close

Pengembangan Sumber Daya Insan : Lewat Sekolah Menengah Kejuruan

Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui Sekolah Menengah Kejuruan 
Perkembangan dunia pendidikan dikala ini sedang memasuki kurun yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan mesti merefleksikan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua kesempatanyang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa : “Muara dari suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor formal maupun sektor non formal”.
Tingkat kesuksesan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sungguh bergantung pada sumber daya insan sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan pertumbuhan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dikerjakan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang mempersiapkan lulusannya untuk memiliki kelebihan di dunia kerja, diantaranya lewat jalur pendidikan kejuruan. 
Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya yakni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk mempersiapkan akseptor didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan bisa membuatkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang bisa melakukan pekerjaan menjadi tenaga kerja menengah dan mempunyai kesiapan untuk menghadapi kompetisi kerja. Kehadiran SMK kini ini kian didambakan penduduk ; terutama masyarakat yang berkecimpung pribadi dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang memiliki kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang mempunyai keahlian vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.
Gambaran ihwal mutu lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas berdasarkan ukuran sekolah atau in-school success standards dan mutu berdasarkan ukuran penduduk atau out-of school success standards”. Kriteria pertama mencakup faktor keberhasilan akseptor latih dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada permintaan dunia kerja, sedangkan persyaratan kedua, mencakup keberhasilan peserta asuh yang tertampilkan pada kesanggupan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional sehabis mereka berada di lapangan kerja yang sesungguhnya.
Upaya untuk mencapai mutu lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan keperluan stakeholders. Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki huruf yang mengarah kepada pembentukan kecakapan lulusan yang berhubungan dengan pelaksanaan peran pekerjaan tertentu. Kecakapan tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum Sekolah Menengah kejuruan yang mencakup golongan Normatif, Adaptif dan golongan Produktif. 
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir mengenai ilham kurikulum hingga bagaimana pelaksanaannya di sekolah. Hasan (1988) mengungkapkan bahwa, aspek-faktor dalam mekanisme pengembangan kurikulum merupakan faktor-faktor aktivitas kurikulum yang terdiri atas empat dimensi yang saling berhubungan satu terhadap lainnya, ialah : (1) Kurikulum sebagai sebuah ide atau konsepsi, (2) Kurikulum selaku sebuah rencana tertulis, (3) Kurikulum sebagai sebuah acara (proses) dan (4) Kurikulum selaku suatu hasil belajar.
Kurikulum yang diimplementasikan di Sekolah Menengah kejuruan saat ini, khusus untuk golongan produktif masih memakai kurikulum tahun 2004, sedangkan untuk kelompok normatif dan adaptif telah memakai versi pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Pada tataran implementasi kurikulum ini mauntut kreativitas guru di dalam menunjukkan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan kompetensi akseptor ajar, sebab betapapun baiknya kurikulum yang sudah dijadwalkan pada risikonya sukses atau tidaknya sangat tergantung pada sentuhan acara dan kreativitas guru sebagai ujung tombak implementasi suatu kurikulum. 
Pendidikan dan pelatihan di SMK; khusnya pada acara produktif yang sesuai dengan bidang keahlian, secara ideal dituntut untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu memperlihatkan pengalaman mencar ilmu terhadap akseptor didik di dalam penguasaan kompetensi atau kesanggupan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri. Pendekatan pembelajaran tersebut berisikan : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training) dan Pelatihan Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran ini dibutuhkan mampu memperlihatkan pengalaman mencar ilmu terhadap akseptor bimbing di dalam penguasaan seluruh kompetensi yang mesti dikuasai sesuai Standar Kompetensi Nasional, sehingga mereka bisa mengikuti uji level pada setiap akhir semester untuk Kelas X dan XI serta uji kompetensi untuk kelas XII yang dilaksanakan oleh pihak industri selaku inatitusi pasangan.
Karakteristik Dan Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
A. Karakteristik Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan mempunyai karakteristik yang berlainan dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut mampu dikaji dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya. 
1. Tujuan pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan bermaksud untuk memajukan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, budpekerti mulia, serta kemampuan penerima asuh untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan acara kejuruannya. Dari tujuan pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di samping merencanakan tenaga kerja yang profesional juga merencanakan peserta bimbing untuk mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian.
Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan di atas, maka untuk mengetahui filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut :
a. Asumsi ihwal anak asuh
Pendidikan kejuruan harus menatap anak didik selaku individu yang senantiasa dalam proses untuk berbagi pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi lebih cukup umur, menjadi lebih cerdik, menjadi lebih matang, yang menyangkut proses pergantian balasan imbas eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan akhir kemajuan sosial ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan ialah upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman mencar ilmu untuk membantu mereka dalam membuatkan diri dan potensinya. Oleh sebab itu, keunikan tiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar lewat pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak latih secara maksimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja.
b. Konteks sosial pendidikan kejuruan
Tujuan dan isi pendidikan kejuruan selalu dibentuk oleh kebutuhan penduduk yang berubah begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dalam berpartisipasi menentukan tingkat dan arah pergantian penduduk dalam bidang kejuruannya tersebut.
Pendidikan kejuruan berkembang sesuai dengan kemajuan tuntutan masyarakat, lewat dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berbentukstruktur pekerjaan dengan organisasi, pembagian peran atau peran, dan sikap yang berhubungan dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yang kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus selaku media terjadinya pergantian sosial.
c. Dimensi ekonomi pendidikan kejuruan
Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara konseptual mampu dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value of return) dari hasil pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik swasta maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan mempunyai konsekuensi investasi lebih besar dibandingkan dengan pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan semestinya mempunyai potensi tingkat balikan (rate of return) lebih singkat daripada pendidikan biasa . Kondisi tersebut dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan kejuruan dirancang sejalan dengan kemajuan penduduk , baik menyangkut tugas-peran pekerjaan maupun pengembangan karir peserta ajar. 
Pendidikan kejuruan ialah upaya merealisasikan peserta didik menjadi manusia produktif, untuk mengisi keperluan terhadap peran-peran yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi lebih singkat dibandingkan pendidikan lazim.
d. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan 
Pendidikan kejuruan mesti lebih memfokuskan usahanya pada komponen pendidikan dan pelatihan yang mampu membuatkan potensi insan secara optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan antara pendidikan kejuruan dan kebijakan ketenagakerjaan yaitu relasi yang didasari oleh kepentingan hemat, tetapi harus selalu dikenang bahwa korelasi penyelenggraan pendidikan kejuruan tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi. 
Dalam konteks ini diartikan bahwa pendidikan kejuruan, dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak seharusnya hanya mendidik anak asuh dengan seperangkat skill atau kesanggupan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, alasannya kondisi ini tidak memperhatikan anak latih sebagai sebuah totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik secara terpisah dari totalitas pribadi anak bimbing, memiliki arti memperlihatkan bekal yang sangat terbatas bagi kurun depannya selaku tenaga kerja.
2. Peserta asuh
Peserta asuh pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lebih dikhususkan bagi anak yang berminat memiliki kemampuan vokatif. Harapan mereka sesudah lulus dapat pribadi melakukan pekerjaan atau melanjutkan ke akademi tinggi dengan mengambil bidang profesional atau bidang akademik. Usia akseptor latih secara umum pada rentang 15/16 – 18/19 tahun, atau penerima ajar berada pada kala dewasa.
Masa cukup umur ialah era peralihan antara masa anak dengan cukup umur. Pada abad ini biasanya terjadi gejolak atau kemelut yang berkenaan dengan segi afektif, sosial, intelektual dan budbahasa. Kondisi ini terjadi alasannya adalah adanya pergantian-pergeseran baik fisik maupun psikis yang sangat cepat yang mengusik kestabilan kepribadian anak. Oleh alasannya adalah itu, di dalam merancang pembelajaran bagi anak yang berusia remaja ini seyogianya mengamati peran-peran kemajuan yang harus teratasi para cukup umur. Beberapa peran perkembangan remaja yang disarikan dari Sukmadinata (2001), adalah : 
a. Mampu menjalin relasi yang lebih matang dengan sebaya dan jenis kelamin lain. Belajar bekerja dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, bisa melepaskan perasaan eksklusif dan mampu memimpin tanpa mendominasi.
b. Mampu melaksanakan peran-peran sosial sebagai pria dan perempuan. Mampu menghargai, mendapatkan dan melaksanakan peran-tugas sosial sebagai laki-laki dan perempuan akil balig cukup akal.
c. Menerima keadaan jasmaninya dan dapat menggunakannya secara efektif. Remaja dituntut untuk menyenangi dan mendapatkan dengan masuk akal keadaan badannya, mampu menghargai atau menghormati keadaan badan orang lain, mampu memelihara dan menjaga kondisi badannya.
d. Memiliki keberdirisendirian emosional dari orang renta dan orang cukup umur yang lain. Remaja diperlukan telah lepas dari ketergantungan sebagai kanak-kanak dari orang tuanya, mampu mengasihi orang renta, menghargai orang bau tanah atau orang akil balig cukup akal lainnya tanpa tergantung pada mereka.
