Pengelolaan Limbah B3 – Manajemen Limbah B3 adalah serangkaian kegiatan yg meliputi penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, & pengolahan limbah B3, tergolong penimbunan hasil pengolahannya. Sebagian besar pabrik tak menyadari bahwa limbah yg dihasilkan tergolong dlm kategori limbah B3.
Sehingga limbah tersebut dibuang begitu saja ke dlm sistem perairan tanpa lewat proses pengolahan terlebih dahulu. Prinsip pengolahan limbah pada dasarnya yakni untuk memisahkan zat pencemar dr cairan atau padatan.
Meskipun volumenya kecil, fokus zat pencemar yg telah dipisahkan sungguh tinggi. Selama ini, zat pencemar yg sudah dipisahkan atau konsentrat belum dikelola dgn baik, sehingga terjadi akumulasi bahaya yg dapat mengancam kesehatan manusia & keamanan lingkungan hidup. Pada postingan ini kita akan membahasa ihwal pengelolaan Limbah B3 & Metode Penangannya.
Table of Contents
Tahapan Dalam Pengelolaan Limbah B3
Berikut penjelasan tahapan pengelolaan Limbah B3 dr Reduksi, Pengemasan, Penyimpanan, Pengumpulan, Pengangkutan, Pemanfaatan, & Penimbunan.
Reduksi
Reduksi limbah B3 merupakan upaya penting dlm menjaga kelestarian lingkungan & kesehatan insan. Limbah B3 atau Bahan Berbahaya & Beracun merupakan jenis limbah yg sangat berbahaya alasannya mengandung zat-zat beracun yg dapat menyebabkan pencemaran lingkungan & membahayakan kesehatan insan.
Salah satu cara yg mampu dilakukan untuk mengurangi limbah B3 yaitu dgn memaksimalkan penyimpanan materi baku dlm proses kegiatan atau house keeping. Hal ini dapat dilakukan dgn cara menyimpan materi baku dlm jumlah yg tepat & tempat yg sesuai, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pemborosan & limbah yg dihasilkan.
Selain itu, substitusi materi pula merupakan cara yg efektif untuk mengurangi limbah B3. Substitusi materi dapat dilaksanakan dgn mengganti materi yg mengandung zat berbahaya dgn bahan alternatif yg lebih ramah lingkungan & menciptakan limbah yg lebih sedikit.
Hal ini dapat dilaksanakan dgn menentukan materi yg mempunyai kandungan kimia yg lebih rendah atau menggunakan materi yg mampu didaur ulang.
Modifikasi proses pula mampu dijalankan untuk mengurangi limbah B3 yg dihasilkan. Modifikasi proses melibatkan perubahan dlm cara suatu produk dibentuk atau suatu proses dijalankan sehingga menghasilkan limbah yg lebih sedikit & lebih kondusif.
Misalnya, mengubah proses bikinan dgn memakai teknologi yg lebih efisien & ramah lingkungan atau merubah bahan kimia yg berbahaya dgn bahan alternatif yg lebih kondusif.
Baca juga: Limbah Domestik: Pengertian & Contohnya
Pengemasan
Pengemasan limbah B3 merupakan salah satu kegiatan penting dlm pengelolaan limbah B3 yg dikerjakan dgn cara menyimbolkan & memasang label pada bungkus untuk memperlihatkan karakteristik & jenis limbah B3 yg terkandung di dalamnya. Hal ini dilakukan sesuai dgn pola Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995.
Dalam packing limbah B3, mesti mengamati karakteristik limbah yg bersangkutan. Setiap kemasan limbah B3 mesti dlm keadaan yg baik, tak berkarat, tak bocor, serta yang dibuat dr materi yg tak bereaksi dgn limbah yg disimpan di dalamnya.
Khusus untuk limbah yg mudah meledak, bungkus harus dibuat rangkap biar mampu menahan tekanan dr dlm & luar kemasan. Limbah yg bersifat self-reactive & peroksida organik pula memiliki persyaratan khusus dlm pengemasannya.
