Lingkungan sosial, konteks sosial, konteks sosiokultural, atau milieu, yakni sesuatu hal yang didefinisikan sebagai suasana fisik atau suasana sosial dimana manusia hidup didalamnya, atau dimana sesuatu terjadi dan meningkat . Lingkungan sosial tersebut mampu berbentukkebudayaan atau kultur yang diajarkan atau dialami oleh seorang individu, atau juga insan dan institusi yang berinteraksi dengan individu tersebut (Barnett dan Casper, 2001: 91).
Menurut Purba (2002: 13-14) lingkungan sosial yaitu wilayah yang merupakan daerah berlangsungnya macam-macam interaksi sosial antara banyak sekali kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan binaan atau produksi (tata ruang).
Berdasarkan uraian di atas, lingkungan sosial dapat ditarik kesimpulan selaku lingkungan yang terdiri dari makhluk sosial yang membentuk tata cara pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang yang mempunyai nilai mapan.
Jenis-jenis Lingkungan Sosial
Menurut Ahmadi (2003: 201) lingkungan sosial biasanya dibedakan menjadi dua kategori, ialah; (1) lingkungan sosial primer; yakni lingkungan sosial di mana terdapat kekerabatan yang bersahabat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota lain, (2) lingkungan sosial sekunder; yakni lingkungan sosial yang umumnya hubungan anggota satu dengan anggota yang lain agak longgar dan hanya berorientasi pada kepentingan-kepentingan formal serta kegiatan-aktivitas khusus. Kemudian menurut Cooley dalam Henslim (1909: 121) golongan primer (primary groups) yaitu kalangan yang ditandai dengan pergaulan dan kolaborasi tatap muka yang bersifat mendasar dalam membentuk sifat dan wangsit sosial individu secara intim. Sedangkan kalangan sekunder (secondary groups) yaitu kalangan besar yang didasarkan pada kepenting atau kegiatan tertentu yang khusus, dan para anggotanya condong berinteraksi atas dasar status spesifik.
Kaprikornus mampu ditarik kesimpulan bahwa jenis-jenis lingkungan sosial, ialah lingkungan sosial primer dan lingkungan sosial sekunder.
Komponen-bagian Lingkungan Sosial
Terkait dengan kesinambungan lingkungan sosial maka setidaknya terdapat empat unsur lingkungan sosial yang perlu diperhatikan (Purba, 2002: 21-27). Keempat unsur tersebut adalah:
1. Pengelompokan sosial, ialah aneka macam macam orang yang membentuk komplotan atau pengelompokan sosial yang dilandasi kekerabatan relasi (genealogical based relationship), seperti keluarga inti atau batih, marga atau klen, suku bangsa dan lain-lain.
2. Penataan sosial, penataan sosial sungguh diharapkan untuk mengatur ketertiban hidup dalam masyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Penataan itu dapat berupa hukum-aturan sebagai fatwa bareng dalam menggalang kolaborasi dan pergaulan sehari-hari antar anggotanya. Setiap orang mesti terperinci kedudukannya dan peran-tugas yang mesti dikerjakan, dan mengetahui apa yang mesti diberikan dan apa yang dapat diperlukan dari pihak lainnya.
3. Pranata sosial, pada umumnya pranata sosial dikembangkan atas dasar kepentingan penguasaan lingkungan permukiman yang amat penting artinya bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bersangkutan. Berbagai peraturan dikembangkan untuk menyisakan orang-orang yang bukan anggota kesatuan sosial yang bersangkutan. Mereka tidak memiliki hak dan keharusan yang serupa atas penguasaan sumber daya alam yang tersedia mirip anggotanya.
4. Kebutuhan sosial, lingkungan sosial itu terbentuk didorong oleh cita-cita insan untuk menyanggupi keperluan hidupnya. Sebagaimana dikenali, bahwa tidak semua keperluan hidup insan itu bisa tercukupi oleh seorang diri, utamanya kebutuhan sosial (social needs). Karena itu pemenuhan keperluan hidup yang fundamental (basic needs) senantiasa menyebabkan kebutuhan sampingan (drived needs).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-komponen lingkungan sosial itu terdiri dari pengelompokan sosial, penataan sosial, pranata sosial dan kebutuhan sosial.
Ciri-ciri Kualitas Lingkungan Sosial
Menurut Purba (2002: 29) ciri-ciri mutu lingkungan sosial yaitu selaku berikut:
a. Segenap pihak diikutseratakan dan masing-masing memiliki peran dan tanggung jawab. Hal ini didasarkan pada prinsip partisipatif dan bertanggung jawab.
b. Hasilnya dapat dinikmati oleh penduduk luas guna meningkatkan kemakmuran hidupnya. Hal ini ditandai dengan tingkat ekonomi dan pendapatan penduduk yang layak, daerah tinggal dan pemukiman yang sehat dan aman, adanya potensi melakukan pekerjaan dan berupaya, pertambahan dan distribusi masyarakatsesuai daya dukung lingkungan dan daya tampung sosial, tingkat pendidikan masyarakatyang memadai, dan kesehatan yang prima.
c. Penghormatan kepada hak-hak penduduk serta modal sosial yang dikembangkan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini ditandai dengan adanya pemberian hukum atas hak intelektual warga maupun golongan penduduk , contohnya melalui paten, serta bantuan kepada hak-hak adat penduduk setempat (misalnya lewat peraturan kawasan yang mengakomodasi derma atas hak-hak masyarakat lokal).
Dari uraian di atas mampu ditarik kesimpulan ciri mutu lingkungan, adalah semua pihak berpartisipasi dan bertanggung jawab, hasil dapat dicicipi oleh semua lapisan penduduk dan penghormatan kepada hak-hak penduduk .
Konsepsi perihal Lingkungan Sosial yang Baru
Setiap individu dalam kehidupannya niscaya akan mencicipi atau memasuki yang namanya lingkungan gres, salah satu lingkungan tersebut yaitu lingkungan sosial. Di dalam lingkungan gres itu sendiri insan dibutuhkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, membuatkan perilaku-perilaku sosial baru dan nilai-nilai gres sesuai dengan peran-tugas gres yang dihadapi nantinya (Hurlock, 1980: 247).
Guna terwujudnya keberhasilan seorang individu dalam menghadapi lingkungan sosial yang baru, individu tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan baik dengan segala aspek–aspek yang ada. Seperti halnya proses adaptasi diri yang merepotkan dihadapi manusia secara lazim, misalnya akil balig cukup akal. Pada kurun ini akan menunjukkan waktu pada remaja untuk mencoba gaya baru yang berlainan, menentukan contoh perilaku, nilai dan sifat yang paling cocok dengan dirinya (Kampler, 1976:144). Dengan kata lain hal ini merupakan proses pencarian indentitas diri yang dilaksanakan oleh para akil balig cukup akal.
Masa cukup umur merupakan abad peralihan dari kala belum dewasa ke kala dewasa. Pada abad ini, akil balig cukup akal mengalami kemajuan dan kemajuan yang sangat pesat pada fisik, psikis maupun sosial. Yang tersulit kemajuan pada kala cukup umur yakni yang berafiliasi dengan adaptasi sosial. Remaja harus mengikuti keadaan dengan orang akil balig cukup akal di luar lingkungan keluarga maupun sobat-sobat sebaya (Hurlock, 1980:213). Agar dalam adaptasi yang dijalankan cukup umur kepada lingkungan sosial berhasil (well adjust), maka akil balig cukup akal mesti menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan permintaan-tuntutan yang diperlukan oleh lingkungannya sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan mempunyai pribadi yang sehat.