Pengertian Dan Penanggulangannya Pencemaran Air

Pengertian Dan Penanggulangannya Pencemaran Air 
1. Apa yang disebut Pencemaran Air ?
Istilah pencemaran air atau polusi air mampu dipersepsikan berlainan oleh satu orang dengan orang yang lain mengingat banyak pustaka teladan yang merumuskan definisi ungkapan tersebut, baik dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-undang. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan selaku pencemaraan dari bagian-unsur lingkungan hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air maritim, pencemaran air tanah dan pencemaran udara. Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU wacana lingkungan hidup adalah UU No. 23/1997.
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan insan sehingga kualitas air turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna pokoknya menjadi 3 (tga) faktor, yaitu aspek peristiwa, aspek penyebab atau pelaku dan faktor balasan (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran mampu berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menimbulkan mutu air terkontaminasi. Masukan tersebut sering disebut dengan perumpamaan bagian pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berbentukbuangan yang bersifat berkala , misalnya buangan limbah cair. Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi aturan, namun Pemerintah tetap harus mengatasi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek balasan dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut yakni tingkat mutu air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melalui batas). Ada tolok ukur baku kualitas tertentu untuk peruntukan air. Sebagai acuan ialah pada UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang disantap masyarakat, harus menyanggupi persyaratan mutu maupun kuantitas, yang standar kualitas tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter mutu air minum/air bersih yang berisikan parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam PERMENKES 416/1990 (Achmadi, 2001).
Indikator Pencemaran Air
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan sudah terkotori ialah adanya perubahan atau tanda yang mampu diamati yang dapat digolongkan menjadi :
  • Pengamatan secara fisis, yaitu observasi pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), pergantian suhu, warna dan adanya perubahan warna, anyir dan rasa
  • Pengamatan secara kimiawi, adalah pengamatan pencemaran air menurut zat kimia yang terlarut, perubahan pH 
  • Pengamatan secara biologis, yaitu observasi pencemaran air menurut mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. 
Indikator yang umum dimengerti pada investigasi pencemaran air ialah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang menyanggupi syarat untuk sebuah kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH wajar bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengganti pH air yang kesudahannya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif kepada perubahab pH dan menggemari pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sungguh mempengaruhi proses biokimiawi perairan , contohnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. 
Pada pH < 4, sebagian besar flora air mati alasannya adalah tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae ialah Chlamydomonas acidophila bisa bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.

Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak mampu hidup alasannya oksigen terlarut dipakai untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, alasannya oksigen yang terbentuk akan dipakai kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada ketika tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen bosan dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir yakni 8,32 mg/L (Warlina, 1985). 
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menyebabkan imbas fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah lumayan banyak. Kebutuhan oksigen ini beragam antar organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di perairan akan mensugesti system respirasi organisme akuatik, sehingga pada ketika kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003).
Pada siang hari, saat matahari bersinar terperinci, pelepasan oksigen oleh proses fotosintesa yang berjalan intensif pada lapisan eufotik lebih besar dibandingkan dengan oksigen yang disantap oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut mampu melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada fotosintesa, namun respirasi terus berjalan. Pola pergeseran kadar oksigen ini menimbulkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari. 
Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) 
Dekomposisi materi organic terdiri atas 2 tahap, adalah terurainya materi organic menjadi anorganik dan materi anorganik yang tidak stabil bermetamorfosis materi anorganik yang stabil, contohnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan oksidasi materi anorganik (nitrifikasi) dianggap selaku zat pengganggu.
Dengan demikian, BOD yaitu banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) materi buangan organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organic berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian materi buangan organic lewat proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh basil aerobic yakni :
CnHaObNc   +  (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2       →       n CO2  +  (a/2 – 3c/2) H2O  +  c NH3   

Bahan organic           oksigen                                              bakteri aerob

Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup usang. Penentuan BOD ditetapkan selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang dibutuhkan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan dampak oksidasi ammonia yang memakai oksigen juga. Selama 5 hari era inkubasi, diperkirakan 70% – 80% materi organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003). 
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang sudah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka ialah indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, selaku contoh ialah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik yaitu 3,0 – 6,0 mg/L menurut UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku kualitas limbah cair bagi acara industri kelompok I yaitu 50 mg/L dan golongan II ialah 150 mg/L. 
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) 
COD ialah jumlah oksigen yang dibutuhkan agar materi buangan yang ada dalam air mampu teroksidasi lewat reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sulit didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc  +  Cr2O7 2-  +  H    →    CO2  +  H2O  +  Cr 3+

Jika pada perairan terdapat materi organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dikerjakan pengukuran COD ketimbang BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator berpengaruh seperti kalium permanganat dalam situasi asam, diperkirakan 95% – 100% materi organic dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak dikehendaki bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak terkontaminasi biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan terkotori mampu lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri mampu meraih 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
SUMBER PENCEMARAN AIR
Banyak penyebab sumber pencemaran air, namun secara biasa mampu dikategorikan menjadi 2 (dua) yakni sumber kontaminan eksklusif dan tidak eksklusif. Sumber eksklusif meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung ialah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan (Pencemaran Ling. Online, 2003). Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari acara pertanian contohnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang menciptakan hujan asam.
Komponen Pencemaran Air 
Saat ini hampir 10 juta zat kimia sudah diketahui manusia, dan nyaris 100.000 zat kimia sudah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke tubuh air atau air tanah. Sebagai pola yaitu pestisida yang umum digunakan di pertanian, industri atau rumah tangga, detergen yang biasa digunakan di rumah tangga atau PCBs yang biasa digunakan pada alat-alat elektronika. 
Erat kaitannya dengan dilema indikator pencemaran air, ternyata komponen pencemaran air turut memilih bagaimana indikator tersebut terjadi. Menurut Wardhana (1995), unsur pencemaran air dapat dikelompokkan sebagai bahan buangan:
1. padat
2. organic dan olahan materi kuliner
3. anorganik
4. cairan berminyak
5. berbentukpanas
6. zat kimia.
Bahan buangan padat
Yang dimaksud materi buangan padat yaitu adalah materi buangan yang berbentuk padat, baik yang bernafsu atau yang halus, contohnya sampah. Buangan tersebut jikalau dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan mengakibatkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal.
Apabila bahan buangan padat tersebut menjadikan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini diikuti pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan meminimalkan penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa flora dalam air akan terusik. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi menyusut, kehidupan organisme dalam air juga terganggu.
Terjadinya endapan di dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, alasannya adalah endapan akan menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber masakan ikan dalam air serta menghalangi hadirnya sinar matahari.
Pembentukan koloidal terjadi jikalau buangan tersebut berupa halus, sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang terbang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini juga membatasi penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa dan berkurangnya kadar oksigen dalam air.
Bahan buangan organic dan olahan materi masakan
Bahan buangan organic lazimnya berbentuklimbah yang mampu membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan mengoptimalkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal ini akan naik. Tidak tertutup kemungkinan dengan berambahnya mikroorganisme dapat meningkat pula bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia. Demikian pula untuk buangan olahan materi makanan yang sebenarnya yakni juga bahan buangan organic yang baunya lebih menyengat. Umumnya buangan olahan masakan mengandung protein dan gugus amin, maka jikalau didegradasi akan terurai menjadi senyawa yang gampang menguap dan berbau busuk (misal. NH3). 
Bahan buangan anorganik
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya yaitu logam. Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini umumnya berasal dari limbah industri yag melibatkan penggunaan unsure-komponen logam mirip timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd), air raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dll.
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi mampu merugikan sebab mampu merusak perlengkapan yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga mampu menyebabkan endapan atau kerak pada peralatan.
Apabila ion-ion logam berasal dari logam berat maupun yang bersifat racun seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang mengandung ion-ion logam tersebut sungguh berbahaya bagi tubuh insan, air tersebut tidak layak minum.
Bahan buangan cairan berminyak
Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak mengandung senyawa yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan berkurang. Penyusutan minyak ini tergantung pada jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan air mampu terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama.
Lapisan minyak di permukaan akan mengusik mikroorganisme dalam air. Ini disebabkan lapisan tersebut akan membatasi diffusi oksigen dari udara ke dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. Juga lapisan tersebut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga fotosintesapun terusik. Selain itu, burungpun ikut terganggu, alasannya bulunya jadi lengket, tidak dapat mengembang lagi akhir kena minyak. 

