Pemanfaatan, Kekurangan Dan Kelebihan E-Learning dalam Pembelajaran
Dunia pendidikan terimbas pula oleh pesatnya perkembangan jagat maya. Sekolah melalui internet menjadi sesuatu hal yang memungkinkan. e-learning, sebuah alternatif media pendidikan yang tidak memedulikan ruang dan waktu. Model sekolah melalui internet semestinya ideal buat negeri kita.
Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap tugas guru dalam proses pembelajaran. Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh tugas guru disebut the kurun of teacher, sementara siswa cuma mendengar klarifikasi guru. Kemudian, proses belajar dan mengajar didominasi oleh tugas guru dan buku (the masa of teacher and book) dan pada saat ini proses mencar ilmu dan mengajar didominasi oleh tugas guru, buku dan teknologi (the kurun of teacher, book and technology).
Teknologi internet pada hakekatnya merupakan kemajuan dari teknologi komunikasi generasi sebelumnya. Media mirip radio, televisi, video, multi media, dan media yang lain sudah dipakai dan dapat menolong meningkatkan kualitas pendidikan. Apalagi media internet yang mempunyai sifat interaktif, mampu selaku media massa dan interpersonal, dan sumber isu dari berbagai penjuru dunia, sangat dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya. Oleh sebab itu Khoe Yao Tung (2000) menyampaikan bahwa setelah kedatangan guru dalam arti sesungguhnya, internet akan menjadi perhiasan dan suplemen dalam menimbulkan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Dengan fasilitas yang dimilikinya, internet berdasarkan Onno W. Purbo (1998) paling tidak, ada tiga hal imbas konkret penggunaan internet dalam pendidikan yaitu:
a. Peserta didik dapat dengan gampang mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara.
b. Peserta didik mampu dengan gampang berguru pada para hebat di bidang yang diminatinya.
c. Kuliah/mencar ilmu dapat dengan gampang diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah daerah si mahasiswa mencar ilmu. Di samping itu ketika ini hadir pula perpustakan internet yang lebih dinamis dan mampu digunakan di seluruh jagat raya.
Pendapat ini nyaris senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, faedah internet bagi pendidikan yaitu mampu menjadi kanal kepada sumber isu, saluran kepada nara sumber, dan sebagai media koordinasi. Akses terhadap sumber gosip yaitu selaku perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan susukan terhadap bahan kuliah. Akses kepada nara sumber bisa dilaksanakan komunikasi tanpa mesti berjumpa secara fisik. Sedangkan sebagai media koordinasi internet bisa menjadi media untuk melaksanakan penelitian bareng atau menciptakan semacam makalah bareng .
Penelitian di Amerika Serikat perihal pemanfaatan teknologi komunikasi dan info untuk keperluan pendidikan dimengerti memperlihatkan pengaruh positif (Pavlik, 19963)). Studi lainya dilaksanakan oleh Center for Applied Special Technology (CAST), “bahwa pemanfaatan internet sebagai media pendidikan menandakan positif kepada hasil mencar ilmu akseptor didik4)”.
Walaupun masih banyak kendalanya, terlebih di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan antar-tempat seperti itu setidaknya mampu dijembatani dengan model sekolah melalui internet, e-learning. Syaratnya, mengganti paradigma teaching menjadi learning. Pembelajaran (learning) berbeda dengan pengajaran (teaching). Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan tentang learning. Intinya, mencar ilmu itu menyangkut pergeseran kepada diri-sendiri, mengganti sikap, melaksanakan discovery (menguak apa yang semula tertutup). Pendeknya, belajar mengganti seseorang menjadi pandai, bukan sekadar cerdik. “Pintar” dan “pandai” berlawanan: smart people know from repetition of others. Intelligent people can figure it out by themselves.
Sedangkan dalam pengajaran guru atau pelatih memberikan waktu, energi, dan perjuangan untuk merencanakan murid atau anak bimbing sesuai dengan tujuan instruksional. Guru memberi, murid menerima. Namun, orang yang diajar oleh guru atau melalui komputer belum pasti mencar ilmu, alasannya adalah hasil berguru mensyaratkan adanya perubahan terhadap diri-sendiri.
Model Pembelajaran Berbasis e-Learning
Pengembangan pembelajaran berbasis e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diharapkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga tergolong pembelajaran berbasis internet, maka usulan Haughey (1998) perlu diperhitungkan dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan metode pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course”. Web course yakni penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana akseptor latih dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak dibutuhkan adanya tatap paras . Seluruh bahan asuh, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, cobaan, dan acara pembelajaran yang lain sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan tata cara jarak jauh.
Web centric course yaitu penggunaan internet yang memadukan antara mencar ilmu tanpa tatap wajah (jarak jauh) dan tatap paras (konvensional). Sebagian materi disampaikan lewat internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam versi ini pengajar mampu menawarkan isyarat pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran lewat web yang sudah dibuatnya. Siswa juga diberikan aba-aba untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap tampang, peserta latih dan pengajar lebih banyak diskusi perihal temuan bahan yang sudah dipelajari lewat internet tersebut.
Hasil penelitian yang menguji penggunaan teknologi pembelajaran bagi siswa (dengan mengakses situs web yang merujuk pada tampilan powerpoint untuk catatan dan antisipasi ujian) dan sistem belajar yang relatif lebih tradisional (membaca buku teks dan mencatat di kelas dari buku), serta dampak strategi belajar terhadap nilai ujian mereka dan kedatangan di kelas, menunjukkan siswa yang digolongkan tinggi pada penggunaan teknologi dan tata cara belajar tradisional menunjukkan prestasi dan kedatangan yang lebih tinggi ketimbang siswa yang digolongkan rendah dalam penggunaan kedua sistem mencar ilmu yang memakai teknologi dan metode berguru tradisional. (Kathleen Debevec, 2006).
