Pengenalan Film (Part 1)

 dan makna film menjadi lapisan gel kimia yang dipakai pada plat fotografi Pengenalan Film (part 1)

oleh Rahabi Mandra

a. Film, sinema, movie, moving pictures
Kata “film” sudah ada sejak sekitar tahun 1600-an—bahasa Inggris lama—ialah filmen, artinya lapisan, atau kulit, atau membran. Baru pada tahun 1845 mencuat teknologi fotografi, dan makna film menjadi lapisan gel kimia yang digunakan pada plat fotografi. Tahun 1895, pita seluloid untuk merekam gambar disebut film (lapisan berikut kertasnya). Baru pada tahun 1920, para penggiat perekam gambar merasa bahwa gambar bergerak yang mereka buat bukan lagi sekadar rekaman, melainkan suatu bentuk karya, sebuah ciptaan seni. Maka makna film bergeser, cukup jauh, dari sekadar lapisan, menjadi suatu bentuk seni.

Sebuah film, intinya ialah serangkaian gambar membisu yang jika ditampilkan bergantian secara berkesinambungan, menciptakan delusi gerak. Ilusi optik ini disebut juga fenomena phi. Penyebabnya adalah kinerja mata dan otak insan yang disebut persistence of vision, menyimpan pandangan imaji yang dilihat sebelumnya dan membawanya ke imaji berikut. Contoh gampang menerangkan ini yaitu dengan menggunakan mainan thaumatrope. Satu sisi yaitu sangkar kosong, segi lain adalah seekor burung. Bila mainan itu diputar dan kedua imaji tersebut dipertontonkan pada mata secara bergantian secara berkesinambungan secara cepat, maka akan tercipta ilusi bahwa burung ada di dalam kandang.

Ini yakni dasar dari film atau gambar bergerak. Dari dasar ini maka secara etimologi timbul perumpamaan moving pictures (gambar bergerak), yang kemudian dipendekkan menjadi movie sebagai perumpamaan tidak baku. Istilah sinema berasal dari bahasa Perancis cinéma, yang merupakan abreviasi dari cinématographe, perumpamaan yang dilontarkan penciptanya, Lumiere bersaudara.Asal kata ini berasal dari bahasa Yunani κίνημα (kinima), yang bermakna gerakan, dari kata kerja κινώ (kino), yang mempunyai arti gerak.

Istilah-ungkapan ini perlahan mengalami pergantian makna. Sinema sering dimaknai sebagai industri film atau selaku seni pembuatan film. Makna sinema yang beredar sekarang cenderung ke arah pembuatan film selaku karya, suatu bentuk seni untuk menyimulasikan pengalaman-pengalaman dan mengomunikasikan ilham, kisah, pandangan, perasaan, keindahan, atau atmosfer dengan memakai rangkaian gambar bergerak yang sudah terekam atau terprogram, tergolong di dalamnya rangsangan-rangsangan sensori yang lain.

Di mancanegara, makna movie, moving pictures, atau motion pictures, sebenarnya tidak lebih dari tontonan yang mengarah ke hiburan. Sementara perumpamaan film atau sinema sering dimaknai lebih dari sekadar tontonan; lebih mengarah ke seni dan karya. Film-film “serius” untuk festival jarang memberi label movie pada karya mereka. Mereka lebih memilih istilah film.

Dalam bahasa Indonesia kita hanya memakai istilah film saja (atau pelem) untuk mendefinisikan gambar bergerak, baik itu tontonan yang menghibur, atau karya seni. Hanya sedikit golongan pendidikan dan penggiat film yang memilih memakai kata sinema.

b. Kekuatan film sekarang ini
Proses pengerjaan film berpijak pada ranah seni dan ranah industri. Sebuah film dibentuk dengan merekam gambar dari insiden nyata memakai kamera gambar bergerak; dengan merekam gambar-gambar, coretan, model-versi miniatur, menggunakan teknik animasi tradisional; memakai teknik CGI (computer-generated imagery) dan animasi komputer; atau dengan mengombinasikan sebagian atau semua teknik ini serta penggunaan efek visual yang lain.