Bahan buangan berupa panas (polusi thermal)
Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja mampu menghalau ikan atau spesies yang lain, namun juga akan mempercepat proses biologis pada flora dan binatang bahkan akan menurunkan tingkat oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi maut pada ikan atau akan terjadi kerusakan ekosistem. Untuk itu, polusi thermal inipun harus dihindari. Sebaiknya industri-industri kalau akan mencampakkan air buangan ke perairan harus mengamati hal ini.
Bahan buangan zat kimia
Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, namun dalam materi pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi :
a. Sabun (deterjen, sampo dan materi pembersih yang lain),
b. Bahan pemberantas hama (insektisida),
c. Zat warna kimia,
d. Zat radioaktif
a. Sabun
Adanya materi buangan zat kimia yang berbentuksabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya) yang berlebihan di dalam air ditandai dengan timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan antara sabun dan deterjen serta materi pembersih yang lain. Sabun berasal dari asam lemak (stearat, palmitat atau oleat) yang direaksikan dengan basa Na(OH) atau K(OH), menurut reaksi kimia berikut ini :
C17H35COOH + Na(OH)     C17H35COONa + H2O

Asam stearat                 basa                   sabun
Sabun natron (sabun keras) ialah garam natrium asam lemak seperti pada acuan reaksi di atas. Sedangkan sabun lunak adalah garam kalium asam lemak yang diperoleh dari reaksi asam lemak dengan basa K(OH). Sabun lemak diberi pewarna yang menawan dan pewangi (wewangian) yang lezat serta materi antiseptic mirip pada sabun mandi. Beberapa sifat sabun antara lain yakni sebagai berikut :
a. Larutan sabun memiliki sifat membersihkan karena mampu mengemulsikan kotoran yang melekat pada tubuh atau pakaian
b. Sabun dengan air sadah tidak mampu membentuk busa, namun akan membentuk endapan :
(C17H35COONa) + CaSO4         (C17H35COO)2Ca  + Na2SO4

                                        endapan
c. Larutan sabun bereaksi basa alasannya adalah terjadi hidrolisis sebagian.
Sedangkan deterjen yaitu juga bahan pembersih sepeti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari senyawa petrokimia. Deterjen memiliki keunggulan ketimbang sabun, karena dapat bekerja pada air sadah. Bahan deterjen yang umum digunakan ialah dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam air akan mengalami ionisassi membentuk komponen bipolar aktif yang mau mengikat ion Ca dan/atau ion Mg pada air sadah. Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung dodecylbenzen-sulfonat. Untuk mampu membersihkan kotoran dengan baik, deterjen diberi bahan pembentuk yang bersifat alkalis. Contoh materi pembentuk yang bersifat alkalis ialah natrium tripoliposfat.
Bahan buangan berbentuksabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu sebab alasan berikut :
a. Larutan sabun akan memaksimalkan pH air sehingga dapat menggangg kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yang memakai bahan non-Fosfat akan memaksimalkan pH air sampai sekitar 10,5-11
b. Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan mampu mematikan 
c. Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini telah barang tentu akan merugikan lingkungan. Namun simpulan-final ini mulai banyak digunakan materi sabun/deterjen yang dapat didegradsi oleh mikroorganisme
b. Bahan pemberantas Hama
Pemakaian materi pemberantas hama (insektisida) pada lahan pertanian terkadang mekiputi daerah yang sangat luas, sehingga sisa insektisida pada kawasan pertanian tersebut lumayan banyak. Sisa materi insektisida tersebut mampu sampai ke air lingkungan lewat pengairan sawah, lewat hujan yang jatuh pada kawasan pertanian lalu mengalir ke sungai atau danau di sekitarnya. Seperti halnya pada pencemaran udara, semua jenis bahan insektisida bersifat racun kalau hingga kedalam air lingkungan. 
Bahan insektisida dalam air sukar untuk dipecah oleh mikroorganisme, kalaupun biasanya hal itu akan berjalan dalam waktu yang lama. Waktu degradasi oleh mikroorganisme berselang antara beberapa ahad sampai dengan bertahun-tahun. Bahan insektisida kadang-kadang diaduk dengan senyawa minyak bumi sehingga air yang terkena materi buangan pemberantas hama ini permukaannya akan tertutup lapisan minyak

