ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA.
1. Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, berikutnya disebut APBN, yaitu rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN ini ialah planning kerja pemerintahan Negara dalam rangka memajukan hasil-hasil pembangunan secara berkelanjutan serta melaksanakan desentralisasi fiskal.
Periode APBN di Indonesia pada periode Orde Baru berawal dari 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Pada pemerintahan ketika ini, tahun anggaran meliputi era satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari hingga dengan tanggal 31 Desember.
Contoh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2004 dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2005
APBN 2004 dan RAPBN 2005
(miliar rupiah) |
||||
APBN
|
% thd
POB
|
RAPBN
|
% thd
PDB
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
95)
|
A. Pendapatan Negara dan Hibah
|
349,933.7
|
17.5
|
377,886.3
|
17.2
|
I. Penerimaan Dalam Negeri
|
349,299.5
|
17.5
|
377,136.3
|
17.2
|
1. Penerimaan Perpajakan
|
272,175.1
|
13.6
|
297,510.0
|
13.6
|
a. Pajak Dalam Negeri
|
260,223.9
|
13.0
|
285,147.3
|
13.0
|
i. Pajak penghasilan
|
133,967.6
|
6.7
|
141,858.5
|
6.5
|
1. Migas
|
13,132.6
|
0.7
|
13,568.6
|
0.6
|
2. Non Migas
|
120,835.0
|
6.0
|
128,289.9
|
5.9
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
95)
|
ii. Pajak pertambahan nh!ai
|
86,272.7
|
4.3
|
98,828.4
|
4.5
|
iii. Pajak bumi dan bangunan
|
8,030.7
|
0.4
|
10,272.2
|
0.5
|
iv. BPHTB
|
2,667.9
|
0.1
|
3,214.7
|
0.1
|
v. Cukai
|
27,671.0
|
1.4
|
28,933.6
|
1.3
|
vi. Pajak yang lain
|
1,614.0
|
0.1
|
2,039.9
|
0.1
|
b. Pajak Perdagangan Internasional
|
11,951.2
|
0.6
|
12,362.7
|
0.6
|
i. Bea masuk
|
11,636.0
|
0.6
|
12,017.9
|
0.5
|
ii. Pajak/pungutan ekspor
|
315.2
|
0.0
|
344.8
|
0.0
|
2. Penerimaan Bukan Pajak
|
77,124.4
|
3.9
|
79,626.3
|
3.6
|
a. Penerimaan SDA
|
47,240.5
|
2.4
|
50,941.4
|
2.3
|
i. Migas
|
44,002.2
|
2.2
|
47,121.1
|
2.2
|
ii. Non Migas
|
3,238.3
|
0.2
|
3,820.3
|
0.2
|
b. Bagian Laba BUMN
|
11,454.2
|
0.6
|
9,424.0
|
0.4
|
c. PNBP Lainnya
|
18,429.8
|
0.9
|
19,260.9
|
0.9
|
II. Hibah
|
634.2
|
0.0
|
750.0
|
0.0
|
B. Belanja Negara
|
374,351.3
|
18.7
|
394,778.5
|
18.0
|
I. Belanja Pemerintah Pusat
|
255,309.1
|
12.8
|
264,877.3
|
12.1
|
1. Belanja Pegawai
|
57,235.2
|
2.9
|
62,238.1
|
2.8
|
2. Belanja Barang
|
35,639.9
|
1.8
|
30,971.8
|
1.4
|
3. Belanja Modal
|
39,775.1
|
2.0
|
42,970.0
|
2.0
|
4. Pembayaran Bunga Utang
|
65,651.0
|
3.3
|
63,986.8
|
2.9
|
a. Utang Dalam Negeri
|
41,275.9
|
2.1
|
38,844.5
|
1.8
|
b. UtangLuarNegeri
|
24,375.1
|
1.2
|
25,142.4
|
1.1
|
5. Subsidi
|
26,638.1
|
1.3
|
33,645.2
|
1.5
|
a. Perusahaan Negara
|
26,589.5
|
1.3
|
33,603.0
|
1.5
|
i. Lembaga Keuangan
|
853.4
|
0.0
|
1,153.0
|
0.1
|
ii. Lembaga Non Keuangan
|
25,736.1
|
1.3
|
32,450.0
|
1.5
|
b. Perusahaan Swasta
|
48.6
|
0.0
|
42.2
|
0.0
|
6. Belanja Hibah
|
–
|
–
|
–
|
–
|
7. Bantuan Sosial
|
14,293.3
|
0.7
|
16,268.6
|
0.7
|
8. Belanja Lain-lain
|
16,076.5
|
0.8
|
14,796.8
|
0.7
|
II. Belanja Daerah
|
119,042.3
|
6.0
|
129,901.2
|
5.9
|
1. Dana Perimbangan
|
112,186.9
|
5.6
|
123,448.2
|
5.6
|
a. Dana Bagi Hasil
|
26,927.8
|
1.3
|
31,217.8
|
1.4
|
b. Dana Alokasi Umum
|
82,130.9
|
4.1
|
88,130.4
|
4.0
|
c. Dana Alokasi Khusus
|
3,128.1
|
0.2
|
4,100.0
|
0.2
|
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
|
6,855.4
|