e. Memiliki perasaan mampu bangun sendiri dalam bidang ekonomi. Terutama pada anak pria, kemudian berangsur-angsur pula berkembang pada anak wanita, perasaan mampu untuk mencari nafkah sendiri.
f. Mampu memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan. Anak sudah bisa menciptakan penyusunan rencana karir, menentukan pekerjaan yang tepat dan mampu beliau kerjakan, membuat persiapan-antisipasi yang tepat.
g. Belajar mempersiapkan diri untuk perkawinan dan hidup berkeluarga. Memiliki perilaku yang konkret terhadap hidup berkeluarga dan punya anak. 
h. Mengembangkan desain-desain dan keahlian intelektual untuk hidup bermasyarakat. Mengembangkan konsep-desain perihal aturan, pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang tepat bagi kehidupan modern, berbagi keahlian berpikir dan berbahasa untuk mampu memecahkan problema-problema penduduk terbaru.
i. Memiliki sikap sosial mirip yang dibutuhkan penduduk . Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab bagi kemajuan dan kemakmuran penduduk .
j. Memiliki seperangkat nilai yang menjadi fatwa bagi perbuatannya. Telah mempunyai seperangkat nilai yang bisa dipraktekkan dalam kehidupan, ada kemauan dan perjuangan untuk merealisasikannya. 
3. Substansi pendidikan kejuruan
Substansi dari pendidikan kejuruan harus memperlihatkan karakteristik pendidikan kejuruan yang tercermin dalam aspek-faktor yang bersahabat dengan perencanaan kurikulum, yakni :
a. Orientasi (Orientation) 
Kurikulum pendidikan kejuruan sudah berorientasi pada proses dan hasil atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya diukur dengan keberhasilan pendidikan akseptor bimbing di sekolah saja, namun juga dengan hasil prestasi kerja dalam dunia kerja. Finch dan Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi kepada proses (pengalaman dan aktivitas dalam lingkungan sekolah) dan hasil (imbas pengalaman dan aktivitas tersebut pada penerima bimbing).
b. Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan program pendidikan kejuruan perlu adanya argumentasi atau justifikasi yang jelas. Justifikasi untuk acara pendidikan kejuruan ialah adanya keperluan kasatmata tenaga kerja di lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri. Dasar kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan berdasarkan Finch dan Crunkilton (1984 : 12), meluas hingga lingkungan sekolah dan penduduk . Ketika kurikulum berorientasi pada akseptor ajar, maka sumbangan bagi kurikulum tersebut berasal dari kesempatan kerja yang tersedia bagi para lulusan.
c. Fokus (Focus)
Fokus kurikulum dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada pengembangan pengetahuan perihal suatu bidang tertentu, namun mesti secara simultan merencanakan peserta didik yang produktif. Finch dan Crunkilton (1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan menolong siswa untuk berbagi suatu tingkat pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai yang luas. Setiap aspek tersebut akibatnya bertambah dalam beberapa kemampuan kerja lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan di dalam membuatkan wawasan akseptor latih, keterampilan menjiplak, sikap dan nilai serta penggabungan faktor-aspek tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang bahwasanya.
Seluruh kemampuan tersebut di atas, mampu dikuasai oleh peserta latih lewat pengalaman mencar ilmu yang diberikan, yakni berupa rangsangan yang diaplikasikan baik pada suasana kerja yang tersimulasi melalui proses belajar mengajar di sekolah maupun suasana kerja yang sebenarnya pada dunia perjuangan atau industri (pembelajaran di dunia kerja). Dari hasil berguru atau kesanggupan yang sudah dikuasai diharapkan mampu menunjukkan donasi pada pengembangan diri akseptor ajar, sehingga mereka bisa melakukan pekerjaan sesuai dengan permintaan dunia perjuangan dan industri.
d. Standar kesuksesan di sekolah (In-school success standards)
Kriteria untuk menentukan kesuksesan suatu forum pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan peserta ajar di sekolah, tentang beberapa aspek yang mau beliau masuki. Penilaian kesuksesan pada akseptor bimbing di sekolah harus pada penilaian sesungguhnya atau kemampuan melaksanakan sebuah pekerjaan. Dengan kata lain bahwa dalam standar kesuksesan sekolah harus bekerjasama bersahabat dengan kesuksesan yang diharapkan dalam pekerjaan, dengan kriteria yang digunakan oleh guru dengan mengacu pada patokan atau prosedur kerja yang telah diputuskan oleh dunia kerja (dunia usaha dan dunia industri).
