Pengertian, Definisi Hotel Bisnis
Definisi Hotel Bisnis mengacu pada Marlina Endy dalam bukunya Panduan Perancangan Bangunan Komersial (2008, p.52), hotel bisnis ialah hotel yang dirancang untuk mengakomodasi tamu yang mempunyai tujuan bisnis. Lokasi hotel bisnis relatif berada di pusat kota, berdekatan dengan area perkantoran atau area perdagangan. Hotel Bisnis dikenal juga dengan nama Commercial Hotel ataupun dengan nama City Hotel.
Fasilitas yang disediakan hotel bisnis akan menyediakan kemudahan lengkap yang berkaitan dan mendukung untuk acara bisnis khususnya untuk kegiatan Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition (MICE). Fasilitas yang tersedia antara lain ballroom, banquet room, dan business center dengan fasilitas penunjang yang lain mirip restoran, kafe & café, pusat kebugaran & spa, bak renang, dan sebagainya (Kusumo, 2012).
Ditinjau dari karakteristik tamu pada hotel bisnis relatif tinggal berkisar antara 1 – 3 malam perkunjungan. Berikut karakteristik tamu baik perseorangan maupun grup menurut tujuan dan tipe kamar yang dipesan menurut buku hotel rencana and design dalam jurnal Ristya Vidyatama Kusumo (2012):
Tabel Karakter Pengunjung Hotel
Jenis Pengunjung
|
Karakter Pengunjung
|
Tujuan
|
Tipe Kamar
|
Perseorangan
|
Berprofesi sebagai direktur muda
Memilih harga menengah keatas
|
Tours, Club, perkumpulan
Budaya, seni, teater
Berbelanja
|
Queen Size
Adanya area makan & kerja
Kamar mandi Standar
|
Jenis Pengunjung
|
Karakter Pengunjung
|
Tujuan
|
Tipe Kamar
|
Grup
|
Menginap 2 – 4 malam
Pemilihan harga tidak masalah
|
Konvensi dan konferensi
Perkumpulan profesional
Rapat training dan jual beli
|
King, Twin, double – double size
Kamar mandi memiliki area ganti busana
Terdapat area kerja yang bagus
|
Klasifikasi Hotel
Hotel dapat diklasifikasikan menurut bintang yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diperda) sesuai kriteria fasilitas yang terdapat dalam hotel setiap tiga tahun sekali dalam bentuk akta (Kusumo, 2012).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ni. KM 3/KW 001/ MKP 02, hotel dikelelompokan dalam 5 kelompok kelas (bintang) berdasarkan kelengkapan fasilitas dan kondisi bangunan, perlengkapan dan pengelolaan, serta mutu pelayanan. Kategori hotel tersebut dibagi menjadi :
- Hotel melati 1
- Hotel melati 2
- Hotel bintang 3
- Hotel bintang 4
- Hotel bintang 5
Kriteria klasifikasi hotel di Indonesia secara resmi dikeluarkan oleh peraturan pemerintah dan menurut Dirjen Pariwisata dengan SK: Kep-22/U/VI/78. Untuk mengklasifikasikan suatu hotel, mampu ditinjau dari beberapa faktor yang satu sama lainnya ada kaitannya. Berikut adalah tabel pembagian hotel menurut Keputusan Direktur Jendral Pariwisata (1988) menurut akomodasi dan jumlah kamar hotel dalam Bernadete Monica (2012).