Pembantalan bungkus limbah jenis tersebut mesti dibuat dr bahan yg tak mudah terbakar & tak mengalami penguraian atau dekomposisi dikala berhubungan dgn limbah.
Adapun jumlah limbah yg dikemas harus terbatas. Limbah B3 dgn acara tinggi harus dikemas dlm jumlah maksimum 50 kg per kemasan, sedangkan limbah dgn acara rendah dapat dibungkus sampai 400 kg per kemasan.
Hal ini dilakukan agar limbah dapat diangkut & ditangani dgn kondusif & tak membahayakan lingkungan & kesehatan manusia.
Penyimpanan
Penyimpanan limbah B3 mesti dilakukan dgn hati-hati & sesuai dgn persyaratan yg berlaku, sebagaimana dikontrol dlm Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.
Limbah B3 yg dihasilkan dr suatu unit buatan di dlm pabrik harus disimpan dgn perlakuan khusus sebelum diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan limbah B3 dilakukan dgn sistem blok & setiap blok terdiri dr 2×2 kemasan. Untuk menghalangi kontak antara limbah yg tak kompatibel, limbah-limbah mesti diletakkan dgn hati-hati.
Bangunan penyimpanan limbah harus dibentuk dgn lantai yg kedap air, tak bergelombang, & harus melandai ke arah bak penampung dgn kemiringan maksimal 1%. Bangunan pula harus memiliki ventilasi yg baik & terlindung dr masuknya air hujan. Selain itu, bangunan penyimpan limbah harus dibentuk tanpa plafon & dilengkapi dgn metode penangkal petir.
Limbah yg bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yg memiliki konstruksi dinding yg mudah dilepas untuk membuat lebih mudah langkah-langkah darurat. Bangunan penyimpan limbah jenis ini mesti dibentuk dr materi konstruksi yg tahan api & korosi untuk menghindari kecelakaan atau kerusakan pada bangunan penyimpan limbah.
Dengan mematuhi persyaratan tersebut, dikehendaki penyimpanan limbah B3 dapat dilaksanakan dgn aman & tak membahayakan kesehatan insan serta lingkungan hidup.
Pengumpulan
Untuk melaksanakan pengumpulan limbah, perlu mengamati persyaratan yg tertera dlm Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995.
Persyaratan tersebut meliputi karakteristik limbah yg dihasilkan, kemudahan laboratorium yg digunakan untuk mengolah limbah, perlengkapan untuk penanggulangan kecelakaan, serta lokasi pengumpulan limbah yg harus memenuhi standar keamanan & kesehatan kerja.
Selain itu, perlu pula diperhatikan bahwa pengumpulan limbah harus dilaksanakan dengan-cara terpisah sesuai dgn jenis limbah yg dihasilkan, sehingga limbah yg tak kompatibel tak bercampur & memiliki peluang mengakibatkan risiko yg lebih besar.
Semua langkah pengumpulan limbah harus dilaksanakan dgn hati-hati & memenuhi kriteria keamanan & kesehatan kerja untuk menyingkir dari risiko kecelakaan atau kebocoran yg dapat merugikan lingkungan & insan.
Baca juga: Limbah Anorganik: Pengertian, Jenis, Ciri, & Dampak
Pengangkutan
Pada tahun 2002, Indonesia belum mempunyai peraturan mengenai pengangkutan limbah B3. Oleh karena itu, selaku contoh, dipakai peraturan pengangkutan limbah B3 yg berlaku di Amerika Serikat. Peraturan tersebut mengangkutketentuan mengenai pertolongan label, analisis karakteristik limbah, pengemasan khusus, & lain sebagainya.
Dalam pengangkutan limbah B3, kemasan harus menyanggupi persyaratan yg ketat, seperti ketentuan bahwa dlm keadaan pengangkutan normal, tak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dlm jumlah yg signifikan.