e. Standar kesuksesan di luar sekolah (Out-of school success standards) 
Penentu keberhasilan tidak terbatas pada apa yang terjadi di lingkungan sekolah. Standar keberhasilan di luar sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang lazimnya dikerjakan oleh dunia perjuangan atau dunia industri. Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun kriteria kesuksesan beragam antar sekolah dan antar Negara, namun keberhasilan tersebut seringkali mengambil bentuk kepuasan pegawai dengan keterampilan lulusan, sebuah persentase tinggi lulusan yang mendapatkan pekerjaan di bidang antisipasi atau dalam bidang yang bekerjasama, kepuasan kerja lulusan, pertumbuhan yang dialami lulusan. 
Sebagai pola, untuk memilih keberhasilan di luar sekolah yang telah dijalankan pada Sekolah Menengah kejuruan ialah dengan dilaksanakannya uji level untuk kelas X dan XI, serta uji kompetensi untuk kelas XII yang dilaksanakan oleh dunia perjuangan atau industri menurut persyaratan kompetensi nasional sesuai bidang keahlian.
Standar kelulusan di luar sekolah (out-of school success standards) dijalankan oleh dunia perjuangan dan industri yang mengacu pada persyaratan kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh masing-masing industri.
f. Hubungan kerja sama dengan penduduk (School-community relationships)
Suatu usaha pendidikan mesti berafiliasi dengan penduduk , demikian pula dengan pendidikan kejuruan mempunyai tanggung jawab di dalam menjaga hubungan yang besar lengan berkuasa dengan banyak sekali bidang keahlian yang berkembang di penduduk .
Pengertian msyarakat yang dimakasud adalah dunia usaha dan dunia industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan mesti berhubungan dengan permintaan kerja pada dunia usaha atau industri, maka masalah relasi antara forum pendidikan dengan dunia usaha atau industri ialah sebuah ciri karakteristik yang penting bagi pendidikan kejuruan.
Perwujudan relasi timbal balik berupa kesediaan dunia perjuangan atau industri, menampung akseptor ajar untuk menerima kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja atau industri, merpakan bentuk koordinasi yang saling menguntungkan.
g. Keterlibatan pemerintah pusat (Federal involvement) 
Keterlibatan pemerintah sentra ini berhubungan dengan dana pendidikan yang mau dialokasikan, alasannya hal ini akan menghipnotis kurikulum. Misalnya : Ketentuan jam pengajaran kejuruan tertentu dan jenis peralatan tertentu yang dipakai di bengkel atau laboratorium dapat menolong pertumbuhan suatu tingkat kualitas yang lebih tinggi.
h. Kepekaan (Responsivenenss)
Komitmen yang tinggi untuk senantiasa berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan harus mempunyai ciri berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan penduduk kebanyakan, dan dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan inovasi-penemuan gres di bidang bikinan dan jasa, besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan harus bersifat responsif proaktif kepada pertumbuhan ilmu dan teknologi, dengan upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir penerima latih dalam jangka panjang.
i. Logistik
Kurikulum pendidikan kejuruan dalam implementasi acara pembelajaran perlu disokong oleh kemudahan beajar yang memadai, sebab untuk merealisasikan suasana belajar yang mampu merefleksikan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif, diharapkan banyak perlengkapan, fasilitas dan perbekalan logistik. Bengkel kerja dan laboratorium yaitu kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yang harus ada selaku kemudahan bagi peserta latih di dalam mengembangkan kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Kebutuhan untuk koordinasi acara kejuruan yang bekerja sama dengan industri di penduduk , berafiliasi akrab untuk menjalin dan menjaga pusat kerja bagi peserta asuh memperlihatkan suatu susunan unit persoalan logistik.
j. Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin sebagai biaya pendidikan pada pendidikan kejuruan yang menunjang kegiatan pembelajaran, mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan dan penggantian perlengkapan, ongkos transportasi ke lokasi/industri (kawasan praktek kerja/magang) yang jauh dari sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbarui secara periodik juga guru berharap untuk menawarkan pengalaman belajar yang bergotong-royong bagi akseptor didik sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa menjadi mahal. Yang terakhir yang juga harus menjadi perhatian yaitu pembelian materi habis sebagai bahan praktikum yang dipakai secara rutin sesuai dengan program keahlian yang dikembangkan pada Sekolah Menengah kejuruan masing-masing.
