Pemberontakan APRA menjadi salah satu dr beberapa pemberontakan besar yg pernah menggemparkan Indonesia pada masa pasca kemerdekaan.
Angkatan Perang Ratu Adil yg diketahui dgn istilah APRA merupakan sebuah pasukan yg didirikan Raymond Westerling. Beliau merupakan bangsa Belanda yg pula menjadi mantan anggota KNIL, atau pasukan kolonial di Indonesia.
Nama yg tersemat dlm APRA, bekerjsama hanya untuk menarik simpati penduduk Indonesia.
Ratu Adil merupakan hasil ramalan Jayabaya yg akan memberantas segala bentuk penindasan di nusantara. Selain itu pula diramalkan jikalau ia yaitu orang yg berasal dr kawasan Timur.
Daftar Isi
Latar Belakang Pemberontakan APRA
Terdapat beberapa faktor yg melatarbelakangi terjadinya pemberontakan ratu adil di Indonesia. Faktor-aspek tersebut antara lain yaitu
- APRIS yg terdiri dr TNI & KNIL
- Hasil pertemuan meja lingkaran
- Kepentingan kolonialisme Belanda
- Ultimatum Raymond Westerling
Agar kalian lebih paham perihal faktor-aspek yg mendorong terjadinya pemberontakan APRA, kita akan membahasnya dengan-cara lebih detail dibawah ini.
Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
Terbentuknya APRA berawal dr APRIS, yaitu Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.
APRIS sendiri mempunyai anggota yg terdiri atas campuran tentara KNIL Belanda & Tentara Nasional Indonesia. Sebenarnya kondisi tersebut cukup membuat mereka kesusahan, alasannya adalah di antara KNIL dgn Tentara Nasional Indonesia pernah berseteru tatkala peperangan mewujudkan kemerdekaan negara Indonesia.
Oleh karena itu, lahirlah kaum reaksioner dlm jumlah yg cukup banyak. Mereka yakni elemen-elemen APRIS yg condong mendukung federalisme bangsa Indonesia atau kurang suka dgn TNI & NKRI.
Mereka dengan-cara sukarela bergabung dgn Angkatan Perang Ratu Adil yg kemudian pula turut serta dlm pemberontakan APRA untuk merealisasikan Indonesia federal dlm RIS.
Hasil Konferensi Meja Bundar
Hasil dr Konferensi Meja Bundar atau yg dikenal dgn nama KMB menjadi salah satu titik permulaan terjadinya pemberontakan APRA. Konferensi tersebut diselenggarakan di Den Haag pada tahun 1949.
Konferensi ini menciptakan pemikiran yg cukup menggemparkan yakni adanya rencana akan dibubarkannya negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Menindaklanjuti informasi ini Raymond Westerling berkerjasama dgn Sultan Hamid II untuk mendirikan APRA guna melaksanakan perlawanan pada pemerintahan Republik Indonesia.
Sultan Hamid II sendiri lebih berpihak pada aliran negara federal RIS sehingga tak mengkehendaki hilangnya RIS. Pemberontakan APRA tersebut selaku usaha untuk menjaga keberadaan negara RIS.
Kepentingan Belanda
Pemberontakan APRA pula disebabkan karena Belanda ingin menjajah, atau setidaknya menanam kepentingan-kepentingan politik & ekonominya di Indonesia.
Pihak Belanda bermaksud untuk mengeksploitasi sumber daya di Indonesia untuk mempertahankan keadaan ekonominya.
Pihak Belanda tahu bahwa akan sangat sulit mengintervensi dengan-cara ekonomi jika Indonesia sudah bersatu menjadi NKRI. Terlebih lagi, pemimpin Indonesia seluruhnya sudah antipati kepada kekuasaan Belanda.
Oleh lantaran itu, Belanda perlu menyebabkan kerusuhan di NKRI & mempertahankan RIS. Tindakan APRA merupakan perilaku mendukung bangsa Belanda dlm melancarkan agresi penjajahan mereka.
Ultimatum Westerling
Raymond Westerling yg merupakan pimpinan APRA, menawarkan sebuah ultimatum pada pemerintah RIS tatkala APRA belum lama terbentuk.
