Pengertian Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi pemerintah daerah dalam menunjang pembangunan tempat guna membiayai proyek-proyek dan kegiatan-kegiatan tempat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 tahun 2000 tentang “ Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah” yang dikutip dari buku “Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah” yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah yaitu:
“Semua penerimaan kas kawasan dalam masa tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah.”
(2002;113)
Sedangkan menurut Abdul Halim, dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” menyatakan bahwa Pendapatan Daerah yaitu:
“Semua penerimaan daerah dalam bentuk kenaikan aktiva atau penurunan utang dalam berbagai sumber dalam kurun tahun budget bersangkutan”
(2002;64)
Dan definisi pemasukan kawasan berdasarkan IASC Frame Work dalam bukunya duit berjudul “Akuntansi Keuangan Daerah” karangan Abdul Halim ialah selaku berikut:
“Penambahan dalam faedah ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau kenaikan asset/aktiva, atau pengurangan utang / keharusan yang menimbulkan penambahan ekuitas dana selain penambahan ekuitas dana yang berasal dari kontribusi beserta ekuitas dana.”
(2002;66)
Berdasarkan ketiga pemahaman tersebut mampu diambil kesimpulan bahwa pemasukan tempat merupakan penerimaan yang diperoleh pemerintah tempat yang mampu ditinjau dari tingkat peningkatan aktiva ataupun penurunan utang yang mampu digunakan oleh pemerintah dalam membangun dan menyebarkan suatu tempat dalam periodetahun anggaran yang bersangkutan.
Sumber-sumber Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah selaku penerimaan kas kawasan merupakan fasilitas pemerintah tempat untuk melaksanakan tujuan, memaksimalkan kemakmuran rakyat yakni menumbuh kembangkan masyarakat disegala bidang kehidupan. Menurut Lukman H, dalam “Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah” pendapatan daerah dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah) dikelompokan menjadi 3 kelompok adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Penerimaan yang sah
(2006)
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan orisinil tempat merupakan semua penerimaan tempat yang berasal dari sumber ekonomi asli tempat. Menurut Lukman H, dalam “Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah” Kelompok pemasukan asli daerah dipisahkan menjadi 4 ialah:
A. Pajak tempat
B. Retribusi daerah
C. Bagian keuntungan usaha kawasan
D. Lain-lain pemasukan asli kawasan
A. Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan bagian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang paling besar, kemudian disusul dengan pendapatan yang berasal dari retribusi kawasan. Adapun yang dimaksud dengan Pajak Daerah nyaris tidak ada bedanya dengan pemahaman pajak pada umumnya, mirip dikutip dalam buku “Ekonomi Publik” karangan M. Suparmoko. yakni:
“Merupakan iuran wajib yang dikerjakan oleh orang langsung atau badan kepada pemerintah (Daerah) tanpa balas jasa langsung yang mampu ditunjuk, yang dapat dipaksakan menurut peraturan perundang-permintaan yang berlaku.”
(2001;56)
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro. Menurut Lukman H dalam “sistem dan mekanisme pemungutan pajak kawasan dan retribusi tempat” pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah mengatakan bahwa Pajak yakni:
“Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang mampu dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-permintaan yang berlaku yang dipakai untuk membiayai peneyelenggaraan pemerintahan tempat dan pembagunan daerah.”
(2006)
Dari kedua definisi perihal pajak kawasan tersebut diatas, maka penulis mampu menawan kesimpulan, bahwa pajak yaitu iuran rakyat kepada pemerintah untuk kas Negara yang dipakai untuk mengeluarkan uang pengeluaran-pengeluaran umum yang bersifat wajib dan dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Seperti halnya dengan pajak, kebanyakan pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu:
1. Sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah (Budgetary)
2. Sebagai alat pengatur (Regulatory)
Dalam hal-hal tertentu suatu jenis pajak mampu lebih bersifat sebagai sumber pemasukan daerah, namun dapat pula sebagai sebuah jenis pajak tertentu lebih merupakan alat untuk mengatur alokasi dan retribusi suatu aktivitas ekonomi dalam suatu daerah atau wilayah tertentu.
Beberapa jenis pajak yang menjadi sumber pendapatan pemerintah tingkat provinsi :
- Pajak kendaraan bermotor.
