Pengumpulan Al-Qur’an di kurun Nabi SAW terbagi atas dua:
Daftar Isi
1. Pengumpulan dalam dada, dengan cara menghapal, menghayati dan mengamalkan
Al-Qur’an turun kepada Nabi yang ummi (tidak mampu baca tulis). Karena itu, perhatian Nabi hanyalah untuk sekedar menghapal dan menghayatinya, agar dia mampu menguasai Al-Qur’an persis sebagaimana halnya Al-Qur’an diturunkan. Setelah itu, dia membacakannya kepada umatnya sejelas mungkin biar mereka pun mampu menghapal dan memantapkannya.
Nabi SAW mempunyai harapan untuk menguasai Al-Qur’an, sehingga ia menghiasi salat malamnya dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Beliau ingin mewujudkan pengabdian dan penghayatan serta pendalaman kepada makna Al-Qur’an sehingga kedua telapak tangan dan kakinya menjadi bisul alasannya adalah terlalu usang bangkit.
Itulah sebabnya tak aneh kalau Rasul menjadi seorang yang paling menguasai Al-Qur’an. Beliau mampu mengabdikan (mengumpulkan) Al-Qur’an dalam hatinya yang mulia. Beliau menjadi referensi bagi orang-orang Islam dalam memecahkan problem yang mereka butuhkan sehubungan problem Al-Qur’an.
2. Pengumpulan dalam dokumen, dengan cara menulis dalam kitab, atau diwujudkan dalam bentuk tabrakan
Keistimewaan yang kedua dari Al-Qur’an Karim yakni pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah SAW memiliki beberapa orang sekretaris wahyu. Setiap turun ayat Al-Qur’an, dia memerinthkan terhadap mereka untuk menulisnya dalam rangka memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap Al-Qur’an, sehingga penulisan tersebut dapat membuat lebih mudah penghapalan dan memperkuat daya ingat.
Para penulis wahyu tersebut ialah teman pilihan Rasul dari kalangan teman yang terbaik dan indah tulisannya sehingga mereka benar-benar dapat mengemban peran yang mulia ini. Diantaranya ialah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abu Sufyan, Khulafaur Rashidin dan sahabat-sahabat lain.
Proses penulisan Al-Qur’an pada kala Nabi SAW sungguh sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berbentuklontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang dan batu. Kegiatan tulis-menulis Al-Qur’an pada era Nabi disamping dilakukan oleh sekretaris Nabi, juga dikerjakan oleh teman lain.
Sebagaimana Hadits Nabi yang diriwayatkan Muslim:
لاَ تَكْتُبُواعَنِّيْ شَيْأ ًاِلاَّالْقُرْانَ وَمَنْ كَتَبَ عَنِّيْ سِوَىالْقُرْانِ فَلْيَمْحُهُ. روه مسلم
”Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barang siapa sudah menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya”.
(HR. Muslim)
Faktor yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada kala Nabi SAW yakni : membukukan hapalan yang telah dijalankan oleh Nabi dan para sahabatnya. Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena hapalan para teman saja tidak cukup, kadang kala mereka lupa atau sebagian dari mereka ada yang sudah .
Adapun goresan pena akan tetap terpelihara meskipun pada kala Nabi, penulisan Al-Qur’an tidaklah pada satu tempat.
Penulisan Al-Qur’an tidak pada satu daerah menurut: proses penurunan Al-Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun terdahulu.
Penyusunan ayat dan surat Al-Qur’an tidak bertolak dari kronologi turunnya, namun bertolak dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara satu surat dengan surat yang lain. Terkadang ayat atau surat yang turun belakangan ditulis lebih dulu ketimbang ayat atau surat yang turun terlebih dulu.