Film adalah artefak budaya yang dibuat oleh budaya tertentu. Film merefleksikan budaya tersebut, sekaligus mempengaruhinya. Film “Ada Apa Dengan Cinta” merupakan refleksi dari cara hidup anak Sekolah Menengan Atas pada sebuah kala, perihal seorang siswi supel dan cerita cintanya dengan siswa pendiam yang suka menyendiri. Siswa ini suka baca buku “Aku” karya Chairil Anwar, dan sesudah film ditayangkan, berbondong-bondonglah para penonton mencari buku itu dan membacanya. Film menjadi cerminan cara hidup suatu penduduk , sekaligus mempengaruhinya.

Dengan memahami hal ini, maka film mampu dianggap sebagai bentuk seni yang penting, sumber hiburan yang populer, dan medium yang sungguh berpengaruh untuk mendidik — atau mendoktrin — masyarakat. Basis visual dan audio dalam film memberinya kekuatan komunikasi secara universal, alasannya adalah pada dasarnya semua manusia berkomunikasi dengan menyaksikan dan mendengar. Beberapa film telah menjadi terkenal di seluruh dunia dengan menggunakan terjemahan bunyi atau teks, menjadi bahasa pemirsa yang dituju.

c. Tahapan kerja dalam film
Pembuatan film memiliki lima tahapan besar:
Development (Pengembangan) — tahap pertama saat inspirasi-pandangan baru untuk film dibuat, hak cipta kepada novel atau pertunjukan dibeli, serta ketika skenario dibentuk. Pencarian dana dilakukan pada tahap ini dan diselesaikan.
Pra-produksi — antisipasi untuk syuting dilakukan di tahap ini. Kru dan pemain ditentukan, lokasi syuting diseleksi dan dikunci, semua set dibangun.
Produksi — semua bagian-elemen mentah (gambar, suara, imbas visual) dari film direkam selama proses syuting.
Pasca-produksi — Gambar, bunyi, imbas visual, dan semua komponen yang telah direkam diedit dan dimatangkan di tahap ini.
Distribusi — Hasil tamat film didistribusikan dan ditayangkan di bioskop, bazar, atau tempat-daerah penayangan lainnya.

Development
Pada tahap ini, produser dari proyek film memilih cerita, mampu tiba dari buku, pentasteater, dari film lain, dari cerita nyata, video game, komik, novel grafik, inspirasi original, dan lain-lain. Setelah menentukan tema atau mengembangkan pesan yang ingin disampaikan, produser bekerja dengan penulis skenario untuk menyiapkan sinopsis. Selanjutnya, mereka membuat outline atau kerangka untuk menjabarkan kisah menjadi adegan-adegan dan konsentrasi pada pembentukan struktur dramatik. Salah satu cara lain (yang umum dikerjakan di animasi) untuk menyebarkan sinopsis menjadi skenario yakni melalui pengerjaan treatment, lazimnya 25-30 halaman berisi deskripsi cerita, mood, dan huruf. Biasanya hanya sedikit sekali dialog dan pengarahan adegan, dan berisi gambar-gambar untuk membuat lebih mudah visualisasi adegan-adegan penting.

  Konsep Plot Dalam Film Oleh Perdana Kartawiyudha

Selanjutnya, seorang penulis skenario menulis skenario selama beberapa bulan. Penulis skenario bisa melakukan rewrite berulang kali untuk berbagi dramatisasi, kejelasan tulisan, struktur, karakter, obrolan, dan keseluruhan style dongeng. Kadang-kadang produser melewati proses perbaikan yang dijalankan penulis skenario, dan memasukkan skenario yang telah dimiliki ke dalam proses script coverage; produser membawa skenario terhadap investor, studio, production house lain, dan pihak-pihak terkait yang berminat untuk menilai (dan memperbaiki) skenario tersebut. Produser akan memiliki catatan-catatan menyeluruh terhadap skenario, untuk lalu bisa diperbaiki oleh penulis skenario, script doctor, atau oleh penulis skenario lain.