Kemasan harus terbuat dr bahan bermutu & cukup berpengaruh untuk menjaga keefektifannya selama pengangkutan. Untuk limbah gas yg gampang terbakar, bungkus mesti dilengkapi dgn head shield sebagai pelindung & perhiasan pelindung panas untuk mencegah peningkatan suhu yg cepat.
Pemanfaatan
Untuk mengurangi dampak negatif limbah B3 kepada lingkungan, salah satu upaya yg dapat dijalankan ialah memanfaatkannya. Upaya pemanfaatan tersebut mampu dijalankan lewat beberapa cara, mirip daur ulang (recycle), perolehan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse), atau bentuk pemanfaatan yang lain.
Daur ulang limbah B3 mampu dijalankan dgn mengolah limbah tersebut menjadi produk yg mampu digunakan kembali, sehingga mengurangi bikinan limbah baru. Sedangkan perolehan kembali limbah B3 mampu dijalankan dgn mengambil kembali zat yg masih bernilai ekonomi atau yg dapat dimasak menjadi zat yg berguna.
Penggunaan kembali limbah B3 mampu dijalankan dgn memanfaatkannya untuk keperluan lain dgn persyaratan tertentu atau lewat proses pemurnian kembali. Melalui upaya pemanfaatan ini, dikehendaki dapat mengurangi jumlah limbah B3 yg harus dibuang & pula mampu memberikan manfaat ekonomi bagi produsen atau masyarakat.
Baca juga: Limbah Keras Organik: Pengertian & Contohnya
Penimbunan
Persyaratan dlm Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 harus dipenuhi dlm kegiatan penimbunan limbah B3.
Metode Penanganan Limbah B3
Beberapa cara penanganan limbah B3 yg biasa dipakai adalah sebagai berikut:
Metode Pengolahan Kimia
Pengolahan air limbah dengan-cara kimia lazimnya dilaksanakan untuk menetralisir partikel yg sulit mengendap (koloid), logam berat, senyawa fosfor, & zat organik beracun dgn menambahkan materi kimia tertentu yg dibutuhkan tergantung pada jenis & fokus limbah.
Proses pengolahan limbah B3 dengan-cara kimia yg lazim dikerjakan yaitu stabilisasi atau solidifikasi. Stabilisasi ialah proses mengganti bentuk fisik dan/atau senyawa kimia dgn menambahkan materi pengikat atau zat pereaksi tertentu untuk menghalangi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran racun limbah sebelum dibuang.
Solidifikasi
Solidifikasi adalah proses pemadatan bahan berbahaya dgn menambahkan aditif. Kedua proses tersebut kadang kala terkait sehingga sering dianggap memiliki arti yg sama. Contoh materi yg digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi yaitu semen, kapur, & materi termoplastik.
Teknologi solidifikasi/stabilisasi umumnya memakai semen, kapur (CaOH2), & materi termoplastik. Metode yg digunakan di lapangan ialah in-drum mixing, in-situ mixing, & plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilisasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 & Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Jika fokus logam berat dlm air limbah cukup tinggi, maka logam mampu dipisahkan dr limbah dgn mengendapkan menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilaksanakan dgn larutan kapur (Ca(OH)2) atau natrium hidroksida (NaOH) dgn mengamati kondisi pH simpulan dr larutan.
Pengendapan optimal akan terjadi pada keadaan pH dimana hidroksida logam tersebut mempunyai nilai kelarutan minimum. Pengendapan bahan tersuspensi yg sukar larut dilakukan dgn menambahkan elektrolit yg memiliki muatan yg berlawanan dgn muatan koloidnya semoga terjadi netralisasi muatan koloid tersebut sehingga akhirnya dapat diendapkan.
Penyisihan logam berat & senyawa fosfor dilakukan dgn menambahkan larutan alkali seperti air kapur sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 & untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.
Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan selaku krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dulu direduksi menjadi krom trivalent dgn menyertakan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Baca juga: Jenis Limbah: Pengertian, & Karateristik
Presipitasi
Presipitasi yakni proses penghematan zat terlarut dgn menambahkan senyawa kimia tertentu yg mampu menyebabkan terbentuknya padatan. Dalam pengolahan air limbah, presipitasi digunakan untuk menetralisir logam berat, sulfat, fluoride, & fosfat.
Beberapa senyawa kimia yg lazim dipakai adalah lime yg diaduk dgn kalsium klorida, magnesium klorida, aluminium klorida, & garam besi. Namun, adanya zat pengelat, seperti NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), dapat menghalangi proses presipitasi.
Oleh alasannya adalah itu, kedua zat tersebut harus dihilangkan sebelum proses presipitasi akhir dr seluruh pemikiran, dgn menyertakan garam besi & polimer khusus atau gugus sulfida yg mempunyai kemampuan pengendapan yg baik.
Pengendapan fosfat, khususnya pada limbah domestik, dilaksanakan untuk menghalangi eutrofikasi permukaan air. Presipitasi fosfat dr limbah mampu dijalankan dgn beberapa cara, mirip dgn menyertakan slaked lime, garam besi, atau garam aluminium.
Koagulasi & Flokulasi
Koagulasi & flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan yg terlarut dlm cairan jika kecepatan pengendapan dengan-cara alami padatan tersebut lambat atau tak efisien. Proses koagulasi & flokulasi adalah konversi dr polutan-polutan yg tersuspensi koloid yg sungguh halus dlm air limbah menjadi gumpalan-gumpalan yg dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan.
Beberapa kelebihan dr proses pengolahan kimia yakni kemampuannya untuk menangani hampir semua polutan anorganik, tak terpengaruh oleh polutan yg beracun atau toksik, & tak tergantung pada pergantian konsentrasi.
Namun, pengolahan kimia mampu meningkatkan jumlah garam dlm air limbah, meningkatkan jumlah lumpur, sehingga memerlukan materi kimia tambahan & menimbulkan ongkos pengolahan menjadi mahal.
Baca juga: Urutan Planet Dalam & Luar Pada Tata Surya
Metode Pengolahan Secara Fisik
Sebelum dilaksanakan pengolahan lebih lanjut kepada air limbah, biasanya dikerjakan penyisihan kepada bahan-bahan tersuspensi berukuran besar & gampang mengendap atau materi-materi yg mengapung.
Salah satu cara yg efisien & murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yg berskala besar adalah dgn penyaringan atau screening. Bahan tersuspensi yg mudah mengendap mampu disisihkan dgn proses pengendapan.
Parameter rancangan utama untuk proses pengendapan ialah kecepatan mengendap partikel & waktu detensi hidrolis di dlm bak pengendap.
Proses flotasi
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisakan bahan-materi yg mengapung mirip minyak & lemak agar tak mengganggu proses pengolahan selanjutnya. Flotasi pula dapat digunakan selaku cara penyisihan bahan-materi tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dgn menawarkan anutan udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi
Filtrasi di dlm pengolahan air limbah biasanya dilaksanakan sebelum proses adsorpsi atau reverse osmosis untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dr air, sehingga tak mengusik proses adsorpsi atau menyumbat membran yg digunakan pada proses osmosis.
Proses adsorpsi
Proses adsorpsi, biasanya dgn menggunakan karbon aktif, dilaksanakan untuk menyisihkan senyawa aromatik mirip fenol & senyawa organik terlarut yang lain, khususnya jikalau ingin memakai kembali air limbah tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis)
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya dipakai untuk unit pengolahan kecil, terutama bila pengolahan bermaksud untuk memakai kembali air yg telah dimasak. Namun, ongkos instalasi & operasinya sangat tidak murah.