c. Zat Warna Kimia
Zat warna dipakai nyaris pada semua industri. Tanpa memakai zat warna, hasil atau produk industri tidak menawan. Oleh sebab itu hampir semua produk memanfaatkannya supaya produk itu mampu dipasarkan dengan gampang. 
Pada dasarnya semua zat warna yakni racun bagi badan insan. Oleh sebab itu pencemaran zat warna ke air lingkungan perlu menerima perhatian sunggh-sangat semoga tidak sampai masuk ke dalam badan manusia melalui air minum. Ada zat warna tertentu yang relatif kondusif bagi insan, yakni zat warna yang dipakai pada industri materi makanan dan minuman, industri farmasi/obat-obatan.
Zat warna tersusun dari chromogen dan auxochrome. Chromogen merupakan senyawa aromatic yang berisi chromopore, yaitu zat pemberi warna yang berasal dari radikal kimia, misal kelompok nitroso (-NO), kelompok azo (-N=N-), kelompok etilen (>C=C<) dan lain lain. Macam-macam warna mampu diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut di atas dengan senyawa lain. Sedangkan auxochrome adalah radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan, sehingga zat warna mampu gampang meresap dengan baik ke dalam bahan yang akan diberi warna. Contoh auxochrome yaitu –COOH atau –SO3H atau kelompok pembentuk garam –NH2atau –OH. 
Zat warna dapat pula diperoleh dari senyawa anorganik dan mineral alam yang disebut dengan pigmen. Ada pula materi tambahan yang digunakan sesuai dengan fungsinya, contohnya bahan pembentuk lapisan film (misal, bahan vernis, emulsi lateks), bahan pengencer (misal, terpentin, naftalen), materi pengering (missal, Co, Mn, naftalen), materi anti mengelupas (missal, polihidroksi fenol) dan bahan pembentuk elastic (misal, minyak). 
Berdasarkan materi susunan zat warna dan materi-bahan yang ditambahkan, dapat diketahui bahwa nyaris semua zat warna kimia yaitu racun. Apabila masuk ke dalam badan insan mampu bersifat cocarcinogenik, yakni merangsang tumbuhnya kanker. Oleh alasannya adalah itu, pembuangan zat kimia ke air lingkungan sangatlah berbahaya. Selain sifatnya racun, zat warna kimia juga akan mensugesti kandungan oksigen dalam air mensugesti pH air lingkungan, yang menjadikan gangguan bagi mikroorganisme dan hewan air.
d. Zat radioaktif
Tidak tertutup kemungkanan adanya pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara langsung. Ini dimungkinkan karena aplikasi teknologi nuklir yang menggunakan zat radioaktif pada berbagai bidang sudah banyak dikembangkan, selaku contoh adalah aplikasi teknologinuklir pada bidang pertanian, kedokteran, farmasi dan lain lain. Adanya zat radioaktif dalam air lingkungan jelas sungguh membahayakan bagi lingkungan dan insan. Zat radioaktif mampu menyebabkan kerusakan biologis baik melalui imbas eksklusif atau efek tertunda. 
DAMPAK PENCEMARAN AIR
Pencemaran air dapat berdampak sungguh luas, contohnya mampu meracuni air minum, meracuni masakan binatang, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan balasan hujan asam dsb.
Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari acara pertanian telah menjadikan kemajuan flora air yang di luar kontrol yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen yang semestinya dipakai bersama oleh seluruh binatang/flora air, menjadi menyusut. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan kegiatan kuman akan menurun. 
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 klasifikasi (KLH, 2004)
  • imbas terhadap kehidupan biota air
  • imbas terhadap kualitas air tanah
  • efek kepada kesehatan
  • dampak terhadap estetika lingkungan
  Pemahaman Integritas Dan Prinsip Integritas Secara Etis
Dampak terhadap kehidupan biota air 
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan menyebabkan kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta menghemat perkembangannya. Selain itu ajal dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tanaman air.
Akibat matinya bakteri-kuman, maka proses penjernihan air secara alamiah yang sebaiknya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi susah terurai. Panas dari industri juaga akan membawa imbas bagi ajal organisme, bila air limbah tidak didinginkan dulu.
Dampak kepada mutu air tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang umum diukur dengan faecal coliform telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh sebuah survey sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut.
Dampak terhadap kesehatan
