Pengertian Learning Organization
Organisasi pembelajaran didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kesanggupan untuk senantiasa memperbaiki kinerja secara berkesinambungan dan siklikal, karena anggota-angotanya memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu berguru dan mengembangkan wawasan pada tingkat superfisial dan subtansial. Organisasi pembelajaran adalah kata kiasan yang menggambarkan sebuah organisasi sebagai suatu sistem yang terintregasi dan senantiasa selalu berubah, alasannya adalah individu-individu anggota organisasi tersebut mengalami proses belajar, yang dilandasi oleh budaya kerjanya. Proses belajar perorangan terjadi bila anggota organisasi mengalami proses pemahaman kepada konsep-rancangan baru (know why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman untuk merealisasikan rancangan tersebut (know how), sehingga terjadi perubahan atau perbaikan nilai tambah organisasi. (Tjakraatmadja, 2006:123). Learning organization adalah suatu perusahaan yang menyadari pentingnya pembinaan dan pengembangan yang terkait dengan kinerja berkelanjutan dan mau mengambil tindakan yang tepat (Mondy, 2008:211).
West dan Burnes (dalam Haryanti, 2006:16) menunjukkan penjelasan yang baik perihal perbedaan antara pembelajaran organisasi (organizational learning) dan organisasi pembelajaran (learning organization). Pembelajaran organisasi merupakan rancangan yang dipakai untuk menggambarkan tipe-tipe aktifitas yang terdapat dalam organisasi pada waktu pembelajaran organisasi mengacu pada keadaan di dalam maupun di luar organisasi tersebut. Sedangkan organisasi pembelajaran yaitu kemampuan organisasi dalam menciptakan, mengakuisisi, dan mentransfer pengetahuan serta sikap-perilakunya dalam menyongsong pengetahuan dan pengetahuan baru.
Organisasi mencar ilmu atau Learning Organization menurut Suryono, (2011, h.137) yakni suatu institusi berguru, besar lengan berkuasa dan kolektif yang mengganti dirinya untuk menggunakan wawasan secara lebih baik untuk kesuksesan korporat, mempekerjakan orang di dalam dan di luar organisasi untuk berguru sekaligus melakukan pekerjaan dan memakai teknologi untuk memaksimalkan pembelajaran dan produksi.
Parmono 2001 (dalam Haryanti, 2006:16) menyatakan bahwa upaya menjadi sebuah organisasi pembelajaran bukanlah hal yang tidak mungkin. Upaya pembentukan organisasi pembelajaran ini mesti mengamati faktor-aspek budaya, taktik, struktur dan lingkungan organisasi yang bersangkutan. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada delapan karakteristik yang harus dimiliki oleh organisasi agar sukses menjadi organisasi pembelajaran, adalah :
1. Adanya kesempatan untuk belajar bagi seluruh komponen yang ada dalam organisasi, bukan hanya secara formal namun juga terwujud dalam aktivitas sehari-hari.
2. Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin, merangsang, dan memungkinkan seluruh unsur yang ada dalam organisasi untuk mencar ilmu, menanyakan praktek administrasi yang ada selama ini, bereksperimen, dan berkontribusi dengan inspirasi-pandangan baru baru yang lebih segar.
3. Adanya insentif bagi para manajer yang selalu menggunakan prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan.
4. Adanya prinsip penerimaan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran
5. Adanya potensi dan hak yang serupa bagi seluruh karyawan tanpa terkecuali untuk melakukan aktivitas pembelajaran.
6. Adanya keterbukaan sistem administrasi data dan akuntansi yang mampu diakses oleh para pengguna yang lebih luas tetapi berkompeten.
7. Semakin kaburnya batas-batas yang ada antar karyawan dan antar departemen sehingga memungkinkan terciptanya keterbukaan komunikasi dan korelasi penyuplai-pelanggan (supplier-customer relationship) dalam setiap tahapan proses manajemen.
8. Adanya pengertian bahwa keputusan pimpinan bukanlah penyelesaian yang lengkap namun lebih sebagai eksperimen yang masuk akal (rational experiment).
Indikator-Indikator Learning Organization
Adapun yang menjadi indikator learning organization menurut Senge (dalam Tjakraatmadja, 2006:153) yaitu:
1. Disiplin Personal Mastery
Disiplin yang mendorong suatu organisasi untuk terus-menerus berguru bagaimana menciptakan periode depannya, yang hanya akan terbentuk jikalau individu-individu para anggota organisasi mau dan bisa terus belajar menjadikan dirinya seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-kemampuan perorangan para anggota organisasi kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk mengetahui akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya;serta keahlian untuk melaksanakan revisi atas visi pribadinya, dan lalu keterampilan untuk membangun keadaan kerja yang cocok dengan keadaan organisasinya.
2. Disiplin Berbagi Visi
Oganisasi pembelajaran membutuhkan visi bareng , visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bareng ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan kesepakatan untuk senantiasa bersama, sehingga menumbuhkan motivasi terhadap para karyawan untuk berguru dan terus berguru memajukan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi langsung dengan visi organisasi, serta keterampilan menyebarkan visi semoga mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, ialah disiplin perorangan yang diharapkan untuk membangun disiplin menyebarkan visi. Artinya, untuk menumbuhkan janji dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, mesti dimulai dari adanya visi bersama.
3. Disiplin Mental Model
Organisasi akan mengalami kesusahan untuk secara akurat mampu melihat banyak sekali realitas yang ada, kalau para anggota organisasi tidak bisa merumuskan perkiraan serta nilai-nilai yang tepat untuk dipakai sebagai basis cara berpikir maupun cara menatap berbagai urusan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan kepercayaan bareng sehingga menguatkan semangat dan kesepakatan kebersamaan, ialah disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
4. Disiplin Pembelajaran Tim
Disiplin pembelajaran tim akan efektif bila para anggota golongan tersebut mempunyai rasa saling memerlukan satu dengan yang yang lain untuk mampu bertindak sesuai dengan rencana bareng . Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk membuat nilai tambah organisasi, alasannya adalah planning tanpa disertai langkah-langkah konkret ialah delusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah alasannya kita tidak bisa berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, keterampilan berafiliasi tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta perjuangan untuk mengembangkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
5. Disiplin Berpikir Sistemik
Peter Sange (1990) melengkapi keempat disiplin di atas dengan disiplin berpikir sistemik, yaitu kemampuan untuk mengetahui stuktur kekerabatan antara aneka macam aspek internal maupun eksternal yang mensugesti keberadaan organisasi, kemampuan untuk berpikir integrative dan tuntas, kemampuan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang diharapkan untuk membangun disiplin berguru sistemik.