0.3
|
6,453.0
|
0.3
|
a. Dana Otonomi Khusus
|
1,642.6
|
0.1
|
1,762.6
|
0.1
|
b. Dana Penyesuaian
|
5,212.8
|
0.3
|
4,690.4
|
0.2
|
C. Keseimbangan Primer
|
41,233.4
|
2.1
|
47,094.7
|
2.1
|
D. Surplus/Defisit Anggaran (A – B)
|
(24,417.6)
|
(1.2)
|
(16,892.2)
|
(0.8)
|
|
24,417.6
|
1.2
|
16,892.2
|
0.8
|
I. Pembiayaan Dalam Negeri
|
40,556.3
|
2.0
|
37,085.8
|
1.7
|
1. Perbankan dalam negeri
|
19,198.6
|
1.0
|
9,000.0
|
0.4
|
2. Non-perbankan dalam negeri
|
21,357.7
|
1.1
|
28,085.8
|
1.3
|
a. Privatisasi & Penj aset prog restrukt perbankan
|
10,000.0
|
0.5
|
7,500.0
|
0.3
|
b. Surat Utang Negara (neto)
|
11,357.7
|
0.6
|
20,585.8
|
0.9
|
II. Pembiayaan Luar negeri (neto)
|
(16,138.7)
|
(0.8)
|
(20,193.6)
|
(0.9)
|
1.
|
28,237.0
|
1.4
|
26,642.9
|
1.2
|
a. Pinjaman Program
|
8,500.0
|
0.4
|
8,600.0
|
0.4
|
b. Pinjaman Proyek
|
19,737.0
|
1.0
|
18,042.9
|
|
2. Pembyr.
|
(44,375.7)
|
(2.2)
|
(46,836.5)
|
Dari data APBN tahun 2004 dan RAPBN 2005 di atas memberikan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, baik kuantitatif maupun secara kualitatif. Kenaikan itu sebabkan oleh meningkatnya acara ekonomi yang menjadikan peningkatan anggaran penerimaan dan pengeluaran.
2. Tujuan APBN
Tujuan APBN ialah sebagai aliran penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk memajukan buatan dan peluang kerja, dalam rangka memajukan perkembangan ekonomi dan kemakmuran bagi penduduk .
3. Fungsi APBN
Anggaran yakni alat akuntabilitas, administrasi, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk merealisasikan perkembangan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pemasukan dalam rangka meraih tujuan bernegara. Dengan demikian APBN melaksanakan beberapa fungsi antara lain :
o Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pemasukan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
o Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi ajaran bagi manajemen dalam menyiapkan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
o Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah acara penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
o Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk menghemat pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta memajukan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
o Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus mengamati rasa keadilan dan kepatutan.
o Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa budget pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
4. Prinsip Penyusunan APBN
a. Prinsip Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pendapatan
• Intensifikasi penerimaan anggaran dalam hal jumlah dan kecepatan penyetoran.
• Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, misalnya sewa atas penggunaan barang-barang milik negara.
• Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dari denda yang telah dijanjikan.
b. Prinsip Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pengeluaran Negara
• Hemat, tidak glamor, efisien, dan sesuai dengan keperluan teknis yang disyaratkan.
• Terarah, terkendali sesuai dengan rencana, acara/kegiatan.
• Semaksimal mungkin memakai hasil produksi dalam negeri dengan mengamati kesanggupan/peluangnasional.
5. Azas Penqusunan APBN
Penyusunan program pembangunan tahunan dituangkan dalam APBN dengan berazaskan:
• Kemandirian, artinya sumber penerimaan dalam negeri semakin ditingkatkan.
• Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
• Penajaman prioritas pembangunan.
6. Landasan Hukum APBN
· Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
· Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 wacana Keuangan Negara
7. Cara Penyusunan APBN
Anggaran negara pada suatu tahun secara sederhana bisa dibaratkan dengan budget rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua segi, yakni sisi penerimaan dan segi pengeluaran.
Dalam menyusun anggaran, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dihadapkan dengan berbagai ketidak pastian. Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian yang besar lengan berkuasa besar dalam penentuan volume APBN ialah (i) harga minyak bumi di pasar internasional; (ii) kuota buatan minyak mentah yang diputuskan OPEC; (iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD).
Penetapan angka-angka keenam unsur diatas memegang peranan yang sungguh penting dalam penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-perkiraan dasar penyusunan RAPBN. Penetapan angka perkiraan ini dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari wakil-wakil dari Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara berkala untuk membahas dan menentukan angka perkiraan. Angka-angka perkiraan yang dihasilkan oleh tim ini selanjutnya dipakai selaku dasar untuk menyusun RAPBN. Perlu dimengerti bahwa angka-angka yang tertera ini masih berupa usulan dari pihak administrator (pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR).
Selanjutnya RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada dewan perwakilan rakyat dalam suatu sidang paripurna yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. Tentunya pergeseran terhadap angka perkiraan RAPBN sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan angka-angka perkiraan dalam APBN; (ii) angka asumsi ditetapkan menurut pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergantian secara riil status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik publik”.
Sesudah RAPBN disetujui oleh dewan perwakilan rakyat, RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN lewat Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyepakati Rancangan Undang-undang APBN, Pemerintah Pusat mampu melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Agar pelaksanaa APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan Keputusan Presiden wacana pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi budget untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran honor dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/forum. Selain itu, penuangan dimaksud mencakup pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/tubuh yang menerima.
6. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk merealisasikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yaitu penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip sempurna waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara biasa .
Laporan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya berisikan laporan realisasi budget, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan tolok ukur akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah sentra yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan mesti disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sehabis berakhirnya tahun budget yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang sudah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan terhadap DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
SUMBER PENERIMAAN DAN PENGELUARAN NEGARA
Secara garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) bagian utama adalah (i) Pendapatan Negara dan Hibah; (ii) Belanja Negara; (iii) Keseimbangan Primer; (iv) Surplus/Defisit Anggaran; dan (v) Pembiayaan. Format APBN secara lebih rinci ialah selaku berikut :
I. Pendapatan Negara dan Hibah
a. Penerimaan Dalam Negeri
– Penerimaan Perpajakan
– Penerimaan Negara Bukan Pajak
b. Hibah
II. Belanja Negara
A. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
– Pengeluaran Rutin
– Pengeluaran Pembangunan
B. Anggaran Belanja Untuk Daerah
– Dana Perimbangan
– Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
III. Keseimbangan Primer
IV. Surplus/Defisit Anggaran
V. Pembiayaan
A. Pembiayaan Dalam Negeri
B. Pembiayaan Luar Negeri
Sebagaimana terlihat dalam lampiran APBN Tahun 2004 dan RAPBN 2005 di Tabel 2.1 memberikan adanya kelompok detail penerimaan (pemasukan) dan kelompok rincian pengeluaran (belanja) negara.
A. Sumber Penerimaan
Sumber penerimaan Pendapatan Negara yakni semua penerimaan Negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan mancanegara
I. Penerimaan Dalam Negeri
Penerimaan dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Bukan Pajak. Berdasarkan asumsi-perkiraan ekonomi makro, Pendapatan negara dan hibah direncanakan akan mencapai Rp 377,886.3 miliar rupiah atau naik Rp 28 triliun (8 persen) dari tahun 2004. Secara lebih rinci sebgai berikut :
1. Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang berisikan pajak dalam negeri dan pajak jual beli internasional. Penerimaan ini durencanakan meraih jumlah 297.510,0 miliar rupiah.
a. Peneriaan Pajak Dalam Negeri sebesar 285.147,3 miliar rupiah yang berasal dari Pajak penghasilan (Migas dan Non Migas), Pajak pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), Cukai dan Pajak yang lain.
b. Pajak Perdagangan Internasional mencapai jumlah 12.362,7 miliar yang berasal dari Bea masuk dan Pajak/pungutan ekspor
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yakni semua penerimaan yang diterima Negara dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas keuntungan badan usaha milik Negara, dan penerimaan Negara bukan pajak lainnya. Penerimaan Bukan Pajak ini dijadwalkan mencapai jumlah 79.626,3 miliar rupiah meliputi
a. Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas) 50.941,4 miliar.
b. Bagian Laba BUMN mencapai 9.424,0 miliar rupiah, dan
c. PNBP lainnya sebesar 19.260,9 miliar rupaih.
