Pengertian Heuristik Menurut Para Hebat

Pengertian Heuristik Menurut Para Ahli
Heuristik yaitu berasal dari kata yunani heurishein, artinya mendapatkan. Menurut G. J. Reiner seperti yang ditulis Dudung Abdurrahman (1900), heuristik yaitu suatu tehnik, suatu seni, dan bukan sebuah ilmu. Heuristik seringkali ialah sebuah kemampuan dalam mendapatkan, mengetahui dan memperinci bibliografi atau mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan. Lebih jelasnya seperti apa yang dikatakan Carrad bahwa heuristik ialah ialah langkah awal sebagai sebuah acara mencari sumber-sumber, mendapatkan data, atau bahan sejarah atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Dari kedua usulan di atas mampu ditarik kesimpulan bahwa heuristik ialah langkah awal dalam penulisan sejarah adalah dengan pengumpulan data sebanyak mungkin untuk dijadikan sumber penelitian sejarah.
Adapun macam-macam fakta yang dikumpulkan dalam heuristik ini seperti adat-istiadat aristokrat, pegaulan sehari-hari, setratifikasi sosial, perubahan budpekerti istiadat serta bahasa yang dipakai oleh kelompok darah biru di desa Jerowaru serta beberapa fakta yang tepat dengan rumusan masalah seperti diajukan pada bagian sebelumnya. 
Karena heuristik merupakan kegiatan pengumpulan data-data sejarah, maka ada beberapa tehnik dalam pengumpulan data tersebut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah aktivitas manusia dengan menggunakan pancaindra lainnya seperti indera pendengaran, penciuman, ekspresi dan kulit. Karena itu, pengamatan yakni kesanggupan seorang untuk memakai pengamatannya lewat hasil kerja penelusuran mata serta dibantu dengan pancaindra yang lain (Burhan Bungin, 2008: 115). Sedangkan Sutrisno Hadi mengatakan bahwa observasi ialah sebuah proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari banyak sekali proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang paling penting adalah proses-proses pengamatan dan kenangan (Sugiono, 2008: 145). 
Dalam observasi ini proses pelaksanaan pengumpulan data yang dikerjakan oleh peneliti adalah pengamatan nonpartisipan (non participant observasion). Dalam hal ini tidak terlibat secara langsung terlibat selaku anggota dari penduduk tersebut, namun cuma selaku pengamat independen. Dengan cara ini walaupun secara tidak eksklusif terlibat mirip masyarakat lazimnya , namun dengan cara ini peneliti juga mampu memperhatikan bagaimana prilaku masyarakat, pergaulan penduduk dengan masyarakat lain, serta bagaimana interaksi sosial pada penduduk di desa Jerowaru.
Adapun fakta-fakta yang didapatkan peneliti selama melaksanakan pengamatan berkisar pada bagaima proses interaksi antara dua golongan sosial yang berbeda, mengamati beberapa perbedaan yang menonjol antara kalangan darah biru dengan masyarakat lazimdalam hal bangunan utamanya lumbung padi, mengamati tata krama pada kelompok aristokrat, serta beberapa faktor dari segi lahiriah yang dapat peneliti dapatkan selama melaksanakan pengamatan. 
1. Wawancara
Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan dilaksanakan oleh dua pihak orang, ialah pewawancara (interviewer) yang bertanya terwawancara (interviewee) yang menawarkan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2007: 186). Jadi disini terdapat elemen yang penting adalah interviewer dan interviewee. 
