Dalam konstitusi dan praktek pemisahan kekuasaan di banyak sekali negara, terdapat aneka macam pemahaman perihal “pemisahan kekuasaan”, oleh alasannya itu didapatkan pengunaan terminologi “pemisahan kekuasaan” atau “ pembagian kekuasaan” saat rancangan pemisahan kekuasaan itu dipraktekkan secara konkrit pada suatu negara. Karena itu benar kalau Marshall menyatakan bahwa :
The phrase ‘separation of powers’ is, however, one of the most confusing in the vocabulary of political and constitutional thought. It has been used with varying implication by historians and political scientists.”
(perumpamaan pemisahan kekuasaan ialah salah satu yang paling membinggungkan di dalam kosakata pedoman politik dan konstitusional. Ungkapan pemisahan kekuasaan tersebut sudah dipakai dengan berbagai implikasi oleh para sejarawan dan ilmuwan politik.)
Pengertian lain dari pemisahan kekuasaan, bahwa pemisahan kegiatan legislatif, direktur, dan yudikatif, tidak mampu dibedakan secara tajam yang satu dari yang yang lain.
Menurut Marshall, untuk melihat metode pemisahan kekuasaan yang dianut oleh suatu negara. Maksudna bahwa perbedaan konsep legislatif, konsep direktur, dan desain yudikatif ialah hal penting untuk mengidentifikasi terhadap pemahaman pemisahan kekuasaan. Oleh alasannya konsep direktur, legislatif, dan yudikatif ternyata memiliki perbedaan-perbedaan aplikasi dalam aneka macam konstitusi.
Sumber rangkuman:
Bahan Mata Kuliah Hukum Tata Negara Dipakai Dalam Lingkungan Sendiri, Oleh : Prof. Dr. H. Laode Husen, SH.,MH dan Andi Abidin. R SH.,MH. Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, Tahun ajaran 2011. 52-55.
Referensi :
Geoffrey Marshall, Constitutional Theory, London, Oxford University Press, 1971, hlm. 27.
Wallahu a’lam..