di dalamnya.

Dari sisi gramatikalnya, pengertian ‘Ulum Al-Qur’an dapat diketahui lewat dua pendekatan, adalah pendekatan idhafi dan maknawi. Pengertian ‘Ulum Al-Qur’an secara idhafi yaitu dalam bentuk idhofi ghoiru mahdhah maka makna lafadh “‘Ulum” yang disandarkan kepada lafadzh “Al-Qur’an” ialah berarti semua ilmu yang berafiliasi dengan Al-Qur’an alasannya adalah lafadh “‘Ulum” adalah jamak (plural) yang mempunyai arti banyak, sehingga mencakup semua ilmu yang membahas Al-Qur’an dari berbagai macam segi. Antara lain, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasm ustmany, ilmu gharib lafadzh, majaz Qur’an, dan lain-lain.

  Ruang Lingkup Pembahasan 'Ulumul Qur’An

Selanjutnya definisi ‘Ulum Al-Qur’an secara maknawi ialah segala sesuatu yang di diskusikan di dalamnya berkaitan dengan Al-Qur’an, mirip berdasarkan Abu bakar al-‘arabi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an mencapai 77.450 bab.    Hitungan ini diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an dengan empat, alasannya adalah masing-masing kalimat Al-Qur’an memiliki makna zhahir, batin, hadd, dan mathla’.

Jumlah tersebut akan makin bertambah bila melihat urutan kalimat di dalam Al-Qur’an serta relasi urutan itu. Jika sisi itu yang dilihat maka ruang lingkup/kawasan pembahasan  ’UlumAl-Qur’an tidak  akan  mampu  terhitung lagi.

Sedangkan ‘Ulum Al-Qur’an secara terminologi menurut usulan ‘ulama sebagaimana berikut:

a) Menurut Muhammad hasby ash-shiddiqy:

مَبأَحِثُ تَتَعَلّقُ بِالْقُرْأنِ الْكَرِيْمِ مِنْ  نَاحِيَةِ نُزُوْلِهِ وَتَرْتِيِبِهِ وَجَمْعِهِ وَكِتَابَتِهِ وَقِرَاءَتِهِ وَتَفْسِيْرِهِ وَاِعْجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنْسُوْخِهِ وَدَفْعِ الشُّبَهِ وَنَحْوِ ذَالِكَ  .

“Beberapa pemahaman yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-karim, dari segi turunnya, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nashikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa mengakibatkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain”.

b) Menurut Abu Syahbah sebagaimana yang dikutip oleh rosihon anwar menerangkan:

عِلْمٌ ذُوْ مَبَا حِثَ تتعلّقُ باِالقُرْآنِ الْكَرِيْمِ مِنْ حَيْثُ نُزُوْلِهِ وَتَرْتِيْبِهِ وَكِتَابَتِهِ وَجَمْعِهِ وَقِرَاءَ تِهِ وَتِفْسِيْرِهِ وَاِعْجَازِهِ وَنَاسِخِهِ وَمَنْسُوْخِهِ وَمُتَشَابِهِهِ إِلىَ غَيْرِ ذَالِكَ مِنْ المَبَاحِثِ الّتِى  تُذْكَرُ فِي هَذَا الْعِلْمِ.

“Beberapa pemahaman yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-karim, dari sisi turunnya, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nashikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang mampu menjadikan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain”.

Walaupun dengan redaksi yang sedikit berlawanan, defenisi-defenisi di atas mempunyai maksud yang serupa. Yaitu menerangkan ‘Ulum Al-Qur’an sebagai kumpulan sejumlah pembahasan yang pada awalnya ialah ilmu-ilmu yang berdiri sendiri, ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu-ilmu agama dan bahasa, sebab masing-masing memperlihatkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggapnya penting untuk menerangkan kandungan-kandungan Al-Qur’an dari banyak sekali aspeknya.

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i  menerangkan bahwa pemahaman ‘Ulum Al-Qur’an di atas mengandung dua substansi pokok, ialah :

1. Ilmu ini ialah kumpulan sejumlah pembahasan
2. Pembahasan-pembahasan ini mempunyai korelasi dengan Al-Qur’an, baik dari sisi aspek keberadaannya selaku Al-Qur’an maupun aspek pengertian kandungannya selaku aliran dan petunjuk hidup bagi manusia.

Selanjutnya kata مَباحِثَ yang merupakan bentuk jamak (plural) yang tidak berhingga (shighah muntaha al-jumu’) pada defenisi pertama ialah memastikan bahwa pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an pada pemahaman di atas tidak terbatas pada aspek-aspek yang ditampilkan saja, melainkan mencakup pembahasan ihwal penolakan hal-hal yang mampu menyebabkan keraguan-keraguan terhadap Al-Qur’an.

Selanjutnya keluasan tempat garapan ’Ulum Al-Qur’an juga diperkuat oleh kata وَنَحْوِ ذَالِكَ yang memiliki arti menerangkan pembahasan apapun yang tidak dapat disebutkan jumlahnya, sejauh ilmu tersebut menyinari aspek-faktor al qurân tergolong ‘Ulum Al-Qur’an.

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa ‘Ulum Al-Qur’an ialah suatu nama disiplin ilmu bagi sekumpulan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an.