Pengertian Bimbingan Dan Penyuluhan PAI
Istilah bimbingan dan penyuluhan dipandang dari segi terminologi berasal dari bahasa gila ialah bimbingan dari Guidance dan penyuluhan dari Counseling.
a. Bimbingan
Mengenai pengertian tutorial ini Bimo walgito mengemukakan sebagai berikut:
Bimbingan yaitu ialah sumbangan atau perlindungan yang diberikan terhadap individu dalam menghindari atau menangani kesulitan dalam hidupnya mencapai kesejahteraan. (Walgito, 1989:4)
Sejalan dengan pengertian di atas H. Koestuer Partowisastro mengemukakan usulan :
Bimbingan adalah perlindungan yang diberikkan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-kesempatanyang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, menangani problem-persoalannya sehingga mampu memilih sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung orang lain. (Partowisastro, 1984:12)
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan tutorial yaitu suatu perjuangan sumbangan yang dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki keterampilan dan pengalaman dalam menawarkan perlindungan atau tunjangan kepada individu tersebut mampu menyebarkan peluangyang dimiliki, mengenal dirinya dan dapat bertanggung jawab.
b. Penyuluhan
Penyuluhan (counseling) berdasarkan Dewa Ketut Sukardi yakni sumbangan yang diberikan kepada klien (counselee) dalam memecahkan duduk perkara-dilema kehidupan dengan wawancara yang dilakukan secara “face to face”, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan kondisi klien (counselee) untuk meraih kemakmuran hidupnya[1].
Setelah menguraikan beberapa defenisi bimbingan dan konseling menurut para andal, maka penulis menggabungkan kedua kata tersebut, ialah antara bimbingan dan konseling ditinjau dari sisi Islam atau yang disebut tutorial dan konseling Islam.
Aunur Rahim Faqih menawarkan batas-batas tutorial dan konseling Islam ialah selaku berikut:
“Bimbingan dan konseling Islam adalah proses sumbangan dukungan terhadap individu semoga mampu hidup selaras dengan ketentuan dan isyarat Allah, sehingga mampu meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.[2]
Pengertian tutorial dan konseling Islam berdasarkan M Arifin adalah “Kegiatan yang dikerjakan oleh seseorang dalam rangka menawarkan pertolongan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesusahan rohaniah dalam lingkungan hidupnya biar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena muncul kesadaran atau penyerahan diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga muncul pada diri pribadinya suatu cahaya cita-cita kebahagian hidup dikala kini dan dimasa yang hendak tiba”.
Dengan demikian, tutorial dan konseling Islam yaitu sebuah usaha santunan pertolongan terhadap seseorang (individu) yang mengalami kesulitan rohaniah baik mental dan spiritual semoga yang bersangkutan bisa mengatasinya dengan kesanggupan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan dogma dan ketakwaan terhadap Allah SWT, atau dengan kata lain tutorial dan konseling Islam ditujukan kepada seseorang yang mengalami kesusahan, baik kesuliatan lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya di kurun sekarang dan abad datang supaya tercapai kemampuan untuk mengerti dirinya, kesanggupan untuk mengarahkan dan merealisasikan dirinya sesuai dengan peluangyang dimilikinya dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam.
A. Hubungan Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Bimbingan dan konseling (penyuluhan) ialah istilah yang mempunyai maksud dan tujuan yang serupa. Perbedaannya adalah tutorial itu lebih bersifat pencegahan (preventif), pemeliharaan dan pengembangan, sedangkan dalam konseling lebih bersifat perbaikan atau korektif. Persamaan ialah keduanya merupakan suatu sumbangan bagi individu-individu dalam menghadapi masalah kedupannnya. Sedangkan perbedaan, tutorial lebih luas dari pada penyuluhan, bimbingan lebih menitik beratkan pada segi-sisi preventif, sedangkan penyuluhan lebih menitik beratkan pada sisi kuratif, namun meskipun demikian pengguanan panduan senantiasa disertai dengan kata penyuluhan.
