Pendidikan Untuk Penduduk Golongan Eropa.
Pendidikan Dasar (Europeesche Lagere School/ ELS) Usaha pertama pemerintah kolonial dalam bidang pendidikan yaitu menyusun undang-undang pendidikan dan pengajaran yang memuat peraturan-peraturan/ ketentuan-ketentuan biasa tentang persekolahan, pengawasan, dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Peraturan itu kemudian dikuatkan menjadi Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 1818. Peraturan itu sama sekali tidak menyinggung ihwal pendidikan untuk belum dewasa bumiputra.
Para Siswi HBS Bandung tempo dahulu |
Berdasarkan undang-undang tersebut maka pada tanggal 24 Pebruari 1817 di Batavia dibuka sekolah pertama untuk anak-anak Eropa, adalah Europeesche Lagere School (ELS). Sekolah ini mencontoh sekolah dasar yang ada di Negeri Belanda. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah pada tahun 1818 yang menitikberatkan penyelenggaraan sekolah-sekolah rendah bagi anak-anak Belanda, maka pada tahun 1820 sekolah jenis ELS dikembangkan menjadi tujuh buah, yaitu dua buah di Batavia (di Weltevreden dan Molenvliet) dan masing-masing satu buah di Cirebon, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Gresik. Di sekolah dasar itu diberikan pelajaran menulis, membaca, berhitung, bahasa Belanda, sejarah, dan ilmu bumi.
Murid – Murid HBS Bandung Sekitar tahun 1927 |
Setelah pendidikan dasar tersebut berjalan selama kurang-lebih sembilan tahun, pada tahun 1826 kegiatan pendidikan dan pengajaran terganggu oleh perjuangan-perjuangan penghematan yang dilaksanakan pemerintah (Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies) sehingga masalah pendidikan dan pengajaran sungguh disederhanakan. Namun demikian, pada tahun 1870-an dibuka juga ELS di Garut yang bertempat di depan Alun-alun (sebelah Timur)
Sementara itu pada tahun 1830 kekuasaan di Indo-nesia beralih ke tangan Gubernur Jenderal Van den Bosch, penggagas Kultuurstelsel. Untuk kelancaran pelaksanaan Kultuurstelsel, Van den Bosch sungguh memblituhkan tenaga pekerja yang terdidik. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya untuk mengembangkan bidang pendidikan, baik untuk kalangan Eropa maupun untuk kelompok pribumi. Akan tetapi, dalam kenyataannya sampai waktu itu pendidikan untuk orang pribumi masih diabaikan.
Suasana gedung HBS Bandung tempo dulu |
B. Pendidikan Menengah dan Lanjutan Karena sekitar pertengahan kala ke -19 jumlah seko-lah dasar kian meningkat sebagian besar belum dewasa Eropa sudah mendapatkan pendidikan dasar, Pemerintah Hindia Belanda berkali-kali mengajukan ajakan terhadap Kera-jaan Belanda dan menjajal untuk mendirikan sekolah Ian-jutan bagi anak-anak kalangan Eropa, terutama Belanda. Akan namun, hingga pertengahan kurun ke-19 perjuangan ter-sebut senantiasa mengalami kegagalan.
Setelah mengalami proses yang berlarut-larut, balasannya Raja Belanda Willem III memberikan kuasa terhadap Pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan sebuah Gymnasium (Sekolah Menengah), dengan catatan biar nama raja digunakan sebagai nama sekolah tersebut. Dengan adanya kuasa/wewenang dari Raja Belanda itu maka pada tahun 1860 di Jakarta dibuka Gymnasium Willem III yang merupakan sekolah lanjutan (menengah) pertama untuk anak-anak kelompok Eropa, dengan usang berguru tiga tahun.*** Sumber artikel: Sejarah Tatar Sunda Oleh: Nina H. Lubis. DKK. 2003.