Pengertian Pendidikan Inklusif Menurut Para Ahli
Pendidikan inklusif ialah metode layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus berguru di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bareng teman-sahabat seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994) Sekolah inklusif ialah sekolah yang memuat semua murid di kelas yang serupa. Sekolah ini menyediakan acara pendidikan yang layak, menantang, tetapi diadaptasi dengan kemampuan dan keperluan setiap murid maupun sumbangan dan pinjaman yang dapat diberikan oleh para guru, biar anak-anak berhasil (Stainback,1980)
Berdasarkan batas-batas tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai tata cara layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus mencar ilmu bareng dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan daerah tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu menawarkan potensi atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk menemukan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan keperluan individu peserta asuh tanpa diskriminasi.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan adaptasi baik dari segi kurikulum, fasilitas parasarana pendidikan, maupun metode pembelajaran yang diadaptasi dengan kebutuhan individu penerima ajar. Untuk itu proses kenali dan asesmen yang akurat perlu dilaksanakan oleh tenaga yang terlatih dan/atau profesional di bidangnya untuk mampu menyusun acara pendidikan yang sesuai dan obyektif.
1. Pendidikan Segregasi, Pendidikan Terpadu dan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif cuma merupakan salah satu model penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Model yang lain diantaranya adalah sekolah segregasi dan pendidikan terpadu. Perbedaan ketiga versi tersebut dapat diringkas selaku berikut.
a. Sekolah segregasi
Sekolah segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang dipakai terpisah sama sekali dari metode pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, fasilitas prasarana, hingga pada tata cara pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek pertumbuhan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
b. Sekolah terpadu
Sekolah terpadu yaitu sekolah yang memberikan peluang kepada akseptor latih berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan khusus yang diadaptasi dengan keperluan individual anak. Sekolah tetap memakai kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sistem pembelajaran reguler untuk semua akseptor didik. Jika ada peserta latih tertentu mengalami kesusahan dalam mengikuti pendidikan, maka konsekuensinya akseptor ajar itu sendiri yang harus menyesuaikan dengan tata cara yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan terpadu menuntut anak yang harus menyesuaikan dengan tata cara yang dipersyaratkan sekolah reguler. Kelemahan dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak berkebutuhan khusus tidak menerima pelayanan sesuai dengan kebutuhan individual anak. Sedangkan manfaatnya adalah anak berkebutuhan khusus dapat bergaul di lingkungan sosial yang luas dan masuk akal.
c. Sekolah inklusif
Sekolah inklusif ialah pertumbuhan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan keperluan utamanya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melaksanakan banyak sekali modifikasi dan/atau pembiasaan, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran hingga pada metode penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang mesti menyesuaikan dengan tuntutan keperluan individu peserta didik, bukan penerima ajar yang menyesuaikan dengan metode persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan keperluan pendidikannya dapat tercukupi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif ialah pihak sekolah dituntut melakukaan banyak sekali perubahan, mulai cara pandang, perilaku, hingga pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
2. Implikasi manajerial pendidikan inklusif
Sekolah reguler yang menerapkan acara pendidikan inklusif akan berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut. Diantaranya yaitu:
a. Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
b. Sekolah reguler mesti siap mengurus kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat perorangan.
c. Guru di kelas reguler harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
d. Guru pada sekolah inklusif dituntut melaksanakan kerja sama dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
e. Guru pada sekolah inklusif dituntut melibatkan orangtua secara mempunyai arti dalam proses pendidikan.
3. Pro dan kontra pendidikan inklusif
Meskipun pendidikan inklusif telah diakui di seluruh dunia sebagai salah satu uapaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, namun kemajuan pendidikan inklusif mengalami perkembangan yang berbeda-beda di setiap negara. Sebagai penemuan gres, pro dan kontra pendidikan inklusif masih terjadi dengan alasan masing-masing. Sebagai negara yang ikut dalam berbagai konvensi dunia, Indonesia mesti menyikapi secara proaktif kepada kecenderungan pertumbuhan pendidikan inklusif. Salah satunya yaitu dengan cara mengetahui secara kritis ihwal pro dan kontra pendidikan inklusif.
a. Pro Pendidikan Inklusif
(1) Belum ada bukti empirik yang besar lengan berkuasa bahwa SLB ialah satu-satunya tata cara terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
(2) Beaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan dengan sekolah regular.
(3) Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di kawasan-tempat tidak mampu bersekolah di SLB sebab jauh dan/atau biaya yang tidak terjangkau.
(4) SLB (khususnya yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan anak dari kehidupan sosial yang faktual. Sedangkan sekolah inklusif lebih ‘menyatukan’ anak dengan kehidupan faktual.
(5) Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak berkebutuhan khusus yang tidak menerima layanan yang cocok.
(6) Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak ‘cacat’ yang mampu menjadikan stigma sepanjang hayat. Orangtua tak inginke SLB.
(7) Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat supaya menghargai adanya perbedaan.
b. Kontra Pendidikan Inklusif
(1) Peraturan perundangan menunjukkan kesempatan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus.
(2) Hasil observasi masih menghendaki aneka macam alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
(3) Banyak orangtua yang anaknya tidak mau bersekolah di sekolah reguler.
(4) Banyak sekolah reguler yang belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif alasannya adalah menyangkut sumberdaya yang terbatas.
(5) Sekolah khusus/SLB dianggap lebih efektif karena diikuti anak yang sejenis.
c. Pendidikan Inklusif yang Moderat
Jalan keluar untuk menanggulangi pro dan kontra perihal pendidikan inklusif, maka mampu diterapkan pendidikan inklusif yang moderat. Pendidikan inklusif yang moderat dimaksud yakni :
(1) Pendidikan inklusif yang menggabungkan antara terpadu dan Inklusi sarat .
(2) Model moderat dikenal dengan model ‘Meanstreaming’.
(3) Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam prakteknya anak berkebutuhan khusus ditawarkan aneka macam alternatif layanan sesuai dengan kesanggupan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus fleksibel pindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan lainnya, seperti :
– bentuk kelas reguler penuh
– bentuk kelas reguler dengan cluster
– bentuk kelas reguler dengan ’pull out’
– bentuk kelas reguler dengan ‘cluster dan pull out’
– bentuk kelas khusus dengan banyak sekali pengintegrasian.
– bentuk kelas khusus sarat di sekolah reguler