close

Pemahaman Hukum PersetujuanSyari’ah

Pengertian hukum persetujuansyari’ah
 Di dalam menjelaskan pengertian hukum perjanjian syariah terdapat 2 arti, baik secara etimologi maupun secara ungkapan. Dalam bahasa Arab perjanjian itu diartikan selaku Mu’ahadah Ittifa’. Akan tetapi di dalam Bahasa Indonesia, kesepakatanitu dikenal selaku perjanjian . Yang mana dengan hal ini, perjanjian merupakan sebuah tindakan yang dijalankan oleh seseorang atau golongan dengan yang yang lain sehingga untuk mengikat antar keduanya baik dirinya sendiri maupun orang lain. 
Istilah itu dalam al-Quran terdapat 2 macam yang berhubungan dengan perjanjian yakni kesepakatan dan ‘ahdu (al-‘ahdu). Akad itu hubungannya dengan perjanjian. Sedangkan ‘ahdu ialah pesan, masa, penyempurnaan dan komitmen. Dalam hal ini, akad itu disamakan dengan mirip halnya perikatan, sedangkan kata Al-‘Ahdu disamakan dengan perjanjian. Maka dari itu, kontrakjuga dapat diartikan adalah pernyataan dari seseorang untuk melaksanakan ataupun tidak melaksanakan apa- apa dan tidak berkaitan dengan kemauan orang lain.
Sedangkan dalam KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi: “perjanjian ialah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih lainnya”.
Dalam pemahaman diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian ialah sama dan sepadan. Di dalam melaksanakan sebuah kesepakatanitu harus ada akad antara kedua belah pihak. Yang mana terdapat ijab qabul. Agar persetujuanyang sudah disepakati mampu berjalan dengan tanpa kendala sesuai dengan tujuan. Dengan adanya ijab qabul ini, suatu perjanjian mampu dinyatakan sebagai perjanjian yang sah sesuai dengan syariat islam. Yang mana terjadi pemindahan sebuah kepemilikan antara orang yang satu terhadap orang yang lain yang manfaatnya mampu dirasakan oleh kedua belah pihak yang melakukan sebuah perjanjian. 
Terdapat beberapa pendapat antara lain, berdasarkan Ahmad Azhar Basyir, ia mengatakan komitmen merupakan perikatan antara ijab dan qabul, yang mana keduanya mampu memutuskan adanya akibat- akhir hukum yang ada yang mengacu terhadap obyeknya. Di dalam Peraturan Indonesia Nomor 7/ 46/ PBI/ 2005 yang di dalamnya memutuskan dalam hal Akan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. 
Dalam hal ini setelah pemaparan di atas, maka mampu dibilang bahwasannya kesepakatan adalah suatu kontrakyang menyebabkan kewajiban untuk berprestasi antara pihak yang satu dengan pihak yang yang lain, yang mana antara keduanya terdapat kekerabatan timbal balik.