II. Hibah
Penerimaan hibah yakni semua penerimaan Negara yang berasal dari pinjaman swasta dalam negeri, dan santunan forum swasta dan pemerintah luar negeri tergolong forum Internasional. Penerimaan Hibah ini tidak butuhdikembalikan. Hibah meliputi pemberian untuk proyek khusus dan untuk mendukung budget secara umum. Hibah dalam bentuk perlengkapan, barang, dan santunan teknis, misalnya umumnya tidak dimasukkan dalam anggaran namun dicatat dalam item memorandum. Dari tabel 2.1 mampu kita lihat bahwa jumlah hibah mampu direalisir untuk APBN tahun 2003 sebesar 750,0 miliar rupiah
Jika kita perhatikan, Sumber penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan mencapai Rp 297,510 miliar rupiah atau 78,7 persen dan penerimaan bukan pajak Rp 79,626,3 miliar rupiah atau 21,1 persen dari seluruh penerimaan negara.
B. Pengeluaran Negara
Pengeluaran atau belanja negara yakni semua pengeluaran Negara untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk kawasan.
I. Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah Pusat ini direncanakan mencapai jumlah 264.877,3 miliar rupiah yang mencakup Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja Lain-lain.
Dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah sentra, sebesar Rp 264,877,3 miliar rupiah dialokasikan kepada sekitar 53 kementerian/forum. Dari sejumlah kementerian/lembaga tersebut, prioritas pertama yakni Kementerian Pertahanan dan Keamanan, kedua Pendidikan, ketiga Prasarana Wilayah, keempat Kepolisian, dan kelima Kesehatan, sesuai dengan prioritas kebijakan pembangunan nasional.
Belanja pegawai
Dalam RAPBN 2005 alokasi untuk belanja pegawai yaitu Rp 62.238,1 miliar rupiah dan belanja barang yaitu Rp 320.971,8 miliar rupiah. Anggaran belanja pegawai dalam tahun 2005 dijadwalkan meningkat 3,9 persen
Belanja Modal
Disamping itu, dalam rangka mendukung pembangunan nasional, dianggarkan belanja modal Rp 42,7 triliun, yang berarti jumlahnya bertambah 8,6 persen dari budget yang sama tahun 2004. Belanja modal tersebut akan dipergunakan untuk kegiatan investasi fasilitas dan prasarana pembangunan, adalah dalam bentuk tanah, perlengkapan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta belanja modal fisik yang lain.
Pembayaran Bunga Utang
Selanjutnya, pemerintah juga menganggarkan pembayaran bunga utang sebesar Rp 63.986,8 miliar rupiah, terdiri atas bunga utang dalam negeri Rp 38,844,5 miliar rupiah dan bunga utang mancanegara Rp 25,142,4 miliar rupiah.
Subsidi
Subsidi ialah bentuk pengeluaran pemerintah yang menjadikan kenaikan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli mampu terjadi lewat dua hal, (i) harga barang/jasa yang dibayar masyarakat lebih rendah dari yang seharusnya; dan (ii) penghasilan penduduk meningkat alasannya adalah tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkan suatu barang/jasa. Contoh, perlindungan subsidi pada Pertamina dimaksudkan agar harga jual materi bakar minyak (BBM) pada penduduk lebih rendah dari biaya pengadaannya sehingga sebagian dari penghasilan penduduk yang semestinya dipakai untuk membayar konsumsi BBM mampu digunakan untuk kebutuhan lain. Berdasarkan sifat subsidi yang meningkatkandaya beli masyarakat atau seakan-akan memperbesar penghasilan, maka subsidi sering disebut selaku pajak negatif. Pengeluaran untuk subsidi selalu terkait dengan kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh lewat pengendalian harga barang-barang yang banyak dikonsumsi masyarakat atau dianggap merupakan hajat hidup orang banyak. Bentuk-bentuk subsidi tersebut diantaranya yakni (i) subsidi tariff listrik; (ii) subsidi BBM; (iii) subsidi pupuk; (iv) subsidi harga benih; (v) subsidi pengadaan pangan pada Badan Urusan Logistik (BULOG); (vi) subsidi bunga pada kredit acara, dan lain-lain.