Tabel Klasifikasi Hotel Berbintang
Jenis Fasilitas
|
*****
|
****
|
***
|
**
|
*
|
|
Kamar Tidur
|
Min. 100
|
Min. 50
|
Min. 30
|
Min. 20
|
Min. 15
|
|
Suite
|
4 kamar
|
3 kamar
|
2 kamar
|
1 kamar
|
–
|
|
Luas kamar
|
20-28 m²
|
18-28 m²
|
18-26 m²
|
18-24 m²
|
18-20 m²
|
|
Luas kamar Suite
|
52 m²
|
48 m²
|
48 m²
|
44 m²
|
20 m²
|
|
Ruang Makan
|
Min. 2
|
Min. 2
|
Min. 2
|
Min. 2
|
Min. 1
|
|
Restaurant & Bar
|
Min. 1
|
Min. 1
|
Min. 1
|
Min. 1
|
*tidak wajib
|
|
Function Room
|
Min. 1 dan pre-function room
|
Min. 1 dan pre-function room
|
Min. 1 dan pre-function room
|
–
|
–
|
|
Rekreasi & Olahraga
|
Kolam renang dan ditambah dengan 2 sarana lain
|
Kolam renang dan disarankan ditambah dengan 2 sarana lain
|
Kolam renang dan direkomendasikan ditambah dengan 2 sarana lain
|
Kolam renang dan diusulkan ditambah dengan 2 sarana lain
|
Min. 1 sarana
|
|
Ruang yang disewakan
|
Min. 3 ruangan
|
Min. 3 ruangan
|
Min. 3 ruangan
|
Min. 3 ruangan
|
Min. 3 ruangan
|
|
Lounge
|
Wajib
|
Wajib
|
Wajib
|
–
|
–
|
|
Taman
|
Wajib
|
Wajib
|
Wajib
|
Wajib
|
Wajib
|
sumber : Dirjen Pariwisata 1988, Monica, 2012
Pembagian Area Hotel
Secara fungsional, hotel dapat dibagi menjadi 4 bab utama adalah area tamu, area publik, bab administrasi (front of the house), dan back of the house dikutip dari The Architects Handbook oleh Quentin Pickard (Quentin P., 2002). Adapun area Front of The House dan Back of The House meliputi ruang (Monica B., 2012) :
1. Front of the house yaitu area karyawan yang berhadapan pribadi dengan tamu, yang tergolong area front of the house yaitu :
- Front desk & Concierge
- Area pemesanan dan kasir
- Room service
- Area lift
- Retail
- Restoran
- Function room
2. Back of the house ialah area karyawan yang berada di area servis dan terpisah dengan area tamu. Yang tergolong dalam area back of the house yaitu:
- Dapur dan gudang
- Area bongkar muat
- Area pegawai
- Laundry dan housekeeping
- Mekanikal dan elektrikal
Compact City
Definisi Compact City
Pertumbuhan penduduk yang terjadi kini ini dapat menyebabkan banyak sekali problem yang mendorong untuk terjadinya fenomena Urban Sprawl, yakni perpindahan penduduk ke tempat pinggiran (mungkasa, 2012). Menanggapi fenomena tersebut muncul rancangan Compact City. Adapun Compact City memiliki beberapa definisi mirip yang dikemukakan oleh J. Arbury, Compact City yaitu suatu model pengembangan kota yang terkonsentrasi pada intensifikasi perkotaan, menetapkan batas perkembangan kota, mendorong pengembangan campuran (mixed use) dan mengedepankan tugas transportasi lazim dan mutu rancangan perkotaan. Burton (2000) menjelaskannya Compact City selaku kota dengan dimensi ‘kepadatan yang tinggi’. Dapat disimpulkan bahwa Compact City yakni suatu rancangan penyusunan rencana kota terkonsentrasi kepada kepadatan hunian yang relatif tinggi pada guna lahan campuran, lebih mengandalkan tata cara transportasi lazim yang efisien, termasuk kegiatan pejalan kaki dan bersepeda sehingga penggunaan kendaraan bermotor langsung berkurang intensitasnya, penggunaan energi menurun rendah dan polusi menyusut (Mungkasa, 2012)
Sebagai suatu tanggapan terhadap fenomena Urban Sprawl, secara biasa dapat disarikan beberapa perbedaan antara Urban Sprawl dengan versi Compact City, menurut 12 faktor yaitu kepadatan, contoh kemajuan, guna lahan, skala, layanan komunitas, tipe komunitas, transportasi, disain jalan, disain bangunan, ruang publik, biaya pembangunan, proses perencanaan (Roychansyah, 2006).
