Daftar Isi
Pengertian dan Jenis Wawancara
Tahukah kamu yang dimaksud dengan wawancara? Wawancara ialah bentuk percakapan dengan maksud tertentu yang dikerjakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan orang yang diwawancarai. Pewawancara adalah orang yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada orang yang diwawancarai. Kegiatan wawancara acap kali dijalankan oleh seorang wartawan atau reporter sebuah media pemberitaan dengan seseorang yang dianggap layak diwawancarai alasannya keahliannya, untuk sebuah kasus, kejadian, dan sebagainya. Orang yang diwawancarai disebut dengan narasumber.
Wawancara dengan seorang narasumber atau seorang tokoh dapat dilaksanakan untuk mengungkap usulan atau gagasannya ihwal sesuatu hal. Misalnya, tokoh di bidang perfilman mirip pada contoh teks wawancara di atas, tokoh di bidang olahraga, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Menurut jenisnya, wawancara dapat dibedakan menjadi tiga macam.
1. Wawancara secara Spontan
Wawancara ini dilakukan secara alamiah dan spontan. Oleh sebab itu, hubungan antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai berlangsung secara alami, impulsif, dan masuk akal. Penyampaian pertanyaannya pun harus berlangsung sebagaimana dalam percakapan sehari-hari.
2. Wawancara dengan Petunjuk Umum
Wawancara ini menuntut terlebih dahulu pewawancara membuat kerangka atau pokok duduk perkara yang hendak ditanyakan dalam proses wawancara.
3. Wawancara dengan Seperangkat Pertanyaan yang Telah Dibakukan
Wawancara jenis ini telah memutuskan urutan, kata-kata, dan cara penyuguhan pertanyaannya. Dengan demikian, pihak pewawancara cuma membacakan sejumlah pertanyaan yang sudah disiapkan tersebut.
Contoh Teks Kutipan Wawancara
Bagi Dedy Mizwar, film adalah dunianya yang sejati. Di sanalah, selama berpuluh tahun beliau mengaktualisasikan diri. Banyak penghargaan yang sudah diterimanya, antara lain penghargaan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2007. Bagaimana pendapatnya ihwal perfilman nasional? Berikut ini wawancara dengan Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) tersebut di Hotel Novotel Semarang.
Selamat, Anda baru saja mendapat penghargaan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2007. Seberapa besar makna penghargaan itu bagi Anda?
Ini justru merupakan cambuk supaya saya melakukan pekerjaan lebih keras lagi untuk terus menunjukkan yang terbaik. Selain itu, juga menjadi spirit supaya berbuat lebih baik lagi pada era mendatang.
Perfilman Asia meningkat begitu pesat. Bagaimana posisi perfilman Indonesia di pecaturan perfilman Asia itu?
Jika penghargaan internasional dijadikan parameter, kita mempunyai kawasan tidak mengecewakan terhormat alasannya sineas kita telah banyak yang mendapatkannya. Akan tetapi, di sisi lain, masih banyak yang perlu dibenahi di badan perfilman Indonesia. Oleh akibatnya, mesti tumbuh bioskop sehat.
Apakah perfilman nasional kini ini sudah sungguh-sungguh bangun?
Sekarang muncul lagi generasi perfilman, generasi muda di Indonesia dengan gaya anak muda. Selain itu, berkembang film dengan tema horor yang banyak digarap sineas muda. Saya menganggap ini sebuah kebangkitan dalam pemahaman kuantitas.
Ada pertimbangan yang menyampaikan bahwa karya-karya generasi gres itu manis secara teknik, tetapi lemah dalam isi. Apa usulan Anda?
Ini persoalan kekayaan batin, wawasan, keadaan kita, dan kepekaan dalam menangkap suasana penduduk . Saya tidak pesimis. Ketika perjalanan umur dan pengetahuan bertambah, saya percaya mereka akan menyaksikan hal-hal yang konkret di penduduk . Akan namun, spirit belum dewasa muda itu patut diapresiasi. Ada semangat kembali menciptakan film untuk bioskop, itu penting.
Sebagai Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), apa yang bisa Anda lakukan untuk membereskan perfilman Indonesia?
Banyak. Langkah pertama, memetakan persoalan. Kinerja Lembaga Sensor Film (LSF) mesti dibenahi, lalu pemutakhiran jasa teknik atau teknologi. Sumber daya manusia perlu ditingkatkan. Terakhir, persoalan pengembangan festival-festival. Itu fasilitas apresiasi, penawaran spesial, dan watu timbang bagi prestasi dan kreativitas insan film. Setelah duduk perkara terpetakan, baru melakukan langkah-langkah untuk mendorong perkembangan industri film di Indonesia.
(Sumber: Suara Merdeka, 5 Agustus 2007, hlm. 7)