Distributor film telah mampu dihubungi pada tahap ini, supaya mereka bisa menilai di pasar mirip apa film ini mampu dijual, dan menilai kesempatansuksesnya film ini secara finansial. Distributor-distributor Hollywood mengadopsi pendekatan bisnis yang keras dan menilai penting aspek-faktor mirip genre film, sasaran penonton, kesuksesan film-film yang seperti yang pernah dibuat sebelumnya, aktor-pemeran yang bisa muncul di film, serta sutradara-sutradara memiliki potensi. Semua faktor ini mampu memberi citra sebuah film dapat mempunyai sekian calon penonton. Tidak semua film meraih keuntungan dari penayangan di bioskop saja, jadi perusahaan-perusahaan film akan menimbang-nimbang kemungkinan pendapatan lain melalui penjualan DVD, penayangan di televisi, serta bentuk distribusi lain.

Produser dan penulis skenario menyiapkan anjuran film, atau treatment, dan mempresentasikannya pada calon pendana. Mereka juga mempresentasikan film pada bintang film dan sutradara untuk “mengikat” mereka pada proyek ini. Ada juga proyek yang sudah melibatkan sutradara sejak tahap pengerjaan dongeng.

Tahap pencarian dana dan bantuan ini tidak gampang. Banyak proyek yang gagal melewati tahap ini. Bila presentasi berhasil, film mendapatkan “lampu hijau,” artinya proyek tersebut telah mampu perlindungan finansial: dari production house atau studio besar, penanam modal independen, atau kumpulan/perkumpulan/penggiat film. Setelah semua pihak berjumpa dan komitmen disetujui, film berlanjut ke tahap pra-bikinan. Sampai titik ini, suatu film sudah seharusnya memiliki strategi penjualan dan target penonton yang terang.

Tahap development untuk film-film animasi berbeda sedikit, karena umumnya sutradara yang berbagi dan mempresentasikan kisah terhadap produser eksekutif menurut storyboard yang masih garang. Untuk animasi, jarang sekali ditemukan skenario penuh pada tahap ini. Jika film animasi dapat lampu hijau untuk tahap selanjutnya, maka penulis skenario gres dilibatkan untuk menyiapkan skenario.

Pra-Produksi
Pada tahap pra-bikinan, setiap langkah konkrit dalam membuat film benar-benar didesain dan dijadwalkan dengan matang. Perusahaan diresmikan dan kantor buatan dibangun. Konsep film dibayangkan dan diprevisualisasikan oleh sutradara, dan bisa dibuatkan storyboard dengan derma ilustrator dan storyboard artist. Anggaran produksi dibuat untuk memperkirakan ongkos pengeluaran. Untuk bikinan besar, biasanya akan memperhitungkan asuransi untuk pertolongan terhadap kecelakaan.

Di tahap ini, produser juga memberdayakan kru. Kebutuhan kisah dan biaya akan menentukan jumlah dan jenis kru yang terlibat selama pengerjaan film. Banyak sekali film terkenal hollywood yang memberdayakan ratusan kru plus pemain, sementara film independen beranggaran rendah mempunyai delapan kru saja (atau bahkan kurang).

Berikut beberapa posisi kru yang biasa hadir dalam suatu produksi:
Storyboard artist: menciptakan gambar-gambar untuk membantu sutradara dan desainer bikinan mengomunikasikan ide mereka kepada tim bikinan.

Sutradara: tanggung jawab terbesarnya yakni penceritaan, keputusan-keputusan inovatif, dan mutu akting yang ada dalam film.

Asisten sutradara (astrada): peran lazimnya ialah mengorganisir jadwal syuting dan logistik buatan, di antara banyaknya tugas lainnya. Ada berbagai macam astrada, dan masing-masing memiliki tanggung jawab yang berlawanan, sesuai pembagian tugas secara khusus.

Manajer bikinan: mengorganisir anggaran produksi dan jadwal produksi. Manajer buatan juga bisa menunjukkan laporan — atas nama produser, perusahaan atau rumah bikinan — kepada para direktur dan pemodal.

Manajer lokasi: mendapatkan dan mengurus lokasi-lokasi syuting. Lokasi syuting mampu di dalam sebuah studio dengan lingkungan yang bisa dikontrol, atau pribadi di lokasi, contohnya pasar, gunung, atau laut.