B. Pentingnya Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Keberadaan tutorial dan penyuluhan di sekolah harus menerima perhatian istimewa kepada generasi muda. Karena manfaatnya ialah sangat besar bagi pemantapan hidup bagi generasi muda kita dalam aneka macam bidang yang menyangkut ilmu pengetahuan. Ketrampilan dan sikap mental generasi muda. Apalagi mengenang bahwa generasi mda perlu dibina secara intensif sesuai dengan keinginan yang terkandung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa generasi muda mesti dibina semoga menjadi generasi pengganti dimasa mendatang yang harus lebih baik, lebih bertanggung jawab dan lebih bisa mengisi serta membina kemerdekaan Bangsa.
Dengan adanya bimbingan dan penyuluhan di sekolah dibutuhkan generasi muda menjadi generasi yang bisa berfaedah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat serta bagi bangsa dan negara. Manusia diciptaka oleh Allah SWT untuk menjadi insan yang berguna baik bagi dirinya maupun umatnya. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 yaitu:
Daftar Isi
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةِ أُخْرِجَتْ لِنَّاسِ تَعْمُرُوْنَ بِالمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَتُأمِنُوْنَ بِاللهِ
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan menghalangi dari yang mungkar, dan beriman terhadap Allah … (QS. Ali Imron: 110)[3].
Untuk menjadi generasi yang mampu berfaedah baik dirinya sendiri maupun bagi penduduk serta bagi bangsa dan negara, maka perlu kiranya diperkenalkan terhadap anak didik seperangkat pemikiran yang mengharuskan kita untuk senatiasa berguru, terutama dalam bidang agama, sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 102 :
وَءَاخَرُوْنَ اعْتَرَفُوْا بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُوْا عَمَلًا صَالِحَا وَءَاخَرَ سَيِّأًعَسَى اللهُ أَنْيَتُوْبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Artinya : Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang jelek. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. (QS. At-Taubah: 102)[4].
Ayat dan hadits diatas menawarkan citra wacana pentingnya pembahasan kepada agama yang kita peroleh dalam proses mencar ilmu mengajar, baik melalui pendidikan luar sekolah (Sekolah dan Masyarakat).
Secara ekspisit ayat tersebut juga mengisyaratkan perintah langsung kepada petugas tutorial dan penyuluhan untuk menawarkan penyuluhan yang bagus terhadap para siswanya. Sebab mirip yang pernah kita jelaskan di atas, baik keberadaan panduan terhadap para siswa untuk pemantapan hidup dalam banyak sekali bidang.
Petugas bimbingan dan penyuluhan yang keberadaannya disamping sebagai badan yang bertugas menunjukkan panduan kepada para siswa juga selaku guru yang memperlihatkan pendidikan dan pengajaran yang baik terhadap siswa. Sehingga tanggung jawab petugas panduan dan penyuluhan menjadi ganda dan variatif atau selaku pengajar mata pelajaran dan selaku pendidik agama dan akhlaq yang bagus.
C. Karakteristik Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Pada hakikatnya panduan konseling PAI bukanlah ialah hal yang baru, namun dia telah ada bersama-sama dengan diturunkannya fatwa Islam terhadap Rasulullah SAW untuk pertama kali. Ketika itu beliau merupakan alat pendidikan dalam metode pendidikan Islam yang dikembangkan oleh Rasulullah.[5] Secara sepiritual bahwa Allah memberi isyarat (tutorial) bagi peminta isyarat (panduan).
Jika perjalanan sejarah pendidikan Islam ditelusuri secara teliti dan cermat semenjak kala Nabi hingga ketika ini, akan ditemukan bahwa layanan bimbingan dalam bentuk konseling ialah aktivitas yang mencolokdan mayoritas. Praktik-praktik Nabi dalam menuntaskan dilema-problem yang dihadapi oleh para sahabat saat itu, mampu dicatat selaku sebuah interaksi yang berlangsung antara konselor dan klien/konseli, baik secara kelompok (misalnya pada model halaqah ad-dars) maupun secara individual.