Pihaknya menginginkan supaya APRA dijadikan pasukan yg berstatus resmi. Di samping itu, pihaknya pula mengharapkan untuk memegang sarat kekuasaan militer di wilayah Pasundan.
Akan tetapi, lantaran seruan tersebut tak dipenuhi oleh pihak pemerintah, maka anggota merencanakan perampasan kekuasaan lewat pemberontakan APRA.
Pemberontakan ini berpusat di sekitar wilayah Jakarta & Bandung. Dua kawasan yg memiliki nilai kepentingan tinggi bagi bangsa Indonesia & RIS pada saat itu.
Tujuan Pemberontakan APRA
Pemberontakan APRA yg diprakarsai oleh Raymond Westerling pastinya memiliki beberapa tujuan.
Diduga, tujuan utamanya yaitu untuk memperkuat RIS & melemahkan NKRI serta angkatan perang yg dimiliki oleh Indonesia. Dengan penyerangan dr Westerling, kesempatannya ialah Indonesia menjadi tak stabil, sehingga lemah dlm negosiasi dgn belanda.
Secara lazim, pemberontakan ini mempunyai beberapa tujuan yg antara lain ialah
- Mempertahankan negara RIS
- Mengganggu Proses Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda
- Mempertahankan Eksistensi Tentara APRA sebagai Tentara di Pasundan
Agar kalian lebih paham tujuan-tujuan yg sudah disebutkan diatas, kita akan membahasnya dengan-cara lebih rincian dibawah ini.
Mempertahankan Negara RIS
Berbagai perundingan yg dikerjakan antara Indonesia dgn Belanda dgn mediasi Australia, senantiasa menghasilkan keputusan yg merugikan pihak Indonesia.
Walau demikian, pemerintah Indonesia, demi menjaga perdamaian antara kedua negara tetap menghimbau supaya seluruh pihak mendapatkan keputusan tersebut.
Namun, justru pihak Belanda yg melanggar keputusan dlm perundingan dgn melakukan penyerangan berupa Agresi Militer I & II.
Setelah adanya pelanggaran kesepakatanini, kedua pihak kembali dipertemukan dlm perundingan KMB, yg kemudian memutuskan bahwa Indonesia menjadi negara federal.
APRA mengakui bahwa keberadaannya merupakan penggalan dr negara Indonesia federal. Itulah kenapa APRA dapat memasuki wilayah Indonesia & berhasil menundukkan satu di antara beberapa negara belahan pada ketika itu.
Setelah itu, barulah mereka melancarkan aksinya untuk menciptakan Indonesia kembali terpecah belah & kembali berada di bawah kekuasaan Belanda.
Mengganggu Proses Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda
Salah satu pihak yg mengupayakan kegagalan kedaulatan Republik Indonesia yakni panglima tertinggi dr tentara Belanda yakni Letjen Buurman van Vreeden.
Pihaknya selalu membatasi proses diakuinya Indonesia sebagai negara yg berdaulat.
Namun, pada kesudahannya kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh Belanda tepatnya di tanggal 27 Desember 1949. Pada dikala itu, Indonesia sudah menjadi negara yg berbentuk republik & telah lepas dr bentuk negara federal.
Mempertahankan Adanya Tentara APRA sebagai Tentara di Pasundan
Sebenarnya tatkala Indonesia merdeka, gerilyawan & tentara tak menyatu dlm komando yg sama.
Tidak sedikit dr tokoh wilayah yg berperan sebagai pemimpin yg disegani meskipun tak mempunyai bekal kemiliteran. Perjuangan yg mereka kerjakan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangatlah besar.
Ada banyak pula jagoan yg gugur dlm medan pertempuran tanpa dikenal oleh masyarakat. Bertepatan dgn sidang PPKI yg terakhir, yaitu di tanggal 22 Agustus 1945, Indonesia mempunyai rencana untuk membentuk sebuah pasukan tentara.
Orang-orang yg tergabung dlm APRA merupakan mereka yg tak menyanggupi standar untuk menjadi APRIS.
Itulah kenapa pasukan APRA berusaha supaya Indonesia tetap berupa negara federal, sehingga keberadaan mereka tetap dapat dipertahankan sebagai angkatan perang.