Wawancara mampu dijalankan secara teratur maupun tidak teratur dan dapat dilakukan melalui tatap paras (face to face) maupun dengan menggunakan telepon). Dan dalam observasi ini menggunakan wawancara terencana sebagai tehnik pengumpulan data. Oleh alasannya itu mirip apa yang dibilang Sugiyono, seorang peneliti dalam melaksanakan wawancara, pengumpulan data setelah penyiapan instrumen observasi berupa pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun sudah disiapkan. Dengan terencana ini setiap responden diberi peranyaan yang serupa, dan kolektordata mencatatnya (Sugiyono, 141: 2008). Sedangkan tata cara wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yakni sistem wawancara sedikit demi sedikit, sebab huruf utama dari wawancara ini adalah dijalankan secara bertahap dan pewawancara tadak mesti terlibat dalam kehidupan sosial formal. Sistem tiba dan pergi dalam wawancara ini mempunyai keunggulan dalam berbagi objek-objek baru dalam wawancara berikutnya alasannya adalah pewawancara mendapatkan waktu yang panjang diluar informan untuk menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan serta mampu mengoreksinya (Burhan Bungin, 2008: 110).
Untuk menerima data dari informan melelui wawancara ini mencakup, memperoleh informan di lapangan dikerjakan dengan menentukan orang-orangnya dengan alasan orang yang dipilih sebagai informan benar-benar tahu ihwal sejarah mengenai asal-ajakan, proses interaksi, status sosial dan lain sebagainya. Adapun beberapa info dan dan fakta yang ingin peneliti dapatkan dalam wawancara ini berbentukasal-permintaan darah biru Jerowaru, perkembangannnya, pelaksanaan adat-istiadatnya, bagaimana implementasi akhlak-istiadat yang dikembangkan, bgaimana tata cara perkawinan, bahasa yang digunakan dengan memakai pengumpulan data melelui wawancara ini. Serta beberapa informasi yang lain yang sesuai dengan tema dalam penelitian ini.
Berbagai pihak yang peneliti minta keterangannya dalam observasi ini diantaranya, pejabat pemerintah yang ada di desa Jerowaru, tokoh budbahasa, tokoh masyarakat, para darah biru serta penduduk biasa pada umumnya yang tahu perihal berita yang penulis cari. 
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi yakni salah satu metode pengumpulan data yang dipakai dalam metodologi penelitian ilmu sosial. Pada pada dasarnya metode dokumenter yakni metode yang dipakai untuk menelusuri data historis. Dengan demikian, pada penelitian sejarah, data dokmenter memang berperan sungguh penting (Burhan Bungin, 2008: 121).
Metode observasi ini ialah salah satu yang mesti digali oleh seorang peneliti sejarah, karena bekerjsama sejumlah besar fakta tentang sejarah tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi guna dijadikan kata-kata dan fakta historis.
Sebagian besar data yang tersedia yaitu berupa surat-sura, catatan-catatan harian, cendramata, surat harian, laporan dan sebagainya. Sifat utama dari data ini tidak terbatas dari ruang dan waktu sehingga memberi potensi kepada peneliti untuk mengenali hal-hal yang pernah terjadi pada periode silam.kumpulan data dalam bentuk tulisan ini disebut dokumen dalam arti luas. Adapun barang-barang yang tergolong dokumen diantaranya adalah artepak, caset tape, mikrofilm, dise, CD, flashdisk dan sebagainya (Burhan Bungin, 2008: 122). Secara rincian materi dokumenter terbagi berbagai jenis adalah: 
a. otobiografi
b. surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial
c. kliping
d. dokumen pemerintah maupun suasta
e. kisah roman dan dongeng rakyat
f. data server dan flashdisk
g. data tersimpan di web site dan lain-lain.
