Pengertian Keuangan Negara Dan Administrasi Keuangan Negara

Pengertian Keuangan Negara dan Manajemen Keuangan Negara 
Keuangan Negara yakni semua hak dan keharusan negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang mampu dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 UU Nomor 17 Tahun 2003).
Menurut PP No. 58 Tahun 2005 ihwal Pengelolaan Keuangan Daerah, Keuangan Daerah ialah semua hak dan kewajiban kawasan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan duit termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang bekerjasama dengan hak dan keharusan kawasan tersebut. Demikian juga berdasarkan Permendagri No. 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, disebutkan bahwa Keuangan Daerah merupakan semua hak dan keharusan tempat dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang mampu dinilai dengan uang tergolong didalamnya segala bentuk kekayaan yang berafiliasi dengan hak dan keharusan kawasan tersebut.
Ada beberapa pemahaman yang berhubungan dengan keuangan negara, antara lain:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ialah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yaitu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
2. Pendapatan negara adalah hak pemerintah sentra yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan higienis. Sementara itu, pendapatan kawasan adalah hak pemerintah kawasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan higienis.
3. Belanja negara adalah keharusan pemerintah sentra yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Sedangkan belanja kawasan yakni kewajiban pemerintah kawasan yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan higienis.
4. Pembiayaan ialah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang hendak diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
5. Manajemen keuangan negara ialah keseluruhan acara pejabat pengurus keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, dalam mengorganisir keuangan negara yang meliputi: penyusunan rencana, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
6. Manajemen keuangan daerah ialah fungsi Pemerintah Daerah untuk mengorganisir keuangan mulai dari menyiapkan, melakukan, memantau, menertibkan dan memeriksa banyak sekali sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi, dekosentrasi dan peran pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk APBD (Tjahya Supriyatna, 1992).
Dalam Pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Dasar 1945, secara berturut-turut ditegaskan, APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dikerjakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 
A. Pendekatan Keuangan Negara
Perumusan keuangan negara menggunakan beberapa pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan dari sisi obyek; Dari sisi obyek, keuangan negara mencakup seluruh hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan duit, di dalamnya termasuk berbagai kebijakan dan aktivitas yang terselenggara dalam bidang fiskal, moneter dan atau pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu segala sesuatu dapat berupa duit maupun berupa barang yang mampu dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan keharusan tersebut.
2. Pendekatan dari segi subyek; Dari segi subyek, keuangan negara mencakup negara, dan/atau pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/tempat, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. 
3. Pendekatan dari sisi proses; Dari segi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan obyek keuangan negara mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
4. Pendekatan dari sisi tujuan; Dari segi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, aktivitas dan kekerabatan aturan yang berhubungan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. 
B. Ruang Lingkup Keuangan Negara
Ruang lingkup keuangan negara sesuai dengan pemahaman tersebut di atas, diuraikan dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 mencakup:
1. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan sumbangan;
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan peran layanan lazim pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. Kekayaan negara/kekayaan kawasan yang diatur sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berguna, piutang, barang, serta hak-hak lain yang mampu dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau tempat; 
8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 
C. Fungsi Keuangan Negara 
Dalam pembangunan ekonomi, budget memiliki fungsi yang sangat lebih banyak didominasi. Musgrave and Musgrave, (1989) menyebutkan ada tiga fungsi keuangan negara, yakni:
1. Fungsi alokasi, ialah fungsi pemerintah (lewat manajemen keuangan negara) dalam menggunakan sumberdaya nasional untuk keperluan penyediaan barang publik, dalam rangka mengatasi kegagalan mekansime pasar, dan akibat kurangnya minat sektor swasta dalam menciptakan barang dan jasa bagi konsumen; 
2. Fungsi distribusi, adalah fungsi pemerintah (melalui manajemen keuangan negara) untuk meredistribusi pemasukan dalam mengatasi ketidak merataan yang diakibatkan oleh adanya kesenjangan dalam pemilikan faktor-faktor produksi mirip tanah, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan. 
3. Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah (lewat administrasi keuangan negara) dalam menstabilkan kondisi perekonomian negara. Jika kondisi perekonomian sedang inflasi, maka pengeluaran dikurangi atau pajak dinaikkan. Sebaliknya bila keadaan perekonomian deflasi, maka pengeluaran pemerintah ditambah atau pajak dikurangi. 
A. Pendekatan New Public Management (NPM)
Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi pergeseran manajemen sektor publik yang cukup drastis dari metode manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi versi administrasi sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar pergantian kecil dan sederhana, namun perubahan besar yang telah mengubah tugas pemerintah khususnya dalam hal korelasi antara pemerintah dan masyarakat. Paradigma baru yang timbul dalam manajemen sector publik tersebut ialah pendekatan New Public Management (NPM).
Model NPM berfokus pada administrasi sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma gres tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah, diantaranya yaitu tuntutan untuk melaksanakan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender. Salah satu model pemerintahan di masa NPM adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan rancangan “Reinventing Government”.
