Pengertian Dan Klarifikasi Majelis Kehormatan Arahan Etik

Pengertian Dan Penjelasan Majelis Kehormatan Kode Etik
Majelis Kehormatan Kode Etik yang selanjutnya disingkat Majelis Kode Etik ialah forum non structural pada instansi pemerintah yang bertugas melaksanakan penegakan pelaksanaan serta solusi pelanggaran instruksi etik yang dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil. Lembaga non structural dalam artian bahwa majelis instruksi etik tidak tergambar dalam suatu struktur jabatan, atau struktur organisasi sebab ia bersifat temporer, maksudnya bahwa dia akan dibuat jika diduga ada pelanggaran kepada arahan etik yang dikerjakan oleh Pegawai Ngeri Sipil, dan kalau sudah melakukan tugasnya maka dia dapat dibubarkan atau bubar dengan sendirinya.

Pembentukan Majelis Kode Etik ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan susunan keanggotaan sekurang-kurangnya 3 orang dan dapat lebih dari 3 orang asalkan jumlahnya harus ganjil. Keanggotaan tersebut 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota dan sedikitnya 3 (tiga) orang anggota.  Dalam melakukan peran Anggota Majelis Kehormatan dihentikan lebih rendah pangkat dan jabaatan dengan Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa alasannya melanggar arahan etik PNS, hal ini dimaksudkan bahwa pemeriksaan itu masih menganut asas dugaan tak bersalah, sehingga bagi PNS yang diperiksa oleh Majelis Kehormatan Kode Etik tetap dihargai dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya.

Bagi instansi pemerintah yang memiliki instansi vertical di kawasan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikaan wewenangnya kepada pejabat lain di kawasan untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.   

Prosedur Penegakan Kode Etik
Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa Majelis Kehormatan Kode Etik memiliki peran menuntaskan pelanggaran arahan etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil, maka sebelum menjatuhkan eksekusi pelanggaran aba-aba etik mesti dilakukan pemeriksaan. Perlunya investigasi untuk mengenali bahwa benar atau telah terjadi pelanggaran isyarat etik PNS,  lalu sebagai upaya pelatihan kepada Pegawai Negeri Sipil dalam karier sehingga masalah prasangka pelanggaran aba-aba etik tidak berlarut-larut. Dengan demikian sebelum Majelis Kehormatan Kode Etik menjatuhkan hukuman atas pelanggaran  Kode Etik terlebih dahulu dikerjakan investigasi. Setelah dijalankan investigasi Pegawai Negeri Sipil yang disangka melaksanakan pelanggaran diberikan peluang untuk melakukan pembelaan diri, beliau mampu saja menjangka tuduhan yang dialamatkan kepadanya dengan mengajukan argumentasi serta bukti-bukti yang ada atau menerima sangkaan pelanggaraan instruksi etik PNS. Majelis kehormatan Kode Etik setelah mendengar pembelaan yang dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang disangka melaksanakan pelanggaran aba-aba etik mengambil keputusaan dengan jalan musyawarah sesama anggota Majelis Kehormatan Kode etik. Apabila dalam pengambilan keputusan secara musyawarah tidak dapat dilakukan sebab perbedaan pendapat sesama anggota majelis kehormaatan aba-aba etik  maka dimungkinkan untuk pengambilan  keputusan dengan cara voting adalah penghitungan suara dengan suara terbanyak. Apabila Majelis Kehormatan Kode Etik sudah mengambilan keputusaan atas pelanggaraan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil maka keputusan tersebut telah tamat, artinya keputusan tersebut tidak mampu diajukan keberatan oleh Pegawaia Negeri Sipil. Apabila telah ada keputusan hukuman pelanggaran kode etik oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, maka keputusaan tersebut disampaikan terhadap Pejabat yang berwenang selaku nasehat. Pejabat yang berwenang sesudah mendapatkan anjuran tersebut mampu menimbang-nimbang putusan tersebut dengan bijak yaitu mempertimbangan humuman tersebut dalam segala aspek utamanya yang menyangkut karier seorang Pegawai Negeri Sipil. Setelah pejabat yang berwenang menimbang-nimbang hukuman tersebut kemudian pejabat yang berwenang menunjukkan sanksi pelanggaran arahan etik berupa sanksi adab atau hukuman lainnya terhadap Pegawai Negeri Sipil. Pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik harus ddilakukan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk. 

Penyampaian Hukuman Pelanggaran Kode Etik
Hukuman pelanggaran arahan etik harus berbentuk surat keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk dengan menyebutkan pelanggaran arahan etik.Pelanggaran arahan etik diberikan sanksi moral. Pemberian sanksi budpekerti dapat dijalankan secara tertutup maupun secara terbuka. Pernyataan secara tertutup yaitu pejabat yang berwenang menyampaiakan hukuman instruksi etik hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan serta  pejabat lain yang terkait dengan catatan  pejabat terkait yang pangkatnya dihentikan lebih rendah dari PNS yang dikenakan eksekusi pelanggaran instruksi etik. Sedangkan pernyataan secara terbuka bahwa eksekusi pelanggaran kode etik dapat disampaikan lewat lembaga resmi Pegawai Negeri Sipil mirip upacara bendera, media massa dan lembaga lainnya yang dianggap repsentatif. Penyampaiaan secara terbuka tersebut setidaknya dimaksudkan untuk dikenali secara lazim, sehingga menjadi pembelajaran bagi Pegawai Negeri Sipil yang lain untuk tidak melakukan hal yang sama ialah  pelanggaran Kode Etik, serta memberikan kepastian hokum dan rasa keadilan atas setiap pelanggaran isyarat etik Pegawai Negeri Sipil.