Peran air selaku pembawa penyakit menular beragam antara lain :
  • air selaku media untuk hidup mikroba pathogen
  • air selaku sarang insekta penyebar penyakit
  • jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga insan bersangkutan tak dapat membersihkan diri
  • air selaku media untuk hidup vector penyakit
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases, atau penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah. Penyakit-penyakit ini dapat menyebar jikalau mikroba penyebabnya mampu masuk ke dalam sumber air yang digunakan penduduk untuk memenuhi keperluan sehari-hari. 
Dampak terhadap estetika lingkungan
Dengan kian banyaknya zat organic yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan makin terkotori yang biasanya ditandai dengan anyir yang menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat meminimalisir estetika. Selain bacin, limbah tersebut juga mengakibatkan tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau sabun akan menjadikan penumpukan busa yang sangat banyak. Inipun dapat menghemat estetika.
PENANGGULANGANGAN PENCEMARAN AIR
Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia sudah dikontrol lewat Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini mencakup pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah satu upaya serius yang sudah dilaksanakan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air yaitu lewat Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini ialah upaya untuk menurunkan beban limbah cair utamanya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dijalankan secara bwertahap untuk menertibkan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan penduduk setempat (KLH, 2004). 
Pada prinsipnya ada 2 (dua) perjuangan untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non-teknis yaitu sebuah usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang mampu merencanakan, menertibkan dan mengawasi segala macam bentuk acara industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya mampu menunjukkan citra secara terperinci wacana acara industri yang hendak dikerjakan, misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan aktivitas dan menanamkan sikap disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri kepada perlakuan buangannya, contohnya dengan mengganti proses, mengurus limbah atau memperbesar alat bantu yang dapat meminimalisir pencemaran. 
Sebenarnya penanggulangan pencemaran air mampu dimulai dari diri kita sendiri. Dalam keseharian, kita mampu meminimalkan pencemaran air dengan cara meminimalkan bikinan sampah (minimize) yang kita hasilkan saban hari. Selain itu, kita dapat pula mendaur ulang (recycle) dan mendaur pakai (reuse) sampah tersebut. 
Kitapun perlu mengamati bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat ini kita sudah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan sebagainya. Kita harus bertanggung jawab kepada berbagai sampah mirip kuliner dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang menampung unsur pewarna pada kemasannya dan lalu terserap oleh air tanah pada daerah pembuangan final. Bahkan opsi kita untuk bermobil atau berlangsung kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang karenanya berpengaruh pada siklus air alam. 
Menjadi konsumen yang bertanggung jawab ialah tindakan yang bijaksana. Sebagai teladan, kritis terhadap barang yang disantap, apakah nantinya akan menjadi sumber bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat didegradasi alam)? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya mampu meracuni manusia, binatang, dan tanaman kondusif bagi makhluk hidup dan lingkungan ?
Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air higienis, instalasi pembuatan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, bisa menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari sisi kebijakan atau peraturanpun perihal pencemaran air ini telah ada. Bila kita ingin betul-betul hal tersebut mampu dilaksanakan, maka penegakan hukumnya harus dijalankan pula. Pada akhirnya, banyak opsi baik secara langsung ataupun social (kolektif) yang mesti ditetapkan, secara sadar maupun tidak, yang hendak mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana.
Melalui penanggulangan pencemaran ini diperlukan bahwa pencemaran akan berkurang dan mutu hidup insan akan lebih ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang kondusif, bersih dan sehat.