Dari uraian perihal karakteristik pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1984) di atas, mampu dijadikan teladan di dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan di Indonesia. Kurikulum pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indoneisa seyogianya mengacu pada karakteristik sebagai berikut :
1) Pendidikan kejuruan diarahkan untuk menyiapkan peserta latih memasuki lapangan kerja 
2) Pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja
3) Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan wawasan, keahlian, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan oleh dunia kerja.
4) Penilaian yang sebetulnya terhadap kesuksesan penerima didik mesti pada “hands-on” atau performance dalam dunia kerja 
5) Hubungan yang akrab dengan dunia kerja ialah kunci keberhasilan pendidikan kejuruan
6) Pendidikan kejuruan yang bagus yaitu responsif dan antisipatif terhadap perkembangan teknologi
7) Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” 
8) Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek sesuai dengan permintaan dunia perjuangan dan industri
B. Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
Perkembangan teknologi menuntut adanya perkembangan pula pada pendidikan kejuruan, alasannya ketika ini tatanan kehidupan pada umumnya dan tatanan perekonomian pada terutama sedang mengalami pergeseran paradigma ke arah global. Pergeseran ini akan membuka potensi kolaborasi antar Negara kian terbuka dan di segi lain, persaingan antar Negara semakin ketat. Untuk meningkatkan kesanggupan persaingan dalam jual beli bebas, dibutuhkan serangkaian kekuatan daya saing yang tangguh, antara lain kemampuan manajemen, teknologi dan sumber daya insan. Sumber daya manusia ialah sumber daya aktif yang dapat menentukan kelancaran hidup dan kemenangan dalam persaingan sebuah bangsa.
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam merealisasikan sumber daya manusia yang tangguh untuk menghadapi persaingan bebas. Termasuk pendidikan kejuruan yang mempersiapkan peserta ajar atau sumber daya insan yang memiliki kesanggupan kerja selaku tenaga kerja menengah sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri. Oleh sebab itu sesuai dengan permintaan pertumbuhan pendidikan kejuruan, maka perlu adanya pembaharuan pendidikan dan pembinaan kejuruan di SMK untuk kala depan.
1. Tuntutan akseptor latih 
Pendidikan kejuruan mempunyai tugas untuk menyiapkan akseptor bimbing agar siap melakukan pekerjaan , baik melakukan pekerjaan secara mampu berdiri diatas kaki sendiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada. SMK sebagai salah satu institusi yang merencanakan tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan dunia kerja. Tenaga kerja yang diperlukan yaitu sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang pekerjaannya, mempunyai daya adaptasi dan daya saing yang tinggi. Atas dasar itu, pengembangan kurikulum dalam rangka penyempurnaan pendidikan menengah kejuruan harus diadaptasi dengan keadaan dan keperluan dunia kerja. 
Tuntutan penerima ajar dan lulusan yang tepat dengan keperluan dunia kerja perlu dijadikan sumber pijakan di dalam merumuskan tujuan pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam klarifikasi Pasal 15 UU SISDIKNAS, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan penerima asuh terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, yang dirumuskan dalam tujuan lazim dan tujuan khusus selaku berikut. 
Tujuan Umum :
a. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan akseptor latih terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan potensi penerima asuh agar menjadi warga Negara yang berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, inovatif, berdikari, demokratis dan bertanggung jawab.
c. Mengembangkan potensi akseptor bimbing biar memiliki pengetahuan kebangsaan, mengerti dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
d. Mengembangkan potensi penerima asuh supaya mempunyai kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.
Tujuan Khusus :
a. Menyiapkan akseptor didik agar menjadi insan produktif, maupun melakukan pekerjaan mampu berdiri diatas kaki sendiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia perjuangan dan industri sebagai tenaga tingkat kerja menengah, sesuai dengan kompetensi dalam acara kemampuan yang dipilihnya.
b. Menyiapkan akseptor bimbing agar mampu menentukan karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan menyebarkan perilaku profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.
c. Membekali penerima didik dengan ilmu wawasan, teknologi dan seni, biar bisa mengembangkan diri di lalu hari baik secara berdikari maupun lewat jenjang pendidikan yang lebih tinggi
d. Membekali penerima latih dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian yang diseleksi.
(Disarikan dari Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana, 2004).