- Bea balik nama kendaraan bermotor
- Pajak bahan kendaraan bermotor
Selanjutnya macam-macam pajak yang dipungut di kawasan Kabupaten/Kota dan menjadi sumber pemasukan tempat Kabupaten/Kota diantaranya :
- Pajak hotel dan restoran
- Pajak hiburan
- Pajak reklame
- Pajak penerangan jalan
- Pajak pengambilan dan pembuatan bahan galian kelompok
- Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
- Pajak yang lain asal menyanggupi tolok ukur untuk menjadi pajak baru.
B. Retribusi Daerah
Disamping pajak kawasan, sumber pendapatan orisinil kawasan yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli kawasan adalah Retribusi Daerah. Seperti dikutip dalam buku “ Ekonomi Publik “ karangan M.Suparmoko bahwa yang dimaksud Retribusi Daerah ialah :
“ Pungutan daerah selaku bayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus ditawarkan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang eksklusif atau tubuh “.
( 2001;85 )
Sedangkan dalam buku yang berjudul “ Manajemen Perpajakan “ karangan Mohammad Zain, mendefinisikan retribusi daerah sebagai berikut :
“ Retribusi Daerah yang berikutnya disebut Retribusi ialah pungutan kawasan selaku pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus ditawarkan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. “
(2003;13)
Berdasarkan kedua definisi tersebut di atas mampu disimpulkan bahwa retribusi tempat merupakan pungutan daerah atas pembayaran jasa atau perlindungan izin yang diberikan untuk pemerintah tempat kepada setiap orang atau tubuh yang mempunyai kepentingan, dan balas jasa dari adanya retribusi daerah tersebut langsung dapat dinikmati oleh mereka yang mengeluarkan uang retribusi tersebut.
Jenis retribusi mampu dikelompokan menjadi 3 ( tiga ) macam sesuai dengan objeknya. Objek retribusi yaitu banyak sekali jenis pelayanan atau jasa tertentu yang ditawarkan oleh Pemda. Jasa pelayanan yang dapat dipungut retribusinya hanyalah jenis-jenis jasa pelayanan yang berdasarkan usulansosial ekonomi patut untuk dijadikan objek retribusi. Jasa–jasa pelayanan tersebut diantaranya dapat dikelompokan selaku berikut:
1. Retribusi yang dikenakan jasa lazim
2. Retribusi yang dikenakan pada jasa perjuangan
3. Retribusi yang dikenakan pada perizinan tertentu
Retribusi yang merupakan Pendapatan Asli Daerah sendiri menjadi kewenangan propinsi/kabupaten kota
Retribusi yang menjadi kewenangan propinsi yaitu:
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
d. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
Retribusi yang menjadi kewenangan Kabupaten/kota yakni:
1. Retribusi pelayanan kesehatan
2. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan
3. Retribusi penggantian ongkos cetak KTP
4. Retribusi penggantian ongkos cetak akta catatan
5. Retribusi pelayanan pemakaman
6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat
7. Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum
8. Retribusi pelayanan pasar
9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
11. Retribusi penggantian ongkos cetak peta
12. Retribusi pengujian kapal perikanan
13. Retribusi pemakaian kekayaan kawasan
14. Retribusi jasa usaha pasar grosir/pertokoan
15. Retribusi jasa perjuangan daerah pelelangan
16. Retribusi jasa perjuangan terminal
17. Retribusi jasa usaha kawasan khusus parkir
18. Retribusi jasa usaha kawasan penginapan/pesanggrahan/Villa
19. Retribusi jasa perjuangan penyedotan kakus
20. Retribusi jasa usaha rumah potong binatang
21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal
22. Retribusi jasa perjuangan kawasan wisata dan olah raga
23. Retribusi jasa usaha penyeberangan diatas air
24. Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair
25. Retribusi jasa usaha pemasaran produksi
26. Retribusi izin mendirikan bangunan
27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
28. Retribusi izin gangguan
29. Retribusi izin trayek
C. Bagian Laba Usaha Daerah
Menurut Abdul Halim, dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” menyatakan bahwa:
“Bagian keuntungan perjuangan tempat ialah penerimaan tempat yang berasal dari hasil perusahaan milik tempat dan pengelolaan kekayaan tempat yang dipisahkan. Penerimaan ini antara lain berasal dari BPD, Perusahaan daerah dan penyertaan modal kawasan terhadap pihak ketiga”
(2001;65)
D. Lain – Lain Pendapatan Asli Daerah
Lain-lain Pendapatan Asli kawasan lainnya adalah lain-lain pendapatan orisinil tempat yang juga merupakan pendapatan daerah yang diterima oleh pemerintah. Lain-lain pemasukan orisinil daerah adalah merupakan penerimaan tempat yang berasal dari lain-lain milik pemerintah kawasan.