Salah satu hal yg dilaksanakan APRA yaitu melakukan penyerangan pada Divisi Siliwangi pada Januari 1950. Di mana tujuan utama yg ingin diraih yakni supaya APRA menjadi tentara di Pasundan.
Kronologi Pemberontakan APRA
Seperti yg sudah diterangkan diatas, pemberontakan ini diawali oleh pertemuan meja bulat & ultimatum dr Westerling. Tetapi, lantaran tak digubris pemerintah, maka mereka melanjutkan melancarkan serangan.
Pemberontakan ini terpusat di dua kawasan yakni Bandung & Jakarta, dua kawasan yg sangat penting bagi RIS & pula bangsa Indonesia pada saat itu.
Pemberontakan APRA di Bandung
APRA melancarkan agresi pemberontakan di wilayah Bandung di pagi hari pada tanggal 23 Januari 1950.
Mula-mula pergerakan dilakukan di wilayah Cililin. Pergerakan tersebut dipimpin oleh dua orang inspektur polisi dr Belanda, yakni Van Beeklen & Van der Meula.
Pemberontakan ini menggunakan 800 orang tentara, di mana 300 orang diantaranya yaitu bekas anggota KNIL yg dilengkapi dgn persenjataan yg termasuk canggih kala itu.
Keadaan pada masa itu sungguh seram, karena berbagai terjadi pembunuhan yg sadis.
Pada karenanya, pihak pemberontak berhasil menduduki Markas Anggota Divisi Siliwangi. Di tempat ini kembali terjadi peperangan yg tak seimbang.
Personil APRA yg berjumlah 150 orang menyerang tanpa ampun pada 18 TNI yg ada di markas tersebut.
Kemudian, pemerintah mengambil beberapa langkah untuk menyudahi pemberontakan APRA. Langkah pertama, pemerintah melakukan pementingan & serangan balik kepada pemimpin pasukan Belanda.
Langkah berikutnya, yaitu perdana menteri RIS, Drs. Moh. Hatta menyuruh beberapa pasukan yg ada dibawah kendali pemerintah Indonesia untuk ke Bandung.
Pasukan tersebut diberi pesan supaya berunding dgn Komisariat Tinggi Belanda di Jakarta. Perundingan tersebut mendesak supaya pasukan APRA dapat pergi meninggalkan Bandung segera.
Alhasil, pasukan pemberontak APRA dikejar oleh banyak pasukan yg terdiri dr rakyat pribumi & tentara APRIS. Atas peristiwa pemberontakan APRA mengakibatkan gugurnya 79 pasukan APRA.
Pemberontakan APRA di Jakarta
Selain Bandung, APRA pula melancarkan aksinya di Jakarta. Di Jakarta sendiri ternyata terdapat penghianat yg justru melakukan pekerjaan sama dgn tentara APRA, yg tak lain ialah Sultan Hamid II.
Dirinya ditawari laba oleh pihak tentara APRA akan dijadikan Menteri Pertahanan jikalau planning yg mereka untuk melaksanakan perebutan kekuasaan mampu berjalan dgn baik.
Beberapa seni manajemen yg mereka persiapkan diantaranya penyerangan diarahkan ke gedung tempat dilaksanakannya sidang kabinet RIS, kemudian tentara APRA akan menculik semua menteri, setelah itu orang-orang yg mempunyai peran penting di kementrian dibunuh.
Akan namun, pemberontakan APRA di Jakarta tak sukses. Hal tersebut lantaran agresi yg dilakukan pasukan APRA berhasil dipatahkan oleh rakyat pribumi, APRIS, & pemerintah RIS.
Karena kegagalan tersebut, maka pihak pemberontak mundur dengan-cara perlahan-lahan.
Sejarah pemberontakan APRA dapat mengajarkan pada kita semua supaya senantiasa menjaga integrasi nasional, supaya Indonesia tetap bersatu & tak kembali terpecah belah lantaran banyak hal.
Sebagai warga negara yg baik, seharusnya kita menepis jauh fikiran-pikiran yg mengarah pada disintegrasi & mengupayakan persatuan nasional.