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaeblertersebut yaitu:
1. Pemerintahan katalis (fokus pada pinjaman aba-aba bukan buatan layanan publik),
2. Pemerintah milik penduduk (lebih mempekerjakan penduduk dari pada melayani),
3. Pemerintah yang kompetitif (mendorong semangat persaingan dalam sumbangan pelayanan publik),
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi (mengganti organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi),
5. Pemerintah yang berorientasi hasil (membiayai hasil bukan masukan),
6. Pemerintah berorientasi pada konsumen (menyanggupi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi),
7. Pemerintah wirausaha (bisa menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan),
8. Pemerintah yang antisipatif (berusaha menangkal ketimbang mengobati),
9. Pemerintah desentralisasi (dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja), dan
10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar/metode insentif dan bukan mekanisme administratif/tata cara mekanisme dan pemaksaan).
Munculnya konsep New Public Management (NPM) kuat eksklusif terhadap konsep budget negara pada umumnya. Salah satu pengaruh itu ialah terjadinya pergeseran metode budget dari versi budget tradisional menjadi budget yang lebih berorientasi pada kinerja.
B. Pendekatan New Public Management (NPM)
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan hadirnya periode New Public Management sudah mendorong upaya di banyak sekali negara untuk membuatkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran negara. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, antara lain: Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgetin
g), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS). Dalam konteks kebijakan manajemen keuangan negara di Indonesia, dikembangkan Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).
Uraian lebih lanjut teknik penganggaran tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)
Pendekatan kinerja disusun untuk menanggulangi aneka macam kekurangan yang terdapat dalam budget tradisional, terutama kekurangan sebab tidak adanya persyaratan yang mampu digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Pendekatan ini sangat menekankan pada rancangan value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga memprioritaskan mekanisme penentuan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut, anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik analisis antara ongkos dan faedah.
Sistem penganggaran kinerja pada dasarnya ialah sistem yang mencakup aktivitas penyusunan acara dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan metode budget kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang cocok dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan acara, serta penentuan indikator kinerja yang dipakai sebagai standar dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
2. Zero Based Budgeting (ZBB )
Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada tata cara budget tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan desain ZBB mampu menetralisir kekurangan pada rancangan incrementalism dan line item alasannya budget diasumsikan mulai dari nol (zero base).
Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya realisasi budget tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, adalah dengan menyesuaikan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, tetapi didasarkan pada keperluan saat ini. Dengan ZBB, seakan-akan proses anggaran dimulai dari hal-hal yang baru sama sekali. Item budget yang telah tidak berkaitan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur budget, atau mungkin juga timbul item baru.
3. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
PPBS ialah teknik penganggaran yang didasarkan pada teori tata cara yang berorientasi pada output dan tujuan dengan pengutamaan terutama pada alokasi sumber daya menurut analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang berisikan divisi-divisi, tetapi berdasarkan program, ialah pengelompokan acara untuk meraih tujuan tertentu.
PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu administrasi pemerintah dalam menciptakan keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik.Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah sungguh terbatas jumlahnya, sedangkan permintaan penduduk tidak terbatas jumlahnya.Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada opsi alternatif keputusan yang memperlihatkan faedah paling besar dalam pencapaian tujuan bernegara secara keseluruhan.PPBSmemberikan kerangka untuk menciptakan opsi tersebut.
Pendekatan baru dalam metode budget negara tersebut berdasarkan Mardiasmo, dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik condong memiliki karakteristik sebagai berikut: 
  • komprehensif/komparatif, 
  • terintegrasi dan lintas departemen, 
  • proses pengambilan keputusan yang rasional, 
  • berjangka panjang, 
  • spesifikasi tujuan dan urutan prioritas, 
  • analisis total cost and benefit (termasuk opportunity cost), 
  • berorientasi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar Input, 
  • adanya pengawasan kinerja. 
  Pemahaman Aturan Coulomb
4. Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
Dalam UU No. 17 Tahun 2003 perihal Keuangan Negara, terjadi perubahan fundamental, yang antara lain : (1) Prinsip anggaran berimbang diganti dengan budget surplus/defisit; (2) Program budgeting (berbasis tujuan) menjadi performance budgeting (berbasis kinerja); (3) Anggaran yang disusun atas dasar rencana lima tahunan diganti menjadi budget yang disusun secara rolling dengan pendekatan Medium Term Expenditure Framework; dan (4) Dual anggaran (berkala dan pembangunan) menjadi unified budget (satu budget). 
Salah satu aspek dalam upaya tersebut yakni Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) yang ialah sistem penganggaran yang dapat memadukan penyusunan rencana kinerja dan anggaran tahunan sehingga dapat dikenali keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil (outcomes) yang dibutuhkan.