Selain macam-macam materi dokumenter diatas, materi dokumenter ini dibagi lagi menjadi dua, adalah dokumen langsung dan dokumen resmi.
a. Dokumen Pribadi
Dokumen pribadi yakni catatan atau karangan seseorang secara tertulis ihwal langkah-langkah, pengalaman, da kepercayaannya. Maksud menghimpun dokumentasi pribadi adalah untuk menemukan insiden faktual tentang suasana sosial dan banyak sekali faktor dis ekitar subjek observasi (Sugiyono, 2008: 217). Dokumen langsung ini mampu berbentukbuku harian, otobiografi dan sebagainya.
b. Dokumen Resmi
Dokumen resmi terbagi terbagi atas dokumen intern dan dokumen intern. Dokumen intern mampu berbentukmemo, pengumuman arahan, ataupun dari lembaga untuk golongan sendiri mirip risalah atau laporan rapat,keputusa pemimpin kantor, konvensi yaitu kebiasaab-kebiasaan yang berjalan di suatu lembaga dan sebagainya. Sedangkan dokumen ekstern berupa bahan-bahan gosip yang dikeluarkan sebuah pemerintahan (Burhan Bungin, 2008: 123).
Dalam observasi ini dokumen yang akan dikaji sebagai materi penulisan sejarah yang terkait dengan keperluan peneliti tidak begitu banyak maka peneliti dalam hal ini hanya menggunakan kitab antik yang disebut sebagai Takepan untuk menelusuri sejarah tersebut, lebih dari itu ada juga monografi desa serta salinan daftar pemilih tetap penyeleksian biasa kabupaten Lombok timur tahun 2009/2019. Adapun dari takepan itu untuk mengetahui ihwal sejarah permulaan masyarakat desa Jerowaru, kemudian dari monografi desa ialah untuk mendapatkan data yang terang mengenai desa Jerowaru secara biasa dari beberapa aspek dalam kekiniannya. Dan yang terakhir yakni daftar pemilih tetap tadi, adalah digunakan untuk menentukan mengenai konsentrasi daerah tinggal ningrat yang cendrung tinggal di satu tempat dengan sesama golongannya. Selain materi dokumen yang berupa buku-buku diatas tadi, peneliti juga menggunakan foto-foto sebagai bahan kajian dokumenter ini.
b. Kritik 
Setelah sumber sejarah dalam berbagai katagorinya itu terkumpul, tahap yang selanjutnya ialah verifikasi atau biasa disebut juga dengan kritik untuk menemukan keabsahan sumber. Dalam hal ini yang mesti jug adiuji adalah keabsahan perihal keaslian sumber (otensitas) yang dikerjakan melalui kritik ekstern, dan keabsahan ihwal kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. Berikut ini kedua teknik verifikasi tersebut akan diterangkan satu-persatu:
1. Keaslian Sumber (otensitas)
Otensitas dari sumber ini minimal dapat diuji berdasarkan lima pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Kapan sumber itu dibentuk ?
2. Dimana sumber itu dibentuk ?
3. Siapa yang menciptakan ?
4. Dari materi apa sumber itu dubuat ?
5. Apakah sumber itu dalam bentuk yang asli?
Kelima pertanyaan ini masih minimal untuk bertanya dalam menentukan keabsahan dari dokumen sejarah yang diteliti untuk dijadikan sumber penulisan sejarah (Abdurrahman, 1999: 26). Lebih dari itu jikalau yang kita teliti tersebut adalah berita dari informan dan bukan dokumen maka dalam hal ini Lucet sebagaimana dikutif Helius Sjamsudin (2007) menyampaikan bahwa sebelum smber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, paling tidak ada lima pertanyaan yang harus dijawab dengan membuat puas: 
1. Siapa yang menyampaikan itu?
2. Apakan satu atau dengan cara lain kesaksian itu telah diubah?
3. Apa bahu-membahu yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya itu?
4. Apakan orang yang memberikan keterangan itu seorang saksi mata (witnes) yang kompeten, apakah ia mengenali faktor itu?
Oleh alasannya itu intinya kritik eksternal mesti menegakkan fakta dari kesaksia bahwa :
a. Kesaksian itu sungguh-sungguh diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini (authenticity)
b. Kesaksian yang sudah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perunahan (uncorupted), tanpa ada suatu suplemen-perhiasan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (itegriti) (Helius Sjamsudin, 2007: 134).
