Dalam geografi pastinya akan mempelajari wacana istilah pendekatan keruangan.
Untuk memahami makna “keruangan” maka hal pertama yang harus kita pahami ialah kata dasarnya adalah “ruang”. Apa itu ruang?
Ruang merupakan permukaan bumi atau bagian dari permukaan bumi di mana bagian fisis dan manusia berada, tersusun secara terorganisir.
Menurut Chapman (1979) dalam membahas ruang terdapat tiga desain yang saling terkait yaitu spatial context, spatial pattern dan spatial process.
Spatial context bekerjasama dengan Isi (content) dan dimensi (dimension) ruang. Dalam content inilah komponen alam dan manusia berada, berinteraksi secara dinamis menciptakan aneka macam kenampakan.
Kenampakan tersebut merupakan refleksi dari pengambilan keputusan dalam mempergunakan ruang dan hasil antarhubungan (relationship) antara abad lalu, sekarang dan kurun yang hendak tiba dari distribusi acara manusia.
Ruang Bumi Disekat oleh Batas-Batas Kekuasan Oleh Manusia |
Kerberulangan sebuah kenampakan atau objek di sebuah lokasi sering disebut dengan distribusi keruangan (spatial distribution).
Distribusi objek atau kenampakan yang mempunyai abjad sama di lokasi berlawanan sering disebut dengan acuan keruangan (spatial pattern). Dalam dimensi, terkait dengan bagian jarak, arah dan lokasi.
Lokasi merupakan posisi suatu kawasan di permukaan bumi. Ada dua macam lokasi yakni lokasi diktatorial dan lokasi relatif (Abler dkk., 1977).
Lokasi otoriter menunjuk pada kedudukan yang telah pasti yakni tata cara grid (biasanya koordinat garis lintang dan garis bujur). Lokasi relatif berkenaan dengan posisi sebuah objek daripada objek yang lainnya.
Dari perbandingan inilah akan dikenali arah dan jarak dua objek yang diperbandingkan. Menurut Goodaal (1987) lokasi mampu pula dilihat dari sudut situs (site) dan situasi (situation). Site merupakan karakter internal sebuah objek, sedangkan situasi, menyaksikan objek dari lingkup yang lebih luas (ekternal).
Proses keruangan merupakan hubungan timbal balik antara spatial context, gerakan dan dalam pandangan waktu tertentu (Abler dkk., 1977). Isi atau Konten komponen ruang yang berinteraksi dapat berupa unsur fisis dengan fisis, fisis dengan manusia, dan manusia dengan manusia.
Proses interaksi dapat terjadi dalam satu lokasi, dan mampu pula dengan lokasi yang berlawanan, sehingga timbul adanya gerakan (movement). Interaksi dan gerakan terjadi setiap waktu, selama kehidupan berjalan di wajah bumi.
Interaksi yang terus menerus secara dua arah inilah menghasilkan struktur keruangan. “Struktur keruangan ialah hasil dari proses keruangan yang mana ruang tersusun oleh seperangkat bagian sosial, ekonomi dan fisis. Struktur keruangan mengacu terhadap lokasi relatif internal “ (Goodaal, 1987).
Didalam menerangkan struktur keruangan dihentikan melupakan proses keruangan. Proses keruangan ialah mekanisme yang dapat menghasilkan struktur keruangan.
Struktur dan proses keruangan memiliki kekerabatan sebab akhir yang bersifat sirkuler. Struktur ditentukan oleh proses dan proses ditentukan oleh struktur. Dibedakannya struktur keruangan dari proses keruangan, dimungkinkan oleh adanya perbedaan pandangan waktu.
Proses keruangan yang direkam dalam suatu perode waktu (W1) tertentu menghasilkan distribusi dan struktur keruangan pada abad tertentu tersebut. Proses terus berjalan, memungkinkan terjadinya pergeseran struktur keruangan baru yang berlainan dari kondisi semula (W1).
Jadi proses dan struktur keruangan dapat menjadi distribusi keruangan tergantung pada pandangan waktu.
Distribusi keruangan ialah aplikasi dari proses keruangan yang muncul dari keadaan statis, dan struktur keruangan yaitu aplikasi proses dan distribusi keruangan sebuah komponen. Proses keruangan dan struktur keruangan yaitu identik dalam satu sudut pandang. Proses keruangan mampu berlangsung lambat dan mampu pula berlangsung cepat, itulah yang mesti dibedakan sehingga proses itu mampu merubah struktur yang ada (Abler dkk., 1977).
Kaitan antara struktur keruangan dan proses keruangan, akan menghasilkan kota utama atau inti (primate city or core) yang mayoritas mensugesti kota-kota, eksistensi aksesibilitas (transportasi) secara sedikit demi sedikit menghasilkan core – periphery.
Bila daerah periphery mampu mengimbangi pertumbuhan tempat inti maka secara fungsional akan terjadi metode ketergantungan antarkota, antardaerah, atau antarnegara.