Karakter tutorial konseling PAI ini pada hakikatnya berorentasi pada kenyamanan hidup manusia dunia – alam baka. Bimbingan konseling PAI memiliki perbedaan yang esensial dengan panduan konseling Barat. Karena bimbingan konseling PAI tersebut merupakan wujud aktualisasi kelengkapan dan kesempurnaan fatwa Islam itu sendiri.[6] Sehubungan ini, mampu dilihat pertimbangan Hasan Muhammad asy-Syarqawi yang memaparkan perbedaan antara psikologi Islam dan psikologi Barat. Perbedaan itu terletak pada perilaku penyerahan total terhadap Allah dengan keimanan demi terwujudnya kesehatan jiwa. Dengan senantiasa mempedomani petunjuk-isyarat Allah, hati manusia akan menjadi tentram karena disinari oleh cahaya Ilahi.[7]
D. Pendekatan dalam Bimbingan dan Penyuluhan PAI
Pendekatan disini dimaksudkan sebagai upaya bagaimana klien/konseli diperlakukan dan disikapi dalam penyelenggaraan bimbingan PAI[8], ialah:
1) Pendekatan fitrah
Pendekatan ini memandang bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk hidup sehat secara fisik dan mental serta memiliki potensi untuk sembuh dari sakit yang dideritanya (fisik dan mental), disamping mempunyai peluanguntuk berkembang. Pendidikan baginya ialah sebuah pengembangan atas potensi-peluangyang ada, supaya beliau makin erat dengan Allah dan kian sadar akan tanggungjawabnya sebagai pengemban amanah dan misi khilafah.
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa insan dijadikan manurut fitrah Allah. Yakni Allah membuat insan dengan dibekali naluri beragama, yakni agama tauhid. Jika pada risikonya manusia tidak beragama tauhid lagi, ialah alasannya efek lingkungan. Lebih lanjut, Muhammad Fadil al-Jamali mengemukakan bahwa setiap individu mempunyai kesanggupan-kemampuan dasar dan kecenderungan-kecenderungan yang murni (fitrah). Fitrah ini lahir dalam bentuk sederhana dan terbatas, lalu mampu tumbuh dan berubah menjadi lebih baik atau sebaliknya sesuai dengan hal-hal yang mempengaruhinya.[9]
Karena insan itu dapat tumbuh dan menjelma baik atau tidak baik, maka manusia mesti dihindarkan dari segala sifat yang dapat mencemari fitrahnya. Problem-masalah yang ialah hambatan bagi baiknya pertumbuhan fitrah itu diatasi lewat proses tutorial konseling Islami. Untuk itu, individu dibantu memperoleh fitrahnya, sehingga mampu selalu dengan Allah dan dibimbing untuk mengembangkan dirinya, agar mampu memecahkan masalah kehidupannya, serta dapat melaksanakan self counseling dengan bimbingan Allah SWT.
2) Pendekatan sa’adah mutawazinah
Sebagaimana diketahui bahwa Islam mengajarkan hakikat kebahagiaan dunia yakni untuk kebahagiaan alam baka, dan Islam bukanlah cuma agama akhirat semata, serta bukan pula hanya sebagai agama dunia semata, melainkan agama dunia alam baka (lihat QS. Al-Qhashas: 77). Oleh alasannya adalah itu, kesinambungan sa’adah (kebahagiaan) di dunia dan alam baka ialah kesempurnaan Islam. Sa’adah yang dimaksudkan oleh Islam bukan cuma terfokus pada kekinian saja, melainkan untuk kekinian dan nanti. Islam memandang ketika sekarang ialah antisipasi untuk masa nanti.
Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 201 yang senantiasa dimohonkan oleh manusia dalam setiap do’anya, terperinci memperlihatkan tujuan hidup insan yaitu menggapai dua segi kebahagiaan sekaligus. Kebahagiaan hidup di alam baka yakni kebahagiaan utama dan hakiki, namun jembatan ke arah itu ialah kebahagiaan hidup di dunia.
Sehubungan dengan ini, al-Ghazali memberikan interpretasi terhadap lafadz ayat 201 surah al-Baqarah tersebut. Fid-dunya hasanah, maksudnya ialah ilmu dan ibadah, sedangkan wa fil akhirati hasanah ialah surga. [10] Dengan demikian, dunia yang diistilahkan al-Ghazali dengan mazra’ah al-akhirah mempunyai arti bahwa ilmu dan ibadah di dunia dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan alam baka (nirwana).