Karena fakta yang peneliti cari berkisar pada tahun 1970-an, maka termasuk sejarah yang kontemporek, alasannya orang-orang yang terlibat eksklusif pada dikala itu masih hidup jadi mampu dikatakan kesaksiannya alasannya ialah sumber primer sungguh bisa diandalkan, sekaligus dengan jalan menggabungkan diantara beberapa partanyaan yang sama dan diajukan pada informan yang berlainan, kemudian jika ada dari sebagian kecil dari informan yang pendapatnya berlainan serta penulis kurang meyakini pendapatnya alasannya sebagian besar bersaksi sama maka usulan satu orang atau dua orang diantara sepuluh orang tersebut gugur dengan sendirinya.
2. Kesahihan Sumber (dapat dipercaya)
Kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan faktor kedalaman adalah isi dari sumber, kesaksian (testimoni). Oleh akibatnya seperti yang ditulis Helius Sjamsudin (2007) dalam kritik intern ini seorang peneliti mesti menetapkan apakah kesaksian itu sanggup menerima amanah (reliable) atau tidak. Keputusan ini didasarkan atas inovasi dua penyidikan (inquiry), adalah:
a. Arti sebetulnya dari kesaksian itu harus diketahui?
b. Setelah fakta kesaksian dibuktikan dan sesudah arti bergotong-royong dari isinya telah dibentuk sejelas mungkin, selanjutnya kredibelitas saksi harus ditegakkan.
Adapun berkenaan dengan sumber verbal, jika ingin teruji kredibilitasnya sebagai fakta sejarah, maka harus memenuhi sebagaimana syarat-syarat yang diajukan Garraghan sebagaimana dikutif Dudung Abdurrahman (1999) sebagai berikut:
a. Syarat-syarat umum: sumber ekspresi (tradisi) mesti disokong olek saksi berantai dan disampaikan oleh pelopor pertama yang terdekat. Sejumlah saksi itu harus sejajar dan bebas, serta mampu mengungkapkan fakta yang teruji kebenarannya.
b. Syarat-syarat khusus: sumber lisan mengandung kejadian penting yang dikenali lazim; sudah menjadi keyakinan biasa pada periode tertentu; selama kurun tertentu itu tradisi dapat berlanjut tanpa protes atau penolakan perseorangan; lamanya tradisi relatif terbatas; ialah aflikasi dari observasi yang kritis; dan tradisi tidak pernah ditola oleh pemikiran kritis.
Dalam hal dapat dipercaya sumber ini peneliti sebagaimana klarifikasi diatas dalam sumber verbal memakai saksi yang berantai, bahkan saksi tersebut merupakan sumber primer yang secara pribadi mengalami dan merasakan perihal fakta yang peneliti tanyakan terkait dengan sejarah masyarakat desa jerowaru tersebut. Dan dari beberapa saksi yang berantai itu jikalau mirip yang telah dijelaskan diatas menyimpang dari pertimbangan biasa maka kesaksiaanya tersebut ditolak untuk dijadikan sumber sejarah, yang sudah barang pasti dalam hal ini ke kredibelan informan tersebut juga peneliti ketahui.
c. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran data sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Kata analisis sendiri bermakna menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang bermakna menyatukan. Namun keduanya seperti yang dibilang Kuntowijoyo dalam bukunya Dudung Abdurrahman (1999) bahwa analisis dan sintesis dipandang selaku metode-metode utama dalam interpretasi.
Lebih jelasnya bahwa interpretasi data atau analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangtan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan dalam katagori,menjabarkan kedalam unit-unit, melaksanakan sintesa, menyusun kedalam teladan, menentukan mana yang penting dan yang mau dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga gampang dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2008: 244). Dengan begitu analisis sejarah itu sendiri, seperti yang dibilang Berkhofer (Abdurrahan:1999) bermaksud melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan gotong royong dengan teori-teori disusunlah fakta itu kedalam sebuah interpretasi yang menyeluruh. 
