Daftar Isi
Kemanakah kita sehabis mati.?
Jika kita membuka lembaran Buku Ensiklopedia Kematian, maka akan mengenali tentang ertanyaan Kemanakah kita sehabis mati? Pertanyaan ini mengguncang logika insan sepanjang masa. Maka tidak heran bila Al-Quran pun mengabadikan pertanyaan ini: Dan manusia berkata, “Betulkah apabila gue sudah matani, bahwa gue sungguhsangat akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?” Dan tidakkah insan itu mempertimbangkan bahwa Kami bahu-membahu telah menciptakannya dahulu sedang ia tak ada sama sekali? (Q.S. Maryam [19]: 66-67).
Banyak yg menilai kematian selaku kelenyapan, final dr segalanya. Akibat persepsi demikian, tidak sedikit orang menebarkan kerusakan di wajah bumi ini. Mereka hidup sesukanya. Tak ada yg perlu dipertanggungjawabkan.
Sebaliknya, tak jarang pula yg frustrasi, fatalistik, & hampa makna. Karena, mati begitu menakutkan. Kematian dipandang kekuatan mahadahsyat yg siap merenggut eksistensi seseorang kapan saja & di mana saja. Setelah itu, berakhirlah riwayatnya.
Menakutkan? Ya, setidaknya ada tiga alasan kenapa mati begitu mengerikan. Pertama, mirip dibincangkan di atas, alasannya manusia tak tahu apa yg akan terjadi setelah mati. Memasuki belantara gelap & senyap di dunia ini saja begitu mencekam, bagaimana ia memasuki alam kubur yg sempit?
Kedua, bagi kita yg merasa dimanjakan oleh kenikmatan duniawi, maut yakni simpulan dr sekian banyak ke nikmatan yg sudah kita peluk selama ini. Maka, memasuki hari tua berarti memasuki fase penyesalan. Dan, ajal merupakan puncak kekalahan & penderitaan.
Ketika Imam ‘Alî k.w. ditanya kenapa orang takut mati, ia menjawab, “Karena kalian memakmurkan duniamu & menghancurkan akhiratmu! Bagaimana mungkin kalian mau pindah dr kemakmuran menuju kehancuran?” Ya, mati seakan pindah dr istana ke penjara.
Ketiga, sebab merasa banyak dosa lebih banyak amal kejahatannya dibandingkan dengan kebaikannya. Inilah panik yg dinikmati orang saleh. Kalau kita takut mati alasannya adalah keterikatan kita pada dunia, orang saleh takut mati sebab merasa belum cukup bekal. Inilah rasa takut yg disarankan.
Seperti Ali Zainal Âbidin, berdoalah dgn khusyuk, “Ya Allah, terhadap-Mu gue berlindung dr habisnya usia sebelum siap sedia!”
Kembali pada pertanyaan di atas, kalau “dunia hanyalah persinggahan” demikian lirik lagu Rhoma Irama begitu pula ajal. Kematian bukanlah tamat dr kehidupan. Ia garis transisi (barzakh), fase kemajuan insan. Sementara perkembangan kita sebelum dilahirkan lebih bersifat fisik, pertumbuhan kita sehabis lahir lebih bersifat moral & spiritual (baca: Q.S. [23]: 12-16; [22]: 5; [40]: 67). Sementara lahirnya kita dlm kehidupan ini benar-benar merupakan manifestasi kematangan fisik kita di dlm rahim, kebangkitan kembali kita di alam baka betul-betul merupakan manifestasi kematangan spiritual kita di dunia.
Karena itu, kita mendapati gambaran simbolis hari pembalasan (pascamati) yg memberikan bahwa tindakan moral & spiritual kita di dunia ini akan dimanifestasikan oleh tubuh kita di alam baka. Amal-amal kita akan dipasang di leher kita (Q.S. [17]: 13; [34]: 33; [36]: 8)’ pengecap, tangan, & kaki kita akan bersaksi terhadap tindakan kita (Q.S. [24]: 24; [36]: 65); kita akan makan buah perbuatan kita (Q.S. [37]: 39–68); orang yg buta spiritual di dunia ini akan buta pula di alam baka kelak (Q.S. [57]: 12; [66]: 8); setiap tindakan kita akan mendapatkan akhirnya (Q.S. [99]: 7–90).
Dengan demikian, bagi orang yg dlm hidupnya sudah banyak berbuat baik, maut yakni gerbang memasuki kehidupan baru yg lebih indah, alam keabadian (akhîrat), kawasan memanen kebahagiaan sejati. Ibarat anak sekolah, arwah orang yg hidup penuh kesalehan akan dinaikkan kelasnya lewat kematian.
Pendeknya, akhir hayat hanyalah salah satu fase perkembangan manusia menuju Yang Maha Tak Terbatas. Ia fase yg niscaya ditempuh semua makhluk dlm siklus Ilayhi Râji‘ûn—terhadap-Nya semua kembali. Semuanya niscaya kembali. Tapi, ada yg kembali dgn terpaksa, tanpa kesadaran, (idlthirârî), ada pula yg dgn suka rela, penuh kesadaran, sarat antisipasi (ikhtiyârî), bahkan sarat kerinduan tak terkira-kira untuk segera bertemudengan-Nya (liqâ’ Allâh).
Download Buku Panduan Merawat Jenazah
Dengan banyak merujuk pada Al-Quran, hadis, kitab fikih, buku ini tak akan mengupas seputar ajal, tapi bagaimana kita mengurus orang mati: apa saja yg diwajibkan & apa saja yg disunnahkan bagi kita dlm mengorganisir mayat. Semoga berguna. Wa kafâ bi Allâh syahîdâ, fastabiqû alkhayrât.