Model web enhanced course yaitu pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet yakni untuk memperlihatkan pengayaan dan komunikasi antara penerima bimbing dengan pengajar, sesama akseptor didik, anggota kelompok, atau akseptor asuh dengan nara sumber lain. Oleh alasannya itu tugas pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari berita di internet, membimbing mahasiswa mencari dan mendapatkan situs-situs yang relevan dengan materi pembelajaran, menyuguhkan materi lewat web yang menarik dan digemari, melayani tutorial dan komunikasi lewat internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menghidangkan bahan pelajaran secara on-line saja, tetapi harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik mencar ilmu dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan lewat jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang mempesona dan disenangi, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, adalah “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan mempermudah peserta didik dalam mempergunakan teknologi dan sajian yang ada , dengan fasilitas pada panel yang disediakan, akan meminimalisir pengenalan metode e-learning itu sendiri, sehingga waktu mencar ilmu peserta mampu diefisienkan untuk proses berguru itu sendiri dan bukan pada mencar ilmu menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi atau interaksi antara guru dan murid memang semestinya melalui tata cara dua arah. Dalam e-learning, tata cara dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat instruktur menawarkan pelajaran, murid mampu eksklusif mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak pribadi (a-synchronous). Misalnya pesan dari pelatih direkam dulu sebelum dipakai.
Syarat personal memiliki arti pengajar mampu berinteraksi dengan baik mirip layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, penerima didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala duduk perkara yang dihadapinya. Hal ini akan menciptakan penerima ajar betah berlama-lama di depan layar komputernya.
Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, tanggapanyang cepat kepada unek-unek dan keperluan peserta didik yang lain. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dikerjakan secepat mungkin oleh pengajar atau pengurus.
Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah penerima asuh mencar ilmu secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam metode digital lewat internet. Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi bagian-bagian yang biasa dijalankan dalam metode pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan mampu diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan motivasi, memakai bahasa yang komunikatif, uraian bahan yang terang, acuan-contoh kongkrit, duduk perkara solving, tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan acara tindak lanjutnya. Oleh sebab itu mendesain e-learning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli bahan, andal komunikasi, programmer, seniman, dan sebagainya.
Kelebihan Dan Kekurangan e-Learning
Dari banyak sekali pengalaman dan juga dari berbagai berita yang tersedia di literatur, menawarkan isyarat ihwal manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain mampu disebutkan sbb:
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui akomodasi internet secara regular atau kapan saja aktivitas berkomunikasi itu dijalankan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, daerah dan waktu.
b. Guru dan siswa mampu memakai bahan bimbing atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual lewat internet, sehingga keduanya bisa saling menganggap hingga berapa jauh materi didik dipelajari;
c. Siswa dapat berguru atau me-review materi latih setiap ketika dan di mana saja bila diperlukan mengingat materi didik tersimpan di komputer.
d. Bila siswa membutuhkan pemanis gosip yang berhubungan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melaksanakan terusan di internet secara lebih mudah.
e. Baik guru maupun siswa mampu melakukan diskusi lewat internet yang dapat disertai dengan jumlah akseptor yang banyak, sehingga memperbesar ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
f. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif;
g. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari sekolah tinggi tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di mancanegara, dsb-nya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari banyak sekali kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain mampu disebutkan sbb:
a. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini mampu memperlambat terbentuknya values dalam proses berguru dan mengajar;
b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau faktor sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya faktor bisnis/komersial;
c. Proses mencar ilmu dan mengajarnya condong ke arah training daripada pendidikan;
d. Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, sekarang juga dituntut mengenali teknik pembelajaran yang memakai ICT;
e. Siswa yang tidak memiliki motivasi berguru yang tinggi condong gagal;
f. Tidak semua tempat tersedia akomodasi internet (mungkin hal ini berhubungan dengan problem tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);
g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
h. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Profil penerima e-Learning yakni seseorang yang (1) memiliki motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki kesepakatan untuk berguru secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab berguru sepenuhnya berada pada diri peserta berguru itu sendiri (Loftus, 2001), (2) bahagia berguru dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi keleluasaan, (3) mengalami kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan memerlukan penggantinya, atau yang memerlukan bahan pelajaran tertentu yang tidak disuguhkan oleh sekolah konvensional lokal maupun yang ingin mempercepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya lewat e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah sebab aneka macam pertimbangan (Tucker, 2000).
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping kawasan jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan kesempatan siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/berbagi “rasa bermasyarakat” di golongan penerima asuh sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur mampu menugaskan akseptor ajar untuk melakukan pekerjaan dalam beberapa kalangan untuk berbagi dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta asuh yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, akseptor bimbing sendiri mampu saling berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail (Website kudos, 2002).
Concord Consortium (2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar lewat media elektronik kian diperkaya dikala penerima ajar dapat mencicipi bahwa mereka masing-masing yaitu bab dari suatu masyarakat akseptor ajar, yang berada dalam sebuah lingkungan bareng . Dengan berbagi sebuah komunitas dan hidup di dalamnya, penerima latih menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di dalam media elektro. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu untuk mendukung satu sama lain demi kesuksesan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan bahwa di dalam aktivitas e-Learning, para guru dan akseptor berguru mengungkapkan bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para akseptor mencar ilmu sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina mereka berguru melalui acara e-Learning. Di samping itu, para guru e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua penerima didik melalui telepon dan email sebab para orangtua ini ialah kawan kerja dalam aktivitas e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para penerima e-Learning.