2. Tuntutan menjawab kebutuhan penduduk
Ditinjau dari perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran dan aksesibilitas duia perjuangan/industri, sedikitnya tiga dimensi pokok yang menjadi tantangan bagi SMK, baik dalam konteks regional maupun nasional, diantaranya : 
a. Implementasi acara pendidikan dan pelatihan mesti berkonsentrasi pada pendayagunaan kesempatansumber daya lokal, sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif dengan institusi pasangan
b. Pelaksanaan kurikulum mesti berdasarkan pendekatan yang lebih fleksibel sesuai dengan animo kemajuan dan pertumbuhan teknologi supaya kompetensi yang diperoleh akseptor asuh selama dan setelah mengikuti acara diklat, memiliki daya penyesuaian yang tinggi
c. Program pendidikan dan pembinaan sepenuhnya harus berorientasi mastery learning (belajar tuntas) dengan melibatkan tugas aktif – partisipatif para stakeholders pendidikan, termasuk optimalisasi peran Pemerintah Daerah untuk merumuskan pemetaan kompetensi ketenagakerjaan di daerahnya sebagai input bagi SMK dalam penyelenggaraan diklat berkelanjutan. 
Untuk mencari penyelesaian dari tantangan tersebut di atas, SMK selaku salah satu lembaga penyelenggara pendidikan dan pembinaan kejuruan harus bisa memperlihatkan layanan pendidikan terbaik terhadap peserta latih walaupun keadaan fasilitasnya sangat bermacam-macam. Seperti diketahui, bahwa investasi dan pembiayaan operasional paling besar yang dikerjakan oleh pemerintah dalam pendidikan kejuruan adalah pada sistem Sekolah Menengah kejuruan. Dengan fenomena ini, apakah Sekolah Menengah kejuruan masih diharapkan ? 
Pembukaan dan penutupan suatu SMK pada dasarnya sungguh tergantung pada permintaan kebutuhan pengembangan sumber daya insan di wilayah atau tempat lokal. Pembukaan institusi Sekolah Menengah kejuruan baru sungguh dimungkinkan jika terdapat permintaan kebutuhan sumber daya manusia yang terkait dengan peran dan fungsi Sekolah Menengah kejuruan. Sebagaimana yang dikemukakan Djojonegoro (1998), bahwa : “Secara teoritik pendidikan kejuruan sangat dipentingkan sebab lebih dari 80 % tenaga kerja di lapangan kerja yakni tenaga kerja tingkat menengah ke bawah dan sisanya kurang dari 20 % bekerja pada lapisan atas. Oleh alasannya itu, pengembangan pendidikan kejuruan terperinci merupakan hal penting”. 
Penutupan sebuah institusi SMK cuma dimungkinkan bila secara aturan tidak dapat dipertahankan atau alasannya adalah adanya tuntutan penduduk yang serupa sekali tidak dapat dipertahankan atau disingkirkan. Namun pada dasarnya, tidak ada alasan untuk menutup Sekolah Menengah kejuruan selama institusi tersebut masih mampu mengerjakan peran dan fungsi serta tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Upaya untuk mempertahan SMK yang dapat menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini SMK harus mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Dalam melaksanakan peran dan fungsinya tersebut, maka pendidikan dan pembinaan di SMK perlu mengamati prinsip-prinsip pendidikan kejuruan yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); selaku berikut :
a. Pendidikan kejuruan akan efisien kalau lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti dia akan bekerja.
b. Pendidikan kejuruan yang efektif cuma mampu diberikan dimana tugas-tugas latihan dilaksanakan dengan cara, alat dan mesin yang sama mirip yang ditetapkan di kawasan kerja.
c. Pendidikan kejuruan akan efektif bila beliau melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan melakukan pekerjaan seperti yang dibutuhkan dalam pekerjaan itu sendri
d. Pendidikan kejuruan akan efektif jika beliau dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi
e. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan terhadap seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang mampu untung darinya
f. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diharapkan dalam pekerjaan nantinya
g. Pendidikan kejuruan akan efektif bila gurunya sudah mempunyai pengalaman yang berhasil dalam penerapan keterampilan dan wawasan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan
h. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar beliau tetap dapat melakukan pekerjaan pada jabatan tersebut
i. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan undangan pasar (mengamati tanda-tanda pasar kerja)
j. Proses pelatihan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai kalau pelatihan diberikan pada pekerjaan yang faktual
k. Sumber yang dapat mengemban amanah untuk mengetahui isi training pada suatu okupasi tersebut
l. Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda satu dengan yang yang lain
m. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien bila sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang membutuhkan dan memang paling efektif kalau dijalankan melalui pengajaran kejuruan
n. Pendidikan kejuruan akan efisien bila tata cara pengajaran yang dipakai dan hubungan pribadi dengan akseptor asuh menimbang-nimbang sifat-sifat peserta ajar tersebut
o. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika ia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar
p. Pendidikan kejuruan membutuhkan biaya tertentu dan kalau tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan dilarang dipaksakan beroperasi.