Menurut Burton (2001) dalam Buletin Tata Ruang dan Pertanahan edisi 2 tahun 2012, faedah dari versi Compact City ialah penghematan konsumsi energi (kemudahan terjangkau dengan jalan kaki), pelayanan angkutanlebih baik, kenaikan aksesibilitas secara keseluruhan, regenerasi kawasan perkotaan dan vitalitas perkotaan, kualitas hidup yang lebih tinggi, preservasi ruang terbuka hijau. Menurut Jenks (2000), bentuk kota yang kompak bisa meminimalkan jarak tempuh perjalanan sehingga menurunkan tingkat mobilitas penduduk. Tingkat kepadatan tinggi juga memberi keuntungan dalam penyediaan layanan dasar, transportasi umum, pengelolaan sampah, pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Dapat disimpulkan desain Compact City menekankan pada sebuah daerah dengan akomodasi – akomodasi yang sudah tersedia (mix use) untuk menyanggupi kebutuhan penduduk di dalamnya sehingga penggunaan transportasi dapat ditekan yang berpeluang pada pengurangan ecological foot print (ruang yang diperlukan insan untuk menciptakan sumber daya yang mereka habiskan) (wwf.or.id) yang secara tidak pribadi memiliki pengaruh pada penurunan polusi akhir penggunaan kendaraan (Mungkasa, 2012).
Peranan Building Farming
Jika diterjemahkan, kata Building mempunyai arti bangunan. Pengertian bangunan, menurut kamus besar bahasa Indonesia bangunan mempunyai sesuatu yang diresmikan atau sesuatu yang dibangun.
Kata “bangunan” juga dapat diartikan sebagai rumah, gedung ataupun segala fasilitas , prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya seperti halnya jembatan dan konstruksinya serta rancangannya, jalan, sarana telekomunikasi. Umumnya sebuah peradaban sebuah bangsa mampu dilihat dari teknik teknik bangunan maupun fasilitas dan prasarana yang dibentuk ataupun ditinggalkan oleh insan dalam perjalanan sejarahnya.
Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kata Building mempunyai arti pertanian, peternakan, dan budidaya. Jika didefinisikan Building juga mampu diartikan sebagai praktek budidaya lahan atau memajukan stok, usaha budidaya lahan. Building sendiri mampu dikategorikan lagi ke pertanian atau ke peternakan.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan Building Farming ialah suatu acara membudidayakan flora atau hewan pada suatu bangunan. Pada era terbaru ini rancangan menanam secara vertikal sudah mulai dikembangkan, berdasarkan Ken Yeang dalam bukunya yang berjudul The Skyscreaper Bioclimatically Considered menerangkan praktik menanam secara vertikal akan membantu menciptakan iklim mikro. (Yeang, 1996). Praktik memasukan tumbuhan kedalam bangunan, mulai berkembang dari waktu ke waktu hingga sekarang ini praktik menanam dilakukan pada bangunan dalam bidang vertikal (Green Wall) (Canevaflor, 2013).
Praktik menanam dapat membantu menciptakan iklim mikro seperti yang diungkapkan oleh Ken Yeang juga dikemukakan oleh Sukawi (2008) dalam pelatihan nasional untuk tema Taman Kota dan Upaya Penurunan Suhu Lingkungan menjelaskan pada dasarnya flora mampu mensugesti iklim mikro di sekitarnya. Secara keseluruhan Building Farming berperan dalam merealisasikan Compact City, dimana dengan adanya penanaman dan buatan sayur dan buah di kota, distribusi sayur dan buah dari luar kota mampu dikurangi sehingaa penggunaan energi dan polusi yang diakibatkan distribusi memakai kendaraan bermotor dapat dikurangi (Mungkasa, 2012).