Evaporasi
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut yg tercampur dlm limbah, sehingga pelarut terpisah & dapat diisolasi kembali, Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut yg mempunyai titik didih yg berlawanan dgn senyawa lainnya.
Metode Insinerasi atau Pembakaran
Metode insinerasi atau pembakaran dapat digunakan untuk mengurangi volume limbah B3. Namun, dikala melakukan pembakaran, perlu dikerjakan pengendalian agar gas beracun hasil pembakaran tak mencemari udara.
Insinerasi bermaksud untuk merusak senyawa B3 yg terkandung di dalamnya menjadi senyawa yg tak mengandung B3. Insinerator adalah alat yg digunakan untuk mengkremasi sampah padat, utamanya limbah B3 yg membutuhkan syarat teknis pengolahan & hasil olahan yg ketat.
Ukuran, rancangan, & spesifikasi insinerator diadaptasi dgn karakteristik & jumlah limbah yg akan diolah. Insinerator dilengkapi dgn alat pencegah pencemar udara untuk menyanggupi kriteria emisi.
Proses insinerasi mampu mengurangi volume & massa limbah sampai sekitar 90% (volume) & 75% (berat). Namun, teknologi ini tak menjadi penyelesaian terakhir dr metode pengolahan limbah padat alasannya pada dasarnya cuma memindahkan limbah dr bentuk padat yg kasat mata ke bentuk gas yg tak kasat mata. Proses insinerasi pula menghasilkan energi dlm bentuk panas.
Kelebihan metode pembakaran ialah metode ini merupakan metode hemat duit di bidang transportasi & tak menghasilkan jejak karbon yg dihasilkan oleh transportasi mirip pembuangan darat. Menghilangkan 10% dr jumlah limbah cukup banyak membantu mengurangi tekanan pada tanah.
Rencana pembakaran waste-to-energy (WTE) pula menunjukkan laba besar dimana limbah normal maupun limbah B3 yg dibakar bisa menciptakan listrik yg mampu menghemat ongkos. Pembakaran 250 ton limbah per hari mampu memproduksi 6,5 megawatt listrik per hari (berguna $3 juta per tahun).
Namun, kerugian metode pembakaran yakni adanya biaya perhiasan dlm pembangunan instalasi pembakaran limbah. Selain itu, pembakaran limbah pula menghasilkan emisi gas yg berpengaruh pada efek rumah beling.
Aspek penting dlm metode insinerasi adalah nilai kandungan energi atau heating value limbah. Selain memutuskan kesanggupan dlm mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value pula memastikan banyaknya energi yg mampu diperoleh dr sistem insinerasi.
Jenis insinerator yg paling lazim digunakan untuk memperabukan limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, & starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan alasannya alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, & gas dengan-cara simultan.
Metode Pengolahan Secara Biologi
Proses pengolahan limbah B3 dengan-cara biologi dikala ini diketahui dgn ungkapan bioremediasi & fitoremediasi. Bioremediasi melibatkan penggunaan basil & mikroorganisme lain untuk mendegradasi limbah B3, sedangkan fitoremediasi melibatkan penggunaan tanaman untuk menyerap & mengakumulasi materi-bahan beracun dr tanah.
Kedua metode ini sungguh memiliki kegunaan dlm menangani pencemaran oleh limbah B3 & ongkosnya lebih rendah dibandingkan dgn metode kimia atau fisik. Namun, metode biologi ini pula mempunyai kekurangan. Proses bioremediasi & fitoremediasi membutuhkan waktu yg relatif usang untuk membersihkan limbah B3, khususnya dlm skala besar, sebab proses ini bersifat alami.
Selain itu, alasannya adalah melibatkan makhluk hidup, metode ini menimbulkan kekalutan wacana kemungkinan senyawa beracun masuk ke dlm rantai masakan dlm ekosistem.