Desainer produksi: menciptakan desain visual film, bekerja sama dengan penata artistik.

Penata artistik: mengurus departemen artistik, yaitu membangun atau menata set.

Desainer kostum: membuat dan mengorganisir busana untuk semua huruf dalam film.

Penata rambut dan tata rias: melakukan pekerjaan sama dengan desainer kostum untuk membuat performa tertentu untuk sebuah huruf.

  1.jelaskan Tiga Teknik Bahan Penerapan Ragam Hias Pada Bahan Kayu

Casting director: menemukan pemain film yang tepat untuk mengisi peran-peran dalam skenario. Untuk ini lazimnya seorang casting director akan melaksanakan audisi.

Koreografer: membuat dan mengoordinasikan gerak dan tari — lazimnya untuk film musikal. Bisa juga ditemukan kredit koreografer langgar (fight choreographer) untuk film action/berkelahi.

Director of photography (DoP/DP): yakni seseorang yang memimpin dan menjaga mutu fotografi dari keseluruhan film, termasuk di dalamnya kualitas gambar, pencahayaan, dan gerak kamera.

Sound recordist: yakni seorang kepala departemen bunyi selama tahap buatan, bertanggungjawab merekam dan melakukan mixing suara di set—biasanya dialog dan efek suara direkam dalam mono, dan ambiens dalam stereo. Mereka melakukan pekerjaan dengan operator boom.

Sound designer: menciptakan desain aural dalam film. Dalam beberapa bikinan, seorang sound designer kadang disebut selaku director of audiography.

Music Composer: menciptakan musik untuk film (umumnya gres dimulai pada tahap pasca buatan).

Produksi
Dalam tahap bikinan, pengambilan gambar, suara, dan bagian mentah yang lain dikerjakan. Kru akan lebih banyak dipekerjakan di sini, mirip property master, script continuity report/script supervisor, asisten sutradara, fotografer still, on location editor, dan sebagainya. Ini hanya sebagian tugas yang biasa muncul dalam pembuatan film; sebuah rumah bikinan mempunyai keleluasaan untuk mengombinasikan, menyatukan, atau menyeleksi peran-peran para kru sesuai dengan keperluan produksi.

Bayangkan sebuah hari syuting dimulai. Biasanya kita akan melihat kru tiba di set/lokasi sesuai dengan call time yang ditetapkan. Para kru di Indonesia lazimmenyebutnya kolingan (callingan). Para aktor biasanya punya waktu kolingan yang berbeda. Konstruksi set, penataan set, dan penataan cahaya umumnya mengkonsumsi waktu beberapa jam atau bahkan berhari-hari, sehingga umumnya dilakukan jauh sebelum syuting dimulai.

Grip (tim yang bertanggung jawab dalam mengoperasikan alat penunjang kamera mirip crane, dolly, stabilizer, dan sebagainya), gaffer (chief lighting) dan tim lighting, dan kru desain produksi umumnya akan menjalankan satu langkah di depan departemen kamera dan bunyi; semoga efisien, mereka akan menyiapkan scene selanjutnya sementara departemen lain melakukan perekaman.

Pada saat kru mempersiapkan alat-alat, para pemain drama akan dipakaikan kostum dan didandani oleh departemen kostum, tata rambut dan make-up. Para bintang film melatih script dan blocking (posisi pemain dalam kaitannya dengan posisi kamera) bareng sutradara. Tim kamera dan suara akan ikut berlatih bareng mereka sambil melakukan adaptasi. Pada risikonya, adegan akan direkam, kemungkinan besar berulang-ulang, sebanyak yang diperlukan sutradara. Pada lazimnya , berikut yakni prosedur yang biasa terjadi pada saat pengambilan gambar:

