Definisi merek menurut Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler;2003) ialah sebuah nama, simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya.
Kotler menyertakan bahwa sebuah merek adalah suatu simbol yang komplek yang menerangkan enam tingkatan pemahaman, yakni:
– Atribut produk
Merek menunjukkan ingatan pada atribut – atribut tertentu dari sebuah produk, misalnya kalau kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan minuman rasa jeruk.
– Manfaat
Atribut – atribut produk yang mampu diingat melalui merek harus mampu diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan faedah secara emosional, contohnya atribut kekuatan bungkus produk menterjemahkan faedah secara fungsional dan atribut harga produk menterjemahkan faedah secara emosional yang berafiliasi dengan harga diri dan status.
– Nilai
Merek merefleksikan nilai yang dimiliki oleh produsen suatu produk, misalnya merek Sony merefleksikan produsen elektro yang memiliki teknologi yang canggih dan modern.
– Budaya
Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya Mercedes mempresentasikan budaya Jerman yang teratur, efisien, dan berkualitas tinggi.
– Kepribadian
Merek dapat diproyeksikan pada sebuah kepribadian tertentu, contohnya Isuzu Panther yang diasosikan dengan kepribadian hewan panther yang besar lengan berkuasa (mesin kuat dan tahan lama).
– Pengguna
Merek mengelompokkan tipe – tipe konsumen yang hendak membeli atau menyantap suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk pelanggan remaja dan cowok.
Identitas Merek
Identitas suatu merek yakni pesan yang disampaikan oleh sebuah merek lewat bentuk performa produk, nama, simbol, iklan, dsb. Identitas merek berkaitan bersahabat dengan citra merek (brand image) alasannya adalah gambaran merek merujuk pada bagaimana persepsi pelanggan akan sebuah merek.
Fakta di lapangan yakni terkadang dijumpai bahwa ada perbedaan pandangan antara pesan yang akan disampaikan oleh pemasar dengan pesan yang diterima oleh konsumen Disinilah letak tantangan seorang pemasar di dalam merencanakan pesan sebuah merek yang mau dikomunikasikan kepada target pasar yang hendak dituju. (Doyle;1998)
Tabel 1.1 Identitas Merek dan Piramida Merek
Konsep piramida merek diperkenalkan oleh Kapfferer (1994), dimana piramida tersebut terdiri dari tiga lapis tingkatan. Lapisan pertama yaitu merk core, adalah hal mendasar atau aba-aba genetik dari intisari suatu merek, dimana sifatnya tetap di sepanjang waktu. Lapisan tengah yaitu merk style, adalah lapisan yang memberikan merk core. Brand style meliputi: hal nilai budaya yang disampaikan,misalnya budaya western; kepribadian merek,misalnya yakin diri; dan citra atau proyeksi dari merek itu sendiri, misalnya profesional.
Sedangkan lapisan terakhir dalam piramida yaitu brand themes, ialah cara bagaimana suatu merek dikomunikasikan lewat iklan, publikasi, bungkus, dsb. Tema sebuah merek terdiri dari penampilan fisik dari sebuah produk mirip warna, logo, dan kemasan; refleksi dari merek, misalnya endoserser iklan; dan korelasi yang diekspresikan,misalnya mewah, dekat.
Dengan mengetahui dan mengerti konsep piramida merek akan membantu pemasar dalam membuat, menyiapkan, memelihara, membuatkan, serta mengkomunikasikan identitas merek produk atau perusahaan.
Ekuitas Merek
Kotler dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek pembeda nyata dari respon pelanggan atas sebuah barang dan jasa sebagai akibat dari wawasan pelanggan atas nama merek dari barang dan jasa tersebut.
Hasil suatu studi konsumen di Amerika menyatakan bahwa 72 % dari konsumen akan mengeluarkan uang harga premium sebesar 20 % lebih tinggi terhadap merek yang dipilihnya daripada harga dari merek – merek pesaing produk yang dipilihnya. Dari hasil penelitian tersebut, mampu diketahui bahwa sebuah produk yang mempunyai ekuitas merek yang tinggi menunjukkan keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan, berkompetisi dan bahkan menjadi market leader dalam abad hypercompetition.