Metode Pembuangan Limbah B3
Salah satu metode untuk membuang limbah B3 dengan-cara kondusif ialah dgn memakai sumur dlm atau sumur injeksi. Caranya yakni dgn memompa limbah B3 melalui pipa menuju lapisan batuan yg terdapat di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Dalam teori, limbah B3 tersebut akan terperangkap di lapisan batuan tersebut & tak mencemari tanah atau air.
Meskipun metode ini mampu dianggap sebagai solusi untuk mencampakkan limbah B3, tetapi masih perlu dilaksanakan pengkajian dengan-cara menyeluruh terhadap efek yg mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilaksanakan antara tahun 1965-1974 & nyaris tak ada sumur gres yg dibangun sesudah tahun 1980.
Pembuangan limbah ke sumur dlm merupakan suatu perjuangan membuang limbah B3 ke dlm formasi geologi yg berada jauh di bawah permukaan bumi yg memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya deretan tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak & gas bumi.
Oleh alasannya adalah itu, sungguh penting untuk mengamati struktur & kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah lokal ketika memilih kawasan untuk pembuangan limbah B3.
Kolam Penyimpanan atau Surface Impoundments
Untuk menampung limbah B3 cair, dapat dijalankan dgn mempergunakan kolam-kolam khusus yg dirancang untuk limbah B3. Kolam tersebut dilapisi dgn bahan pelindung yg mampu mencegah bocornya limbah.
Ketika limbah tersebut menguap, senyawa B3 akan terfokus & mengendap di dasar kolam. Namun, metode ini memiliki beberapa kekurangan seperti penggunaan lahan yg besar alasannya limbah semakin menumpuk di dlm kolam, kemungkinan terjadinya kebocoran pada lapisan pelindung, serta senyawa B3 dapat menguap bersama dgn air limbah sehingga mampu mencemari udara.
Landfilluntuk limbah B3 atau Secure Landfills
Limbah B3 mampu dibuang dgn cara ditimbun di landfill, tetapi mesti dgn penjagaan yg sangat ketat. Pada metode pembuangan secure landfill, limbah B3 dimasukkan ke dlm drum atau tong, kemudian dikubur di landfill yg dirancang khusus untuk menghalangi pencemaran limbah B3.
Landfill harus dilengkapi dgn peralatan monitoring yg lengkap untuk mengendalikan kondisi limbah B3 & harus senantiasa dipantau. Metode ini, jikalau diterapkan dgn benar, mampu menjadi cara yg efektif untuk menangani limbah B3.
Namun, metode secure landfill mempunyai biaya operasi yg tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, & tak menawarkan penyelesaian jangka panjang karena limbah akan makin menumpuk di landfill.
Kesimpulan
Dalam pengelolaan limbah B3 & penanganannya, terdapat beberapa metode pembuangan yg dapat dikerjakan, antara lain sumur dlm atau sumur injeksi, kolam penyimpanan atau surface impoundments, & landfill atau secure landfills.
Setiap metode memiliki keunggulan & kelemahan yg perlu diamati dlm pemilihan metode yg sesuai dgn jenis limbah B3 yg dihasilkan serta keadaan geologi & hidrogeologi di lokasi pembuangan.
Selain itu, pengawasan & pemantauan yg ketat pula diperlukan untuk menghalangi terjadinya pencemaran & pengaruh negatif kepada lingkungan & kesehatan insan.
Dalam jangka panjang, upaya pengurangan & pencegahan limbah B3 sejak permulaan bikinan akan lebih efektif & berkesinambungan daripada cuma mengandalkan metode pembuangan.
Referensi
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Bahan Berbahaya & Beracun.
- Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 perihal Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya & Beracun.
- SNI (Standar Nasional Indonesia) 19-2454-2002 ihwal Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya & Beracun.
- United Nations Environment Programme. (2018). Hazardous Waste Management – The Challenges in Developing Countries. Nairobi, Kenya.
- U.S. Environmental Protection Agency. (2021). Hazardous Waste.
- World Health Organization. (2021). Hazardous waste.