Harta adalah benda baik yang mempunyai wujud maupun yang semu yang dimiliki oleh perusahaan. Klaim atas harta yang tidak berwujud disebut ekuitas / equities yang mampu menghadirkan faedah di periode depan.
FASB mendefinisi aset dalam kerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No 6, prg 25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a perticular entity as a result of past transactions or events.
(Aset adalah manfaat ekonomik era tiba yang cukup pasti atau diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau insiden kurun kemudian.)
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:
An assets is resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisi aset selaku berikut:
Assets are service potential or future economic benefits controlled by the reporting entity as a result of past transaction or other past events.
Definisi FASB dan AASB cukup dibanding definisi lainnya luas alasannya aset dinilai memiliki sifat selaku faedah ekonomik (economic benefits) dan bukan selaku sumber ekonomik (resources) alasannya manfaat ekonomik tidak menghalangi bentuk atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai aset.
Berdasar uraian diatas, pada dasarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi semoga suatu objek atau pos dapat disebut aset, yaitu:
1. Manfaat ekonomik yang tiba cukup niscaya
Untuk mampu disebut selaku aset, suatu objek mesti mengandung faedah ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai manfaat atau peluangjasa sebab daya belinya atau daya tukarnya. Sumber selain kas memiliki faedah ekonomik karena dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, alasannya adalah mampu digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau sebab dapat digunakan untuk melunasi keharusan.
2. Dikuasai atau dikendalikan entitas
Untuk dapat disebut sebagai aset, sebuah objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh, karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting ketimbang konsep kepemilikan. Penguasaan disini memiliki arti kemampuan entitas untuk menerima, memelihara/menahan, menukarkan, memakai manfaat ekonomik dan menghalangi terusan pihak lain kepada manfaat tersebut. Hal ini dilandasi oleh desain dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Pemilikan (ownership) cuma mempunyai makna yuridis atau legal.
3. Timbul balasan transaksi periode lalu
Kriteria ini bahwasanya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai tolok ukur atau tes pertama (first-test) legalisasi objek selaku aset. Aset mesti timbul balasan dari transaksi atau peristiwa era kemudian yaitu persyaratan untuk memenuhi definisi. Penguasaan mesti didahului oleh transaksi atau insiden ekonomik. FASB memasukkan transaksi atau insiden selaku standar aset sebab transaksi atau peristiwa tersebut dapat menyebabkan (menambah) atau meniadakan (menghemat) aset. Misalnya pergantian tingkat bunga, punyusutan atau kecelakaan.
Pengukuran
Salah satu standar pengakuan aset yaitu keterukuran (measureability) faedah ekonomik yang hendak tiba. Yang dimaksud pengukuran di sini yakni penentuan jumlah rupiah yang mesti dilekatkan pada sebuah objek aset pada dikala terjadinya, yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti anutan fisis objek tersebut.
Dan jikalau suatu sumberdaya yang diperoleh suatu perusahaan tidak hebat (reliable) pada komponen pengukurannya, maka sumberdaya tersebut tidak dapat ditampilkan selaku aset melainkan diakui selaku pemasukan dikala terjadi transaksi.
Penilaian
Di dalam akuntansi, ungkapan pengukuran dan evaluasi sering tidak dibedakan alasannya adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik (economic attribute) suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang mesti dicatat untuk objek pada dikala pemerolehan. Penilaian umumnya dipakai untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap unsur atau pos statemen keuangan pada dikala penyuguhan.
Tujuan dari penilaian aset yaitu untuk merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis evaluasi yang cocok. Sedangkan tujuan pelaporan keuangan ialah menyediakan informasi yang dapat menolong investor dan kreditor dalam menilai jumlah, dikala, dan ketidakpastian aliran kas higienis ke tubuh perjuangan. Singkatnya, tujuan evaluasi aset mesti berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan.
FASB mengidentifikasi lima makna atau atribut yang mampu direpresentasi berhubungan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) mampu diringkas sebagai berikut:
a. Historical cost. Tanah, gedung, peralatan, peralatan pabrik, dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya adalah jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan jumlah bagian yang sudah didepresiasi atau diamortisasi.
b. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau penggantinya yakni jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan bila aset tertentu diperoleh kini.
c. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berguna disuguhkan atas dasar nilai pasar sekarang yakni jumlah rupiah kas atau setaranya yang mampu diperoleh kesatuan perjuangan dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang wajar (tidak akan dilikuidasi). Nilai pasar kini juga digunakan untuk aset yang kemungkinan akan laris dijual dibawah nilai bukunya.
d. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang disuguhkan sebesar nilai terealisasi bersih adalah jumlah rupiah kas atau setaranya yang mau diterima (tanpa didiskun) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
e. Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan investasi jangka panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di abad mendatang hingga piutang terlunasi (dengan tarif diskun implisit) dikurangi dengan suplemen kos yang mungkin diharapkan untuk menerima penerimaan tersebut.
Baca Juga
Pengakuan
Pada lazimnya legalisasi aset dijalankan berbarengan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempebgaruhi aset. Disamping memenuhi definisi aset, standar keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Menurut Sterling, Belkaoui (1993) menawarkan keadaan perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang ialah penguji (test) yang cukup rinci untuk mengakui aset tersebut, yakni:
1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengajui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset
2. Sumber ekonomik dan keharusan (economic resources and obligation test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, diharapkan dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan perjuangan mesti menertibkan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek mesti memiliki faedah yang terukur secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca).
6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, mesti ada bukti penunjang untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.
Yang dikemukakan Belkoui di atas sebetulnya ialah apa yang disebut dengan kaidah pengukuhan (recognition rules) yang ialah petunjuk teknis atau mekanisme untuk menerapkan empat standar akreditasi (recogniton criteria) FASB ialah definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Kaidah tersebut diharapkan alasannya adalah patokan pengakuan sifatnya konseptual atau umum.
Penyajian
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset mesti dipelajari dari tolok ukur yang mengontrol tiap pos. Secara biasa , prinsip akuntansi berterima lazim memberi anutan penghidangan dan pengungkapan aset selaku berikut:
- Aset disuguhkan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformatakun atau di bagian atas dalam neraca berformat laporan.
- Aset diklasifikasi menjadi aset tanpa kendala dan aset tetap.
- Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling tanpa gangguan dicantumkan pada urutan pertama.
- Kebijakan akuntansi yang berhubungan dengan pos-pos tertentu mesti diungkapkan (contohnya metoda depresiasi aset tetap dan dasar evaluasi sediaan barang).