Pengertian Break Even Point Berdasarkan Para Andal

Pengertian Break Even Point Menurut Para Ahli
Banyak para mahir beropini perihal pengertian break even point, dimana pengertian satu dengan yang lain berlawanan tetapi pada prinsipnya memiliki rancangan dasar yang serupa. Menurut Alwi (1994 : 265) menyatakan bahwa “Break Even Point yakni suatu kondisi dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan itu tidak menemukan laba dan tidak menderita rugi (Penghasilan = Total biaya).
Sedang Mulyadi (1997 : 72) menyatakan bahwa “impas yaitu suatu kondisi dimana suatu perjuangan tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi, dengan kata lain suatu perjuangan dibilang impas bila jumlah pemasukan (revenue) sama dengan jumlah ongkos, atau jika keuntungan donasi hanya mampu dipakai untuk menutup ongkos tetap saja”.
Hansen dan Mowen (1994 : 16) menyatakan “Break Even Point is where total revenues equal total costs, the point is zero profits”.
Menurut Ross, Randolph, dan Bradford (1998 : 309) menyatakan “Break even analysis is popular and commonly used tool for analyzing the relationship between sales volume and profitability”.
Tetapi evaluasi break even point tidak hanya semata-mata untuk mengenali kondisi perusahaan yang break even saja, akan namun analisa break even bisa menunjukkan isu pada pimpinan perusahaan aneka macam tingkat volume penjulan serta relevansinya dengan kemungkinan mendapatkan laba berdasarkan tingkat pemasaran yang dihasilkan.
Dari pengertian tersebut maka mampu disimpulkan perusahaan meraih break even point jika dalam satu masa kerja tidak menemukan keuntungan tetapi juga tidak menderita rugi, dimana keuntungan yaitu nol. Makara dapat dibilang break even point yaitu korelasi antara volume pemasaran, ongkos dan tingakat keuntungan yang hendak diperoleh pada tingkat pemasaran tertentu, sehingga analisis Break Even Point ini sering disebut cost, volume, profit analysis. Selain itu evaluasi Break Even Point memiliki kegunaan juga untuk memilih kebijaksanaan dalam perusahaan, baik perusahaan yang telah maju maupun perusahaan yang gres mengadakan perencanaan.
A. Unsur-Unsur Pokok Dalam Analisa Break Even Point
Analisa unsur-komponen yang menghipnotis break even point yakni ongkos, volume, harga jual serta keuntungan itu sendiri.
Pengertian biaya dan beban di dalam bahasa Indonesia belum dibedakan dengan tepat. Seringkali istilah cost dipakai secara padanan kata dengan perumpamaan expense. Mulyadi (1986:4) membedakan pengertian antara cost dan expense sebagai berikut: “cost adalah bagian dari harga perolehan tahun harga beli aktiva yang ditangguhkan pembebannya atau belum dimanfaatkan dalam relevansinya dengan realisasi penghasilan”. Sedang expense yaitu cost yang dikorbankan di dalam usaha menemukan penghasilan.
Yang dimaksud dengan volume yang terdapat dalam evaluasi Break Even Point yaitu jumlah unit buatan atau jumlah unit penjualan.
Harga jual per unit yaitu sejumlah uang yang diterima atau piutang yang muncul atas penyerahan barang dan jasa terhadap konsumen dalam setiap unitnya. Harga jual bisa berupa harga jual bersih atau mampu harga jual kotor. Sedangkan yang dipakai dalam evaluasi Break Even Point ialah harga jual bersih yang terlepas dari banyak sekali macam cuilan.
Laba adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan, dimana keuntungan ini berasal dari penghasilan setelah dikurangi ongkos.
Alwi (1994:267) menyatakan: “Variabel-variabel yang membentuk Break Even Point adalah harga jual dan ongkos (ongkos tetap dan ongkos variabel)”. Kedua variabel tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain, perubahaan salah satu dari variabel yang dimaksud menjadikan pergeseran besarnya titik Break Even Point.
Harga Jual
Pengertian harga jual menurut Kotler (1994:474) yaitu sebagai berikut: “Price is what the seller feels it is worth, in terms of money to the buyer.” Di mana pengertiannya yaitu harga bagi pedagang merupakan sebuah nilai dalam uang yang ditawarkan pada pembeli. Kesimpulan dari pemahaman di atas bahwa harga yang dibayar oleh pembeli telah termasuk pelayanan yang diberikan oleh penjual, serta penjual juga menghendaki sejumlah laba dari harga tersebut.
Tujuan penetapan harga menurut Kotler (1994:491-493) yaitu: 
(1) survival,
(2) maximum current profit, 
(3) maximum current revenue,
(4) maximum sales growth,
(5) maximum market skimming,
(6) product quality leadership.
Penetapan harga jual pada sebuah produk amatlah penting, kesalahan dalam penetapan harga akan berakibat fatal bagi segi keuangan dan akan mempengaruhi kontinuitas perjuangan.