Karena didalam penulisan sejarah sering juga terjadi interpretasi tidak sesuai atau bahkan terlalu meluas maka soerang peneliti dianjurkan memusatkan perhatiannya pada pos-pos tertentu yang membicarakan sebuah maslah, misalnya: dengan mempelajari tokoh-tokoh, longkungan peristiwa yang melingkupinya dan sebagainya. Selanjutnya perhatian diarahkan kepada analisis tentang apa yang dipikirkan orang, diucapkan dan diperbuat orang yang mengakibatkan pergeseran melalui dimensi waku (abdurrahman, 1999: 61-62).
Adapun yang dilakukan peneliti dalam tahap iterpretasi data ini yaitu mensintesiskan beberapa fakta semoga sesuai dengan teori yang digunakan. Misalnya ada teori yang menyampaikan bahwa hubungan ditentukan oleh keturunan yang selektif, dimana dalam kekerabatannya memiliki hak atas gelar, lambing, kepemilikan dan lain-lain, begitu pula fakta yang ditemukan mencari titik temu antara teori tersebut dengan hasil penelitian yang mau diterangkan.
d. Historiografi
Sebagai fase terakhir dalam penulisan sejarah, historiografi ini merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil observasi sejarah yang sudah dijalankan. Layaknya laporan ilmiah, penulisan hasil observasi sejarah itu hendaknya mampu memperlihatkan citra yang terang perihal proses observasi, semenjak permulaan (fase penyusunan rencana) hingga dengan tahap terakhir (penarikan kesimpulan). Kaprikornus dengan penulisan sejarah itu akan diputuskan kualitas observasi sejarah itu sendiri (Abdurrahman,1999: 67).
Diantara syarat lazim yang harus diperhatikan peneliti didalam pemaparan sejarah, mirip yang dikatakan Hasan Usman dalam bukunya Dudung Abdurrahman (1999), adalah: 
1. Peneliti mesti memiliki kemampuan mengungkapkan bahasa secara baik.
2. Terpenuhinya kesatuan sejarah, ialah suatu penulisan sejarah itu sendiri selaku bab dari sejarah yang lebih lazim, alasannya adalah dia didahului oleh periode dan dibarengi oleh kala pula. Dengan perkataan lain, penulisan itu ditempatkannya sesuai dengan perjalanan sejarah. 
3. Menjelaskan apa yang didapatkan oleh peneliti dengan menyuguhkan bukti-buktinya dan membuat garis-garis umum yang mau diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca.
4. Keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatf, artinya usaha menyerahkan wangsit-idenya dalam merekonstruksi abad lampau itu didasarkan atas bukti-bukti tersendiri, buktri yang cukup lengkap, dan fakta-fakta akuarat.
Penyajian penelitian secara garis besar terdiri atas tiga bagian: (1) pengirim , (2) hasil penelitian, (3) kesimpulan. Setiap bab biasanya terjabarkan dalam bagian-bagian atau sub bab yang jumlahnya tidak ditantukan swecara singkat. Asalkan antara satu bab dengan bagian lainnya mesti ada pertalian yang terperinci (Abdurrahman, 1999: 69).
Jenis historiografi yang digunakan oleh peneliti yaitu histiiriografi kritis, alasannya adalah selain menggunakan pendekatan sosial yang ialah bab dari tema sejarah kritis yang multi disipliner (multy approach), sekaligus dalam melihat korelasi status sosial di jerowaru menggunakan dua pendekatan baik dari golongan aristokrat maupun masyarakat biasa tentang sejarahnya sehingga dalam penulisannya pada tahap historiografi tidak terjadi bias atau melihat dengan satu kacamata saja. Sekaligus dalam penulisan ini selain bisa menghadirkan nuansa sejarahnya sekaligus nuansa sosial, budaya, ekonomi dan pendididak tercakup di dalamnya.