Dalam kapasitasnya selaku Paus, seperti dilansir melalui BBC, beliau mendesak para pemimpin dunia untuk mencegah ambisi moneter yang berlebihan, yang katanya sudah menjadi seperti dengan penyembahan berhala duit, dan mendesak mereka untuk memberikan pinjaman kemakmuran.
Bahkan terkait masalah pedofilia yang tengah menerpa Gereja Nasrani, Paus Fransiskus dalam wawancaranya dengan surat kabar La Repubblica tidak segan lagi untuk mengakui bahwa 2 persen dari total jumlah imam Gereja Kristen, tergolong uskup dan kardinal yaitu pedofil atau setara dengan 8.000 orang seperti diwartakan.
Namun, di tengah banyak dari anutan dan tindakannya yang progresif dalam lingkungan Gereja Kristen Roma yang sarat akan menjaga nilai-nilai tradisional, kecaman bukan tidak pernah menghampiri. Bagi pihak pengkritik dan lawan-lawannya, Paus Fransiskus justru dianggap meminggirkan kaum konservatif dalam Gereja Kristen Roma.
Pandangannya kepada dunia dinilai perspektif kiri dan bertemateologi pembebasan meski dirinya masih enggan mengakui. Bahkan beliau pernah berjumpa dengan Gustavo Gutiérrez, tokoh yang banyak dibicarakan dalam acuan teologi pembebasan yang melanda Amerika Latin kala revolusi.
Media-media internal yang memuat suara kritik untuk Paus Fransiskus ada yang menyebut bahwa ia menciptakan iklim panik dan teror dengan pencucian ideologis kepada umat Katolik yang menjunjung tinggi anutan tradisional Gereja.
Kolumnis Ross Douthat, seorang konservatif dalam opininya yang diangkut di The New York Times bahkan malah berpikir bahwa Fransiskus adalah terang-terangan seorang Trump lantaran perkataan-perkataannya yang berat dan berani, dan dibilang tidak sabaran dengan ketentuan hukum gereja sehingga cenderung memberi perintah dahulu.
Islam & Terorisme
Pada tahun 2016, Islam tidak mampu disamakan oleh Terorisme, maka dari itu berbagai hal terkait dengan kekerasan Islam, maka pandangan dengan dalam Islam, akan di pahami bagaimana kekerasan dalam Kristen.
Bagaimana imbas kekerasan tersebut terhadap kekerasan yang disampaikan, begitu juga dengan seksualitas yang tercipta berdasarkan rumah tangga, lingkungan dan pekerjaan pada tata cara ekonomi. Hal ini juga pernah disampaikan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2017.
Sejumlah media-media internal juga masih bersungguh-sungguh memberi penjelasan dan penjelasan setiap kali Paus Fransiskus akhir melontarkan kata-kata yang mendobrak dan kontroversial dengan arah mengembalikan lagi pada nilai-nilai tradisional Gereja Nasrani.
Seperti halnya pernyataan Paus Fransiskus baru-baru ini terkait ateis yang lebih baik dibandingkan dengan seorang Kristen yang buruk misalnya, ChurchPOP menerangkan lagi bahwa transkrip pernyataan Paus Fransiskus tidak serta merta mengatakan bahwa menjadi ateis akan lebih baik dibanding menjadi seorang Katolik yang berlaku buruk.
Ucapan itu dikutip Paus untuk memperlihatkan pandangan orang secara lazim ketika melihat orang Nasrani yang berlaku hipokrit. Tampaknya, sosok Paus Fransiskus masih akan terus menjadi momok bagi para penganut konservatisme meskipun dalam potensi lain, persepsi-persepsi Paus Fransiskus masih terlihat selaras dengan nilai-nilai tradisional dan akidah Gereja Kristen Roma.
Seperti wanita yang masih tidak akan bisa memimpin misa, juga kebebasan memilih jenis kelamin di dingklik sekolah yang masih dianggapnya sebagai penjajahan ideologis.