Asisten sutradara akan menyerukan “set clear!” atau “stand by!” atau “picture is up!” untuk memberi tahu siapa saja bahwa pengambilan gambar akan dilakukan, dilanjutkan dengan “hening semua!” atau “quiet, everyone!” Setelah semua kru siap untuk merekam, astrada akan menyerukan “sound” atau “roll sound” (jikalau perekaman melibatkan suara), dan sound recordist akan merekam bunyi sambil menyerukan “sound speed,” “sound roll,” atau “roll” saja. Clapper (orang yang memegang clap di depan kamera), akan menyebutkan nomor scene, nomor shot, dan nomor take. Astrada lanjut memanggil “kamera” dan dijawab “speed!” oleh operator kamera persis sesudah kamera mulai merekam. Kamera operator juga mampu mengubah tanggapan itu dengan perintah “mark it!” kepada clapper. Clapper segera menutup clap dan mencari posisi kondusif biar tidak terekam. Jika adegan melibatkan figuran/extras dan akting pada background, astrada akan memberi aba-aba pada mereka “background action!” Terakhir yakni sutradara (atau kadang kala astrada, kalau diperlukan) yang memerintahkan “action!” terhadap pemeran utama.

Sebuah take akan tamat saat sutradara menyerukan “cut!” dan kamera serta bunyi akan berhenti merekam. Seorang script continuity report/script supervisor akan mencatat segala hal yang bersangkutan dengan kesinambungan adegan, sementara tim suara dan kamera akan menciptakan catatan teknis ihwal take tersebut di lembaran laporan masing-masing. Jika sutradara menetapkan melaksanakan take lagi, maka seluruh proses akan diulang. Setelah puas, kru akan bergeser ke posisi atau “setup” kamera berikutnya dan merekam lagi, terus saja sampai scene tersebut tercakup semua. Setelah syuting scene tersebut simpulan, astrada akan menyerukan “kemasan” atau “wrap” atau “moving on” atau “next scene.” Setiap kru yang bersangkutan akan merapikan scene tersebut dan pindah ke scene berikutnya, atau simpulan.

Pada kesudahannya, sutradara akan mengesahkan jadwal syuting hari berikutnya, dan laporan progres harian (daily progress report) akan dikirim ke rumah buatan. Di dalam laporan ini tergolong juga laporan continuity, bunyi, dan tim kamera. Setiap kru dan pemain akan menerima call sheet yang hendak memberitahukan mereka kapan dan di mana mereka mesti berada pada esok harinya. Setelah itu, sutradara, produser, kepala departemen, dan kadang-kadang pemain, mampu berkumpul bareng dan menyaksikan footage (materi rekam, disebut juga dailies) yang diambil pada hari itu, dan mengulas hasil kerja mereka.

  Kenali Lebih Dalam Jenis Bahan Serat Alam Untuk Pakaian

Jam kerja dalam satu hari syuting berkisar antara 14 sampai 18 jam, serempak terus dalam satu lokasi. Bentuk kerja seperti ini umumnya membangun semangat dan solidaritas setiap orang yang terlibat di dalamnya. Maka ketika syuting selesai, umumnya rumah buatan akan mengadakan wrap party, untuk berterimakasih pada kru dan pemain atas perjuangan mereka.

Untuk bikinan live-action (adegan positif, bukan adegan berbasis CGI), salah satu tantangannya yaitu menyelaraskan jadwal kerja dari pemain utama dan para kru, alasannya pada setiap scene yang mau direkam, mereka dituntut hadir di waktu dan kawasan yang sama. Film animasi mempunyai alur kerja yang berlainan; para pengisi suara mampu merekam suara mereka di studio rekam pada waktu yang berbeda dan gres berjumpa satu sama lain pada dikala penayangan perdana; pembuat gerak rambut dan pembuat tekstur kulit pada suatu aksara mampu tidak bertemu sama sekali.

Pasca-buatan
Pada tahap ini, bahan mentah syuting “dimasak” kembali oleh editor. Bayangkan sebuah dapur dan seorang koki, bahan kuliner terbaik telah dipetik, tinggal diracik hingga matang. Editor memilah shot dan membangun lagi adegan-adegan. Tidak menutup kemungkinan bahwa struktur penceritaan yang ada di skenario bisa berubah total sehabis masuk ruang editing. Adegan di menit 60 mampu saja dipindahkan ke permulaan film, dan adegan ending bisa ditaruh di tengah-tengah, dan sangat memungkinkan menyebabkan film itu memiliki struktur yang lebih baik.