Menurut Abdul Halim, dalam bukunya “Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah” menyatakan bahwa:
“Lain-lain pemasukan asli daerah merupakan penerimaan kawasan yang diperoleh pemerintah tempat dari barang atau jasa yang dimiliki pemerintah”
(2001;65)
Penerimaan ini berasal dari :
- Hasil penjualan barang milik daerah. Contoh penjualan drum bekas aspal.
- Penerimaan jasa giro
2. Dana Perimbangan
Dalam rangka menciptakan suatu tata cara perimbangan keuangan yang proporsional, demokratis, adil dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintah antara pemerintah sentra dan daerah, maka diundangkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan. Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah undang-undang tersebut antara lain mengontrol ihwal Dana Perimbangan yang ialah aspek penting dalam metode perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan kawasan.
Berdasarkan pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2000 wacana “ Dana Perimbangan “ yang dikutip dari buku yang berjudul “ Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah “, Dana Perimbangan yaitu:
“Dana yang bersumber dari penerimaan budget pendapatan dan belanja Negara ( APBN ) yang dialokasikan kepada pemerintah untuk membiayai kebutuhan kawasan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi“.
( 2002 ; 86 )
Sedangkan berdasarkan Dedi Supriadi Bratakusuma, dan Dadang Solihin, dalam buku yang berjudul “ Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah “ menerangkan bahwa Dana Perimbangan adalah:
“Merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari budget pemasukan dan belanja Negara ( APBN ) untuk mendukung pelaksanaan kewenangan Pemda dalam meraih tujuan bantuan otonomi kawasan yakni terutama kenaikan pelayanan dan kesejahteraan penduduk yang semakin membaik “
( 2001 ; 174 )
Dari kedua definisi tersebut diatas mampu disimpulkan bahwa dan perimbangan merupakan sumber pendapatan tempat yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah kawasan dalam meraih tujuan sumbangan otonomi daerah, yaitu utamanya kenaikan pelayanan dan kemakmuran penduduk yang makin membaik.
Dana Perimbangan terdiri dari :
- Bagian kawasan dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak atas tanah dan bangunan, penerimaan dari sumber daya alam.
- Dana Alokasi Umum
- Dana Alokasi Khusus
a. Bagian Daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Penerimaan dari Sumber Daya Alam.
Menurut HAW. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Daerah dan Daerah Ootonom” menyatakan bahwa:
“Penerimaan atau Pendapatan Daerah berasal dari pajak cuma diperoleh dari pajak bumi dan bangunan, serta pungutan atau bea yang dibayar dalam perolehan hak atas tanah dan bangunan”.
(2001;131)
Penerimaan dari pajak itu pembagiannnya adalah sebagi berikut:
1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dibagi 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Pemda.
2. Penerimaan ba perolehan atas tanah dan bangunan dibagi 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk pemerintah kawasan.
Selanjutnya penerimaan daerah yang berasal dari bukan pajak diantaranya untuk penerimaan yang berkenaan dengan eksploitasi sumber daya alam mirip sumber daya hutan, pertambangan lazim, perikanan dan utamanya dari pengambilan minyak bumi dan gas alam.
Pembagian penerimaan antara pemerintah pusat dan pemerintah kawasan ialah sebagi berikut :
1. Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam (mirip hutan, pertambangan umum, dan perikanan ) dibagi dengan perbandingan 20% untuk Pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah kawasan.
2. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak sehabis pajak dibagi dengan perbandingan 85% untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk pemerintah daerah.
3. Penerimaan Negara dari gas alam dibagi dengan 70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah tempat.
Penerimaan sentra dari pajak bumi dan bangunan serta dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan semuanya akan dibagikan kepada tempat kabupaten dan kota dalam bentuk dana alokasi umum. Bagian kawasan dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan sumber daya alam merupakanm alokasi yang intinya memperhatikan potensi tempat penghasil.
b. Dana Alokasi Umum
Sumber keuangan lainnya untuk Pemerintah tempat berasal dari Dana Alokasi yang berasal dari pemerintah sentra yang dulunya disebut sebagai dana subsidi. Dana ini bergotong-royong berasal dari dana yang dikumpulkan dari bagian hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan atas tanah dan bangunan.
Berdasarkan peraturan pemerintah kawasan RI nomor 104 Tahun 2000 perihal dana perimbangan pasal 1 ayat 3 yang dikutip dari buku yang berjudul “ Himpunan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Otonomi Daerah “ menerangkan definisi Dana Alokasi Umum yakni :
“Dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk membiayai keperluan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi “.