3. Tuntutan pengelolaan pendidikan kejuruan
Tuntutan pengelolaan pada pendidikan kejuruan mesti sesuai dengan kebijakan link and match, yaitu pergantian dari pola lama yang cenderung berupa pendidikan demi pendidikan ke sebuah yang lebih terang, terang dan konkrit menjadi pendidikan kejuruan sebagai acara pengembangan sumber daya insan. Dimensi pembaharuan yang diturunkan dari kebijakan link and match, yaitu :
a. Perubahan dari pendekatan Supply Driven ke Demand Driven
Dengan deman driven ini menginginkan dunia perjuangan dan dunia industri atau dunia kerja lebih berperan di dalam menentukan, mendorong dan menggerakkan pendidikan kejuruan, alasannya adalah mereka yaitu pihak yang lebih berkepentingan dari sudut keperluan tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, dunia kerja ikut berperan serta karena proses pendidikan itu sendiri lebih lebih banyak didominasi dalam memilih kualitas tamatannya, serta dalam penilaian hasil pendidikan itupun dunia kerja ikut memilih semoga hasil pendidikan kejuruan itu terjamin dan terukur dengan ukuran dunia kerja.
Sebagai salah satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka dalam pengembangan kurikulum Sekolah Menengah kejuruan mesti melaksanakan sinkronisasi kurikulum yng direalisasikan dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan melakukan sinkronisasi kurikulum, penyelengaraan pembelajaran di SMK diupayakan sedekat mungkin dengan kebutuhan dan keadaan dunia kerja/industri, serta mempunyai relevansi dan kelonggaran tinggi dengan permintaan lapangan. Melalui sinkronisasi kurikulum ini, diharapkan sekolah mampu membaca keahlian dan performansi apa yang diharapkan dunia usaha atau industri untuk mampu dimasuki oleh lulusan SMK. 
b. Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke sistem berbasis ganda (Dual Based Program) 
Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda sesuai dengan kebijakan link and match, menghendaki biar program pendidikan kejuruan itu dilaksanakan di dua daerah. Sebagian acara pendidikan dilaksanakan di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar kejuruan, dan sebagian yang lain dikerjakan di dunia kerja, yaitu kemampuan produktif yang diperoleh lewat prinsip learning by doing. Pendidikan yang dikerjakan lewat proses melakukan pekerjaan di dunia kerja akan memberikan pengetahuan kemampuan dan nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sukar didapat di sekolah, antara lain pembentukan pengetahuan kualitas, pengetahuan kelebihan, pengetahuan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos kerja.
c. Perubahan dari model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke versi pengajaran berbasis kompetensi
Perubahan ke model pengajaran ke berbasis kompetensi, bermaksud menuntun proses pengajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kesanggupan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus membutuhkan pergeseran kemasan kurikulum kejuruan ke dalam kemasan berbentuk paket-paket kompetensi.
d. Perubahan dari program dasar yang sempit (Narrow Based) ke acara dasar yang fundamental, berpengaruh dan luas (Broad Based)
Kebijakan link and match menuntut adanya pembaharuan, mengarah kepada pembentukan dasar yang fundamental, besar lengan berkuasa dan lebih luas. Sistem baru yang berwawasan sumberdaya manusia, berwawasan kualitas dan kelebihan menganut prinsip, bahwa : tidak mungkin membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas dan yang mempunyai kelebihan, jikalau tidak diawali dengan pembentukan dasar yang berpengaruh. Dalam rangka penguatan dasar ini, maka akseptor bimbing perlu diberi bekal dasar yang berfungsi untuk membentuk keunggulan, sekaligus mengikuti keadaan kepada pertumbuhan IPTEK, dengan memperkuat penguasaan matematika, IPA, Bahasa Inggris dan Komputer. Sistem gres ini harus memberi dasar yang lebih luas namun kuat dan fundamental, yang memungkinkan seseorang tamatan SMK memiliki kesanggupan menyesuaikan diri kepada kemungkinan pergeseran pekerjaan.
