Dalam urusan masakan Kota Bandung tempo dahulu memiliki berbagai jenis masakan yang bercita-rasa tinggi |
Semua yang bisa terbang di awang awang, kecuali layangan,
Semuanya bisa diolah, dihidangkan dan dikonsumsi !
Mereka yang suka berdebat, pasti tidak sependapat dengan semboyan Koki Cina di atas.
“Lantas bagaimana dengan kendaraan beroda empat yang melata di atas empat kaki ? Juga pesawat terbang mampu yang bisa terbang di awang-awang ? Apakah semua, mampu di masak dan disantap ? Begitu ?
Ungkapan Koki Cina tadi, cuma menggambarkan, betapa banyak jenis masakan Tionghoa, yang bisa diolah dari aneka macam macam bahan. Seni masak Tiongkok, konon paling sedikit mempunyai 40.00 jenis kombinasi masakan dengan resep, dan cara memasak yang berlainan.
Menurut cerita syahibul hikayat, tatkala Presiden Kennedy dan Kamerad Khruschov balap roket kebulan, mereka berdua kaget tersipu aib. Karena ketika ketika mendarat di bulan. Ternyata kawan Mao Zedong sudah membuka warung bakso di sana. Yang bersebelahan dengan warung nasi padang milik pak Datuk.
Nah Berbicara soal masakan dan kedai makanan, menurut Almanak voor Bandoeng 1941″, pada kurun sebelum perang. Kota Kembang di Priangan memiliki jumlah rumah makan terbanyak di seantero kota Nusantara. Pokoknya Bandung yakni gudang kuliner. Sorga bagi tukang jajan.
Warung makan tempo dulu |
Makanan Khas Bandung.
Dalam permasalahan kuliner. Kota Bandung tempo doeloe memiliki beberapa spesialities, yang mampu memuaskan selera kaum pengudap (tukang jajan). Bahkan sampai sekarang pun. Ibukota Priangan masih memiliki masakan khas, dengan kualitas dan cita rasa sempurna.
Untuk jenis masakan tertentu, nama Bandung atau Priangan ialah trade mark yang cukup menarik hati. Bukan hanya oncom, peuyeum, kacang dan soto saja yang pakai tambahan Bandung di belakangnya, dan diketahui hingga ke manca-kota. Tapi sekarang, dari Jakarta sampai Surabaya, orang sudah mulai jualan martabak anggun Bandung. Begitu pula Sedia Hidangan Khas Priangan, sering jadi judul iklan rumah-rumah makan. Pokoknya, merk Bandung atau Priangan, punya citra komersial yang menunjukkan jaminan mutu dalam soal makanan.
Jaman ramai-ramainya Feestterrein, di tepi alun-alun Bandung sebelah utara, jikalau senja mulai datang, berderet warung kaget di bawah naungan tenda dan payung kain yang lebar.
Diantara warung kopi remang-remang, yang ditandai dengan formasi keler wadah kueh, warna-warni dihias kertas beling ; bisa dijumpai warung sate Mang Api. Selain sate kambingnya yang empuk-eyub, siraman kuah gulenya yang encer, membikin orang ketagihan.
Buat mereka yang malu-malu kucing makan di kaki-lima, rumah makan Madrawi di ujung selatan Masjid Agung, mampu membuat puas selera. Sedangkan di Balonggede, tersembunyi sebuah warung soto, yang antri pembeli. Masih di jalan itu juga, sebelah timur bioskop Dian, dimana sebelum perang terdapat cafe Paradijs dengan menu khasnya, es campur Syanghai Dream yang mengandung 10 macam ramuan. Gunung es di dalam mangkok, putih bersalju disiram susu, puncak kawah merah meleleh sirop roos. Di dalamnya terkubur irisan nanas, biar-biar, kolang-kaling merah, serutan panjang kelapa muda, kacang tanah, sekoteng, buah leci, cendol hun-kwee hijau, alpukat dan sirsak.
Buat bocah-bocah cilik, hidangan Syanghai Dream betul-betul mengagumkan, menempel dalam kenangan selaku lovely dream. Sumber artikel: Semerbak Bunga di Bandung Raya 1986 Oleh Haryoto Kunto.