Desain bunyi juga dijalankan di tahap ini. Dialog-dialog diedit dan dikembangkan kualitasnya; musik dan lagu dibentuk dan diaransemen (jikalau film tersebut memiliki rancangan memakai music score); imbas bunyi didesain dan direkam, tergolong di dalamnya penambahan bunyi langkah, bunyi pintu, suara ledakan, bunyi napas, dan lain sebagainya. Penambahan suara ini mampu dibuat kembali di dalam studio, dikenal dengan ungkapan foley, atau bisa berbelanja atau memanfaatkan suara yang telah ada di sound library.

Lalu visual efek berbasis komputer grafik juga dikerjakan di tahap ini, mirip menambahkan efek darah, belahan beling pada kendaraan beroda empat, menggeser posisi bulan, menambah awan dan pepohonan pada suatu scene pemandangan, memperbanyak jumlah manusia pada stadion, dan lain sebagainya. Setelah semua gambar lengkap, film akan diwarnai kembali oleh colorist sesuai dengan look yang dibutuhkan. Warna antar shot diselaraskan (karena lazimnya shot satu dan shot lain mempunyai komposisi warna yang beda, atau sering disebut belang). Biasanya film-film horor akan mempergunakan warna-warna cuek, sementara film drama romantis akan memakai warna-warna hangat.

Akhirnya, saat semua unsur visual selesai diolah, dan semua elemen bunyi selesai dibuat, maka semuanya akan disatukan, dan film akhir dibuat.

Distribusi
Distribusi adalah tahap tamat. Di industri film di luar ada tugas distributor yang melakukan pekerjaan mendistribusikan film. Di Indonesia, lazimnya produser sendiri yang melakukan distribusi. Film yang telah dibentuk dirilis ke bioskop, ke festival, atau bisa juga langsung ke konsumen melalui media DVD, VCD, Blu-ray, atau unduh pribadi dari provider media digital. Film akan diduplikasi sesuai kebutuhan (ke pita film atau ke hard drive) dan didistribusikan ke bioskop untuk ditayangkan. Produser atau agen akan mempublikasikan poster, flyer, press kit, trailer film, dan materi pemasaran yang lain untuk mempromosikan film. Tidak menutup kemungkinan bagi produser atau agen untuk merilis materi mentah film terhadap kelompok tertutup (pers dan wartawan) ditambah rekaman dokumentasi di balik layar, untuk memperkuat promosi.

Distributor film biasanya merilis film dengan mengadakan launch party, premiere beserta red-carpet, press release, wawancara dengan wartawan, preview bareng pers, dan penayangan pada festival film. Banyak film yang berpromosi memakai situs web tersendiri, terpisah dari situs web milik production house atau milik biro. Untuk film-film skala besar, pemain dan kru penting biasanya dikontrak untuk berpartisipasi mengiklankan film lewat tur. Mereka diminta hadir ke bazar dan penayangan perdana, diwawancarai oleh televisi, radio, jurnalis cetak dan online. Film tertentu mungkin saja melakukan tur lebih dari satu kali, untuk memunculkan kembali undangan pasar terhadap film tersebut selama rentang waktu tayang berlangsung.

Urutan penayangan lazimnya memiliki teladan tertentu. Awalnya sebuah film akan ditayangkan di bioskop-bioskop terpilih, atau kalau gaungnya sudah terdengar luas, bisa pribadi ditayangkan secara luas dan serempak di seluruh bioskop. Beberapa ahad atau beberapa bulan setelah penayangan, film umumnya dirilis ke segmen pasar yang berbeda melalui rental film, retail (DVD, Blu-ray), pay-per-view, in-flight entertainment, televisi kabel, satelit, atau televisi lokal dan nasional (free-to-air). Hak distribusi juga bisa diperjualbelikan dengan biro mancanegara untuk mencakup pasar internasional. Distributor dan rumah bikinan akan membuatkan keuntungan.

Sumber: Buku Menulis Cerita Film Pendek: Sebuah Modul Workshop Penulisan Skenario Tingkat Dasar. Pusat Pengembangan Perfilman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017.
Tim Penyusun: Perdana Kartawiyudha (koordinator); Baskoro Adi Wuryanto; Damas Cendekia; Melody Muchransyah; Rahabi Mandra.