e. Perubahan dari tata cara pendidikan formal yang kaku, ke metode yang luwes dan menganut prinsip multy entry, multy exit
Dengan adanya pergantian dari supply driven ke demand driven, dari schools based acara ke dual based acara, dari versi pengajaran mata pelajaran ke program berbasis kompetensi; dibutuhkan adanya keluwesan yang memungkinkan pelaksanaan praktek kerja industri dan pelaksanaan prinsip multy entry multy exit. Prinsip ini memungkinkan penerima didik Sekolah Menengah kejuruan yang sudah memiliki sejumlah satuan kesanggupan tertentu (karena acara pengajarannya berbasis kompetensi), mendapatkan potensi kerja di dunia kerja, maka penerima didik tersebut dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan jikalau peserta bimbing tersebut ingin masuk sekolah kembali menyelesaikan acara SMK nya, maka sekolah harus membuka diri menerimanya, dan bahkan menghargai dan mengakui kemampuan yang diperoleh peserta bimbing yang bersangkutan dari pengalaman kerjanya. Di samping itu, metode acara berbasis ganda juga memerlukan pengaturan praktek kerja di industri sesuai dengan aturan kerja yang berlaku di industri yang tidak sama dengan aturan kalender belajar di sekolah.
f. Perubahan dari metode yang tidak mengakui kemampuan yang telah diperoleh sebelumnya, ke metode yang mengakui keterampilan yang diperoleh dari mana dan dengan cara apapun kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)
Sistem baru pendidikan kejuruan harus mampu memberikan pengukuhan dan penghargaan kepada kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Sistem ini akan memotivasi banyak orang yang sudah memiliki kompetensi tertentu, misalnya dari pengalaman kerja, berupaya mendapatkan pengakuan selaku bekal untuk pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Untuk ini SMK perlu mempersiapkan diri sehingga mempunyai instrument dan kemampuan menguji kompetensi seseorang darimana dan dengan cara apapun kompetensi itu ditemukan.
g. Perubahan dari pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke metode baru yang mengintegrasikan pendidikan dan training kejuruan secara terpadu
Program baru pendidikan yang mengemas pendidikannya dalam bentuk paket-paket kompetensi kejuruan, akan memudahkan pengesahan dan penghargaan terhadap program training kejuruan dan acara pendidikan kejuruan. Sistem gres ini membutuhkan standarisasi kompetensi, dan kompetensi yang terstandar itu bisa dicapai melalui program pendidikan, program pelatihan atau bahkan dengan pengalaman kerja yang ditunjang dengan inisiatif mencar ilmu sendiri.
h. Perubahan dari metode terminal ke sistem berkelanjutan
Sistem gres tetap menginginkan dan memprioritaskan tamatan Sekolah Menengah kejuruan pribadi melakukan pekerjaan , semoga segera menjadi tenaga produktif, mampu memberi return atas investasi SMK. Sistem baru juga mengakui banyak tamatan SMK yang memiliki peluang, dan potensi keahlian kejuruannya akan lebih berkembang lagi setelah melakukan pekerjaan . Terhadap mereka ini diberi potensi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (misalnya acara Diploma), melalui sebuah proses artikulasi yang mengakui dan menghargai kompetensi yang diperoleh dari Sekolah Menengah kejuruan dan dari pengalaman kerja sebelumnya.
Untuk menerima tata cara artikulasi yang efisien diharapkan “program antara” (bridging acara) guna memantapkan kesanggupan dasar tamatan Sekolah Menengah kejuruan yang sudah berpengalaman kerja, agar siap melanjutkan ke program pendidikan yang lebih tinggi. 
i. Perubahan dari manajemen terpusat ke teladan administrasi mandiri (prinsip desentralisasi)
Pola baru manajemen mandiri dimaksudkan memberi potensi terhadap propinsi dan bahkan sekolah untuk memilih kebijakan operasional, asal tetap mengacu terhadap kebijakan nasional. Kebijakan nasioanl dibatasi pada hal-hal yang bersifat strategis, biar memberi peluang bagi para pelaksana di lapangan berimprovisasi dan melakukan penemuan. Proses pendewasaan SMK perlu ditekankan, untuk menumbuhkan rasa yakin diri sekolah melaksanakan apa yang baik berdasarkan sekolah, dengan prinsip akuntabilitas (accountability) yang secara taat azas menunjukkan penghargaan terhadap mereka yang patut dihargai, dan menindak mereka yang patut ditindak.
j. Perubahan dari ketergantungan sepenuhnya dari pembiayaan pemerintah pusat, ke swadana dengan subsidi pemerintah pusat
Sejalan dengan prinsip demand driven, dual based program, pendewasaan manajemen sekolah, dan pengembangan unit bikinan sekolah, metode baru dibutuhkan mampu mendorong pertumbuhan swadana pada SMK, dan posisi lokasi dana dari pemerintah sentra bersifat menolong atau subsidi. Sistem ini juga diharapkan bisa mendorong Sekolah Menengah kejuruan berpikir dan bertingkah ekonomis.