( 2002 ; 86 )
Sedangkan definisi Dana Alokasi Umum yang dikutip dari buku “ Otonomi Penyelenggaraan Pemda “ karangan Dedi Supriady Bratakusuma dan Dadang Solihin, menjelaskan selaku berikut :
“ Dana yang berasal dari (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuam keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka desentralisasi “.
( 2001 ;175 )
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dana alokasi lazim merupakan sumber pendapatan kawasan yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah kawasan dalam mencapai tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar tempat untuk membiayai kebutuhan dan pengeluaran dalam pelaksanaan desentralisasi.
1. Dana Alokasi Umum dengan tujuan pemerataan kesanggupan keuangan antara kawasan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan tempat. Dana Alokasi Umum bermaksud untuk pemerataan kesanggupan keuangan Daerah, tergolong didalam pengertian tersebut adalah jaminan kesinambungan penyelenggaraan Pemda diseluruh Daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarkat dan ialah kesatuan dengan penerimaan biasa APBD.
2. Dana Alokasi Umum terdiri dari untuk daerah propinsi kabupaten/Kota. Dana Alokasi Umum untuk kawasan propinsi dan untuk daerah Kabupaten/Kota tersebut di atas ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua tempat propinsi tersebut dan jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua daerah propinsi dan jumlah kawasan bagi semua tempat Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
Dana Alokasi Umum yang dimaksud ini merupakan jumlah seluruh Dana Alokasi Umum untuk tempat propinsi dan untuk tempat Kabupaten/Kota. Perubahan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah sentra terhadap daerah dalam rangka desentralisasi. Yang dimaksud dengan Penerimaan Dalam Negeri ialah penerimaan Negara yan berasal dari pajak dan bukan pajak sesudah dikurangi penerimaan Negara yang dibagihasilkan kepada kawasan.
3. Dana Alokasi Umum bagi masing-masing daerah propinsi dan daerah kabupaten/Kota di atas dihitung berdasarkan perkalian dari jumlah Dana Alokasi Umum bagi seluruh daerah dengan bobot tempat yang bersangkutan dibagi dengan jumlah masing-masing bobot seluruh daerah di Indonesia .
Bobot tempat di atas ditetapkan berdasarkan :
1. Kebutuhan kawasan otonomi daerah
2. Potensi ekonomi kawasan
Kebutuhan wilayah otonomi kawasan dijumlah berdasarkan perkalian antara pengeluaran tempat rata-rata dengan penjumlahan dari Indeks Penduduk, Indeks Luas Daerah, Indeks Harga Bangunan, Indeks kemiskinan relative sehabis dibagi empat. Potensi ekonomi tempat dijumlah berdasarkan perkalian antara penerimaan kawasan rata-rata dengan penjumlahan dari Indeks Industri, Indeks Sumber Daya Alam dan Indeks Sumber Daya Manusia sehabis dibagi tiga.
Dana Alokasi Umum sebuah kawasan ialah kebutuhan tempat yang bersangkutan dikurangi Potensi ekonomi kawasan. Bobot kawasan ialah proporsi kebutuhan Dana Alokasi Umum sebuah kawasan dengan total keperluan Dana Alokasi Umum seluruh kawasan. Hasil perkiraan Dana Alokasi Umum untuk masing-masing kawasan ditetapkan dengan keputusan Presiden berdasarkan DPOD. Usulan DPOD sesudah menimbang-nimbang faktor penyeimbang.
4. Rincian Dana Alokasi Umum terhadap masing-masing daerah disampaikan DPOD. Penyaluran Dana Alokasi Umum kepada masing-masing kas Daerah dijalankan oleh Menteri Keuangan secara bersiklus. Ketentuan pelaksanaan penyaluran Dana Alokasi Umum tersebut dikelola lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
c. Dana Alokasi Khusus
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 104 tahun 2000 wacana dana perimbangan, pasal 1 ayat 4 yang dikutip dari buku yang berjudul “ Himpunan peraturan pelaksanaan undang-undang otonomi tempat” menyatakan bahwa:
“Dana yang berasal dari budget pemasukan dan belanja Negara (APBN), yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai keperluan tertentu”.
(2002;86)
Dan dalam buku yang berjudul “kumpulan peraturan wacana otonomi daerah” menerangkan definisi dana alokasi khusus ialah:
“Dana yang mampu dialokasikan dari budget pendapatan dan belanja Negara (APBN) terhadap kawasan tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam anggaran pemasukan dan belanja Negara (APBN).”