Sebagaimana dikenali bahwa upaya panduan konseling Islami adalah untuk memecahkan dan menuntaskan dilema kehidupan dunia, dan untuk itulah dia diperlukan. Oleh karena itu, penyelesaian persoalan yang dihadapi klien/konseli yaitu dalam upaya memperoleh ketentraman hidup di dunia dan dengan kenyamanan itu klien/konseli dapat mengetahui kembali jati dirinya serta sekaligus menjadi erat dengan Allah SWT. Hal demikian ialah cerminan sa’idah mutawazinah yang hakiki, dan dijadikan prinsip penyelenggaraan bimbingan konseling Islami.
3) Pendekatan kemandirian
Pendekatan ini dikerjakan atas dasar nilai yang dimaknai bersumber dari asas kerahasiaan. Upaya pemahaman kembali konsep diri bagi klien/konseli hendaknya dikerjakan oleh konselor dengan membangkitkan rasa yakin diri mereka, sehingga merasa bisa untuk menuntaskan masalahnya secara berdikari. Rasa percaya diri dan perilaku kemandirian ialah fenomena pemahaman wacana dirinya, dan salah satu hasil sebagaimana yang ingin diraih dari layanan tutorial dan konseling yang diberikan.
Dengan mengutip pendapat C.G. Wrenn, Dewa Ketut Sukardi mengemukakan: hendaknya konselor bisa mengarahkan klien/konseli untuk memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan diri sendiri.[11]
Dalam ayat tersebut Allah dengan tegas menyatakan bahwa manusia tidak akan mencapai kebaikan/kemajuan jika mereka tidak mau berupaya ke arah itu dan tidak akan menemukan sesuatu selain dari apa yang diusahakannya.
Dengan demikian, upaya membiasakan klien/konseli untuk bertanggungjawab secara mampu berdiri diatas kaki sendiri, sungguh dituntut dalam penyelenggaraan tutorial dan penyuluhan PAI. Pada gilirannya, dibutuhkan klien/konseli mampu menyadari bahwa pertanggungjawaban di hadapan Allah ialah pertanggungjawaban pribadi. Konselor mesti dapat meyakinkan klien/konselinya bahwa kemandirian dan pertanggungjawaban langsung itu adalah salah satu kunci hidup di dunia yang mazra’ah al-akhirah.
4) Pendekatan keterbukaan
Keterbukaan di sini dimaksudkan bahwa konseling Islami berlangsung dalam situasi keterbukaan, baik di pihak klien/konseli maupun di pihak konselor. Klien/konseli menyampaikan unek-unek secara terbuka biar konselor dapat mengidentifikasi persoalan untuk didapatkan jalan keluarnya. Konseling tidak mampu berproses secara masuk akal jika salah satu atau keduanya tidak saling terbuka, dan keterbukaan harus berjalan dengan dibarengi perilaku saling mempercayai. Hanya dengan jiwa yang terbuka manusia dapat menerima usulan atau nasihat orang lain.
Menurut M.D. Dahlan, klien/konseli mempunyai kebebasan sarat menyatakan perasaannya. Oleh sebab itu, konseling hendaklah diciptakan dengan situasi yang kalem, semoga klien/konseli tersebut mau mengungkapkan segala permasalahannya.[12] Atas dasar itu tentunya harus dijalin hubungan konseling sedemikian rupa dimana klien/konseli merasa yakin bahwa konselor bersikap terbuka, namun kerahasiaan tetap terpelihara.
Dalam ayat tersebut Allah mengecam orang-orang Yahudi dan Katolik yang menyembunyikan kebenaran. Walhasil, dalam proses tutorial PAI klien/konseli harus terbuka dan jujur dalam menyampaikan unek-unek dan pertanyaan, sedangkan konselor mesti terbuka dan terus terperinci pula menyampaikan jalan keluar pemecahan duduk perkara tersebut.
SUMBER-SUMBER ARTIKEL DI ATAS :
[1] Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1983), hlm 66.
[2] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Cet.II; Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 12.
[3] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tejemahannya, (Surabaya:Mahkota, 1989),hal. 94
[4] Ibid, hal.320
[5] Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami: Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press), hal. 80.
[6] Ibid, hal. 86.
[7] Ibid, hal. 87.
[8] Ibid, hal. 126.
[9] Ibid, hal. 127.
[10] Ibid, hal. 127.
[11] Ibid, hal. 128.
[12] Ibid, hal. 130.