Anggaran ialah alat akuntabilitas, administrasi, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, budget berfungsi merealisasikan perkembangan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka meraih tujuan bernegara. Sedangkan Penganggaran berbasis kinerja (ABK) ialah penyusunan budget dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang dibutuhkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran (mengacu pada Pasal 7 ayat (1) PP No. 21 Tahun 2004). Dalam penganggaran berbasis kinerja dibutuhkan indikator kinerja, persyaratan biaya, dan penilaian kinerja dari setiap program dan jenis aktivitas (mengacu pada Pasal 7 ayat (2) PP No. 21 Tahun 2004). Kondisi yang diharapkan dari penerapan anggaran berbasis kinerja (ABK), antara lain : (1) memajukan efektivitas alokasi anggaran melalui perancangan acara/acara yang diarahkan untuk meraih hasil dan keluaran yang ditetapkan, (2) memajukan efisiensi pengeluaran lewat penentuan satuan biaya keluaran, dan (3) oleh akibatnya memajukan kredibilitas dan akuntabilitas. 
Instrumen yang dipakai dalam pelaksanaan (ABK) yaitu Rencana Stratejik (RENSTRA): (1) dalam UU No. 25 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1) antara lain disebutkan bahwa ”Renstra-SKPD menampung visi, misi, tujuan, seni manajemen, kebijakan, acara, dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan peran dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif”. (2)Dalam PP. No. 58/2006 wacana Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam Pasal 31 ayat (1), dijelaskan SKPD menyusun planning strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD yang menampung visi, misi, tujuan, taktik, kebijakan, acara dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
C. Azas-Azas Umum Penyelenggaraan Keuangan Negara
Asas umum penyelenggaraan keuangan negara meliputi:
1. Azas tahunan, artinya bahwa keuangan negara disusun pada setiap tahun.
2. Azas universalitas, artinya bahwa keuangan negara berlaku universal untuk semua bidang dan sektor dalam rangka mengembangkan kemakmuran masyarakat lazim.
3. Azas kesatuan, artinya bahwa dalam penyelenggaraan keuangan negara tidak mampu dipisahkan antara satu bidang dengan bidang lain,satu sektor dengan sektor lain, melainkan ialah satu kesatuan yang utuh dan saling terkait.
4. Azas spesialitas, artinya bahwa walaupun penyelenggaraan keuangan negara ialah satu kesatuan utuh, tetapi spesialisasi bidang dan sektor harus dikerjakan dalam rangka efektivitas dan efisiensi budget.
5. Azas akuntabilitas berorientasi pada hasil, artinya bahwa setiap rupiah uang negara yang dikeluarkan mesti dapat dipertanggung jawabkan kepada publik dan dalam pengalokasiannya harus menghasilkan sesuatu yang berfaedah pada publik.
6. Azas profesionalitas, artinya bahwa dalampengelolaan keuangan negara mesti dikerjakan secara profesional.
7. Azas proporsionalitas, artinya adalah bahwa pengelolaan keuangan negara mesti dikerjakan secara proporsioanl sesuai dengan kebutuhan dengan tetap mengacu kepada efisiensi, efektivitas, dan keadilan.
8. Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, artinya bahwa dalampengelolaan keuangan negara harus bersifat terbuka (transparan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
D. Prinsip-prinsip PengelolaanKeuangan Negara
Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure Management) menekankan pentingnya tiga prinsip penting (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara adalah : 
  • Agregate Fiscal Dicipline, 
  • disiplin anggaran pada tingkat nasional semoga besarnya belanja negara disesuaikan dengan kemampuan mengumpulkan pendapatan negara 
  • Allocative Efficiency, efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang sempurna sumber-sumber daya keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (faedah atau hasil) yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementrian/forum 
  • Operational Efficiency, efisiensi pelaksanaan aktivitas instansi pemerintahan untuk menciptakan output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan 
  Menulis Sinopsis Naskah Film yang Menarik
Sementara itu, dalam UU Nomor 17 tahun 2003 tersurat bahwa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara mencakup:
1. Tertib, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara mesti senantiasa memperhatikan tertib manajemen dan tertib secara operasional.
2. Taat pada peraturan perundang-seruan, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara mesti selalu sesuai dengan peraturan perundang-usul yang berlaku.
3. Efisien, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus efisien, dan tidak boros.
4. Ekonomis, artinya bahwa dalam pengelolaan keuangan negara mesti memperhatikan keterbatasan keuangan yang ada dengan pengalokasian sesuai dengan prioritas.
5. Efektif, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus berorientasi terhadap pencapaian tujuan pembangunan.
6. Transparan, artinya bahwa pengelolaan keuangan negara harus terbuka sesuai dengan peraturan perundang-ajakan yang berlaku.
7. Bertanggung jawab, artinya bahwa setiap rupiah duit negara yang dikeluarkan mesti mampu dipertanggung jawabkan kepada publik sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
8. Memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, artinya bahwa dalam pengelolaan keuangan negara harus selalu memperhatikan keadilan dinatara warga negara, daerah, dan sektor, serta sesuai dengan norma dan kepatutan yang berlaku di penduduk .