(2002;129)
Berdasarkan kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus merupakan dana berasal dari budget (APBN) dan dialokasikan terhadap tempat untuk membiayai keperluan-kebutuhan yang khusus.
1. Dana Alokasi khusus dapat dialokasikan dari APBN terhadap daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Kebutuhan khusus yang dimaksud adalah:
kebutuhan yang tidak mampu diperkirakan secara biasa dengan memakai rumus alokasi biasa atau kebutuhan yang ialah akad atau prioritas nasional. Kriteria teknis sektor/ aktivitas yang mampu didanai dari dana alokasi khusus ditetapkan oleh menteri teknis/instansi terkait. Sektor/kegiatan yang tidak didanai dari dana alokasi khusus yakni ongkos administrasi, ongkos persiapan proyek fisik, ongkos penelitian, ongkos perjalanan pegawai kawasan dan lain-lain biaya biasa yang sejenis. Penerimaan Negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40% disediakan terhadap kawasan penghasil sebagai bagian dana alokasi khusus untuk membiayai acara reboisasi dan penghijauan oleh kawasan penghasil.
2. Jumlah dana alokasi khusus ditetapkan setiap tahun dalam APBN didasarkan masing-masing bidang pengeluaran yang diadaptasi dengan kebutuha.
3. Dana alokasi khusus keperluan yang tidak mampu diperkirakan secara lazim, dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan tawaran kawasan. Pembiayaan kebutuhan khusus memerlukan dana pendamping dari penerimaan APBN. Porsi dana pendamping ditetapkan sedikitnya 10%. Dikecualikan dari ketentuan dana pendamping adalah pembiayaan kegiatan reboisasi yang berasal dari dana reboisasi kawasan penghasil. Pengalokasian dana alokasi khusus terhadap daerah ditetapkan oleh menteri keuangan setelah mengamati pertimbangan menteri dalam negeri dan otonomi kawasan, menteri teknis terkait dan instansi yang membidangi perencanan pembangunan nasional.
4. Ketentuan ihwal penyaluran dana alokasi khusus terhadap daerah ditetapkan oleh menteri keuangan.
5. Menteri teknis/instans terkait melakukan pemantauan dari sisi teknis terhadap proyek/ kegiatan yang dibiayai dari dana alokasi khusus. Pemeriksaan atas penggunaan dana alokasi khusus oleh kawasan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-seruan yang berlaku. Pemantauan menteri teknis/instansi yang terkait bermaksud untuk menentukan bahwa proyek/acara yang didanai dana alokasi khusus tersebut sesuai dengan tujuan dan kriteria yang sudah ditetapkan.
6. Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, pelaksanaan dana alokasi khusus disesuaikan dengan proses penataan organisasi pemerintahan tempat dan proses pengalihan pegawai tempat. Dalam hal pegawai pemerintah sentra yang telah ditetapkan untuk dialihkan kepada tempat belum sepenuhnya menjadi beban daerah, pembayaran gaji pegawai tersebut diperhitungkan dengan dana alokasi lazim bagi tempat yang bersangkutan.
3. Lain-lain Penerimaan yang Sah
Menurut Lukman H dalam “Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah” pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah.
“Lain-lain penerimaan yang sah merupakan jenis penerimaan tempat yang terdiri dari: lain-lain penerimaan yang sah, penerimaan dari propinsi, penerimaan dari kabupaten/ kota dan kekurangan tunjangan fungsional guru”.
(2006)
Fungsi Anggaran Pendapatan Daerah
Menurut Lukman H dalam “Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah” pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Fungsi anggaran pendapatan daerah dapat mengarah pada fungsi keuangan Negara ialah selaku berukut:
1. Fungsi Alokasi
Proses dimana sumber daya (resources) nasional dipergunakan untuk barang privat dan barang publik dimana keduanya sungguh diharapkan oleh masyarakat.
2. Fungsi Retribusi
Peranan keuangan negara dalam hal ini anggaran dalam rangka pembagian kembali pemasukan, baik berdasarkan pemilikansumber daya atau faktor-faktor produksi.
3. Fungsi Stabilitas
Anggaran negara merupakan alat kebijaksanan makro pemerintah. Bila pemerintah mrnaikan pajak, maka konsumsi rumah tangga menyusut unsur pengeluaran agregat. Sebaliknya apabila pemerintah menurunkan pajak maka konsumsi rumah tangga akan lebih tinggi dan pengeluaran agrerat menjadi lebih besar yang pada giliranya akan memajukan out put (pemasukan nasional).
(2006)