Dalam tahun 2005 dianggarkan subsidi BBM, listrik, pangan, pupuk, kredit program, dan kepada BUMN pelaksana jasa layanan umum Rp 33,645,2 miliar rupiah, yang memberikan kenaikan 26,3 persen dari anggarannya tahun 2004.
II. Belanja Daerah
Belanja untuk tempat yakni semua pengeluaran Negara untuk membiayai dana perimbangan, serta dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Langkah-langkah kebijakan yang diusulkan tahun 2005 untuk belanja daera direncanakan mencapai jumlah 129.901,2. miliar rupiah
1. Dana perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada tempat untuk membiayai kebutuhan kawasan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi lazim, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Perimbangan ini yang dijadwalkan mencapai 123.448,2 miliar rupiah.
Dana bagi hasil (DBH) yakni bab daerah atas penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan sumber daya alam
Dana alokasi biasa (DAU) ialah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan terhadap daerah dengan tujuan pemerataan kesanggupan keuangan antardaerah
Dana alokasi khusus (DAK) yaitu semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada kawasan untuk menolong membiayai keperluan khusus
2. Dana otonomi khusus dan dana pembiasaan yaitu dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu tempat, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 perihal Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah spesial Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta untuk penyesuaian kekurangan dana alokasi biasa untuk beberapa kawasan. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ini dialokasikan mencapai sebesar 6.453,0.
C. Surplus/Defisit Anggaran
Deifisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran, yaitu :
1. Defisit Konvensional adalah defisit yang dijumlah berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pemasukan termasuk hibah.
2. Defisit Moneter merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan total pemasukan (di luar penerimaan hutang).
3. Defisit Operasional Merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal
4. Defisit Primer merupakan selisih antara belanja ( di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total pemasukan.
Prospek ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 diperkirakan akan kian membaik dengan kemajuan ekonomi akan meraih sebesar 5,4 persen, laju inflasi sebesar 5,5 persen, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.600/US$ dan tingkat suku bunga SBI – 3 bulan sekitar 6,5 persen per tahun. Sementara itu, harga minyak internasional dan tingkat bikinan minyak Indonesia diperkirakan masing-masing sebesar US$24 per barel dan 1,125 juta barel per hari.
Dengan perkiraan tersebut, maka pemasukan negara dan hibah dalam RAPBN 2005 diperkirakan mencapai sebesar Rp 377,886,3 miliar rupiah (17,2 persen PDB), sedangkan belanja negara diperkirakan mencapai sebesar Rp 394,778,5 miliar rupiah (18,0 persen PDB). Dengan demikian, defisit budget diperkirakan sebesar Rp 16,892,2 miliar rupiah (0,8 persen PDB).
Dalam kondisi defisit tentunya diperlukan pemanis dana semoga acara yang telah dijadwalkan tetap mampu dijalankan. Dana tersebut bisa berasal dari dalam negeri maupun mancanegara. Upaya untuk menutup defisit disebut selaku pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dikerjakan dalam aneka macam bentuk contohnya (i) hutang; (ii) memasarkan asset milik negara; dan (iii) memperoleh hibah.
Hutang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan derma dari pihak-pihak gila mirip (i) negara sahabat; (ii) forum internasional (IMF, World Bank, ADB, dll); dan (iii) pihak lain yang bukan penduduk Indonesia . Bentuk hutang yang diterima dapat berupa (i) dana; (ii) barang; dan (iii) jasa. Berbentuk barang kalau pemerintah berbelanja barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secara kredit. Sedangkan bentuk jasa sebagian besar berupa kedatangan tenaga jago dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.
Berdasarkan RAPBN tahun 2005 defisit budget akan mencapai sebesar Rp 16,892,2 miliar rupiah, defisit ini akan didanai dari sumber dalam negeri sebesar Rp 37,085,8 miliar rupiah (1,7 persen PDB) dikurangi pembiayaan luar negeri neto sebesar Rp 20,193,6 miliar rupiah (0,9 persen PDB).