Ada beberapa tata cara yang umumnya dipakai dalam memutuskan harga berdasarkan Kotler (1994:498-506), ialah:
1. Cost Based Pricing
a. Mark up pricing (cost plus pricing) : adalah penetapan harga jual dengan memperbesar tingkat laba pada biaya-biaya yang sudah dibebankan pada barang.
b. Target profit pricing : yaitu penetapan harga jual yang didasarkan atas ajakan.
2. Buyer based pricing : yakni penetapan harga jual menurut nilai / gambaran yang dirasakan konsumen kepada produk.
3. Competition based pricing
1. Going rate pricing : adalah penetapan harga jual berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pesaing.
2. Sealed – bid pricing : yakni penetapan harga jual dalam suasana dimana perusahaan bersaing dengan cara menetapkan harga jual yang lebih rendah dari harga yang ditetapkan pesaing.
Alwi (1994:234) menyatakan bahwa harga jual sebuah produk kebanyakan yaitu kumpulan dari ongkos produksi, biaya pemasaran dan ongkos lain-lain di tambah dengan sejumlah keuntungan yang diinginkan produsen yang disediakan kepada konsumen. Sedang masing-masing ongkos tersebut memiliki aneka macam karakter yang berlawanan antara biaya yang satu dengan yang lain. Seperti halnya ongkos tetap mempunyai karakteristik yang berlainan dengan biaya variabel.
Biaya 
Menurut Alwi (1994:44) menyatakan biaya yaitu pengorbanan sumber irit. Sumber hemat yang dimaksudkan ialah sebuah sumber yang memiliki adanya sifat kelangkaan (scarcity).
Klasifikasi biaya
Masing-masing ongkos mempunyai perbedaan antara biaya yang satu dengan ongkos yang lain. Masing-masing perbedaan tersebut juga tergantung dari sudut pandangnya masing-masing. Namun terkait dengan Break Even Point pembagian terstruktur mengenai dari biaya yang dimaksudkan yakni berdasarkan sifatnya. Halim (1995:52) menyatakan bahwa: “Biaya berdasarkan sifatnya berisikan ongkos tetap, ongkos variabel dan ongkos semi variabel”.
1. Biaya tetap 
Menurut Alwi (1994:110) menyatakan bahwa ongkos tetap yaitu ongkos yang dikeluarkan yang tidak terpengaruh dengan volume buatan. Atau dengan kata lain, turun naiknya volume bikinan tidak menghipnotis besarnya ongkos yang dimaksudkan. Untuk itu karakteristik ongkos tetap yakni sebagai berikut:
a. Jumlahnya tetap dalam suatu kurun
b. Biaya tetap per unit berbanding terbalik dengan jumlah bikinan, dalam arti makin besar jumlah bikinan maka ongkos tetap per unit kian kecil demikian juga berlaku sebaliknya. 
2. Biaya Variabel
Alwi (1994:112) menyatakan ongkos variabel merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan yang besarnya tergantung volume buatan, semakin besar volume buatan akan dibarengi dengan melonjaknya ongkos tersebut dan demikian juga sebaliknya. Dengan demikian karakteristik biaya variabel antara lain:
a. Jumlahnya berfluktuasi berdasarkan volume produksi
b. Biaya variabel per unit relatif tetap seiring dengan bertambahnya volume bikinan, tetapi secara keseluruhan total ongkos variabel berbanding lurus dengan jumlah produksi, dimana semakin besar total ongkos variabel jumlah bikinan semakin besar pula.
3. Biaya Semi Variabel
Alwi (1994:114) menyatakan bahwa ongkos semi variabel yakni biaya yang ialah kombinasi antara ongkos tetap dan ongkos variabel. Seperti halnya upah karyawan yang didalamnya tergolong upah tetap dan intensif karyawan.
B. Keterbatasan Analisa Break Even Point
Beberapa ahli mengemukakan perihal kekurangan penggunaan evaluasi Break Even Point, diantaranya menurut Horngren yang mengemukakan sebagai berikut:
1. Expenses may be classified into variable and fixed catagories. Total variable expenses very directly with volume. Total fixed expense do not change with volume.
2. The behavior of revenues and expenses is accurately potrayed and is linear over the relevant range.
3. Efficiency and productivity will be unchanged.
4. Sales mix will be constant.
C. Perhitungan Dalam Analisa Break Even Point
Alwi (1994:269) menyatakan bahwa terdapat banyak sekali cara untuk menentukanbesarnya Break Even Point, antara lain dengan memakai teknik persamaan dan pendekatan grafik.
1. Teknik Persamaan
Penentuan besarnya Break Even Point menggunakan teknik persamaan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Y = Laba
C = Harga jual per unit
x = Jumlah produk yang dijual
B = Biaya variable per unit
A = Biaya tetap
Berdasar definisi di atas suatu perusahaan akan impas jika jumlah penghasilan sama dengan jumlah biaya (keuntungan = 0). Berangkat dari rumus persamaan yang telah diungkapkan tersebut dengan memakai pembuatan rumus yang dimaksud, maka akan diperoleh persamaan selaku berikut:
Berdasar persamaan tersebut, dengan melalui banyak sekali penyelesaian persamaan akan diperoleh rumus turunan sebagai berikut:
Sebagai solusi dari persamaan di atas, diperoleh rumus lebih lanjut sebagai berikut: 
Keterangan:
Dengan demikian, rumus Break Even Point yang didapatkan dari aneka macam persamaan tersebut yaitu selaku berikut:
Sedang rumus Break Even Point dalam rupiah berdasarkan Alwi (1994:274) yaitu sebagai berikut:
2. Pendekatan Grafik
Alwi (1994:276) menyatakan bahwa: “…selain dengan teknik persamaan mampu juga digunakan pendekatan secara grafik, ialah dengan penentuan titik pertemuan antara garis penghasilan dengan garis ongkos di dalam sebuah grafik”. Titik pertemuan antara garis penghasilan dengan garis ongkos tersebut ialah titik Break Even Point. Untuk dapat memilih titik break even mesti dibentuk grafik dengan sumbu datar menawarkan volume pemasaran, sedangkan sumbu tegak menawarkan biaya dan penghasilan. 
D. Margin of safety
Alwi (1994:278) menyatakan:”Margin of safety yakni untuk menentukan seberapa jauh berkurangnya pemasaran agar perusahaan tidak menderita kerugian”. Atau dengan kata lain Margin of safety menunjukkan gosip hingga seberapa jauh volume pemasaran yang dijadwalkan tersebut boleh turun biar biar perusahaan tidak menderita rugi.
Budget Sales ialah jumlah penjualan yang sudah ditargetkan.
E. Asumsi Dasar Break Even Point
Terkait dengan dilema-persoalan asumsi dasar BEP, Riyanto (1991:279) mengemukakan:
Asumsi-asumsi dasar Break Even Point ialah sebagai berikut:
  • Biaya dalam perusahaan dibagi dalam kalangan ongkos variabel dengan kalangan biaya tetap.
  • Besarnya biaya variabel secara totalitas berganti-ubah secara proporsional dengan volume produksi / pemasaran.
  • Berdasarkan ongkos tetap secara totalitas tidak berganti walaupun ada pergantian volume buatan / pemasaran.
  • Harga jual per unit tidak berganti selama abad yang dianalisa.
  • Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diproduksi lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan pemasaran antara masing-masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
  Pengertian Drama
F. Kegunaan Analisa Break Even Pont
Analisa Break Even Point mampu dipakai untuk banyak sekali tujuan khususnya bagi perusahaan yang sedang menyusun penyusunan rencana. Di samping itu juga dapat dipakai selaku alat pengendalian waktu perusahaan masih dalam acara sebelum berakhirnya suatu kurun.
Menurut Adikoesoemah (1996:359), mengemukakan bahwa evaluasi Break Even Point digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan untuk:
  • Mengevaluasi tujuan laba dari perusahaan secara keseluruhan.
  • Menyajikan data ongkos dan laba terhadap top management, yang diperlukan untuk mengambil keputusan dan merumuskan akal-kebijaksanaan.
  • Mengganti sistem laporan yang tebal-tebal dengan suatu grafik yang mudah dibaca dan diketahui.
Sedangkan menurut Sigit (1996:3) juga menyatakan wacana aneka macam kegunaan analisa BEP yakni selaku berikut:
Kegunaan analisa Break Even Point antara lain:
  • Sebagai alat untuk merencanakan keuntungan.
  • Sebagai alat untuk perencanaan anggaran.
  • Sebagai penentu harga jual produk.
  • Sebagai dasar memilih harga jual produk.
  • Sebagai dasar planning pengembangan.
  • Sebagai dasar pengambilan keputusan.
Dari beberapa uraian tersebut tentang Break Even Point, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegunaan analisa Break Even Point antara lain:
a. Analisa Break Even Point mampu dipakai selaku alat pemberi berita terhadap management secara sederhana dan singkat.
b. Analisa Break Even Point dapat digunakan sebagai alat anutan dalam mengambil keputusan utamanya yang menyangkut ongkos, pemasukan, dan perencanaan laba.
c. Analisa Break Even Point dapat pula menunjukkan gambaran wacana biaya dan hasil produknya yang dibutuhkan secara menyeluruh di dalam kegiatan utama perusahaan di kurun mendatang.
d. Analisa Break Even Point mampu digunakan selaku landasan untuk mengendalikan acara operasi yang sedang berjalan, yakni sebagai sarana untuk membandingkan antara realisasi dengan perhitungan menurut evaluasi break even sebagai alat pengendalian atau controlling.
e. Analisa Break Even Point dapat digunakan sebagai materi pertimbangan dalam memilih harga jual, adalah setelah diketahui hasil-hasil perkiraan berdasarkan evaluasi break even dan laba yang ditargetkan.