Pendahuluan
Konsep Learning Organization timbul semenjak tamat tahun 1980-an dan gres benar- benar diketahui secara luas setelah Peter Senge pada tahun 1990 mengeluarkan buku The Fifth Discipline. The Art and The Practice of Learning Organization. Kreitner (2006) menggaris bawahi pengertian Senge yang menggambarkan Learning Organization: “is one that proactively creates, acquires and transfers knowledge and that changes its behavior on the basis of new knowledge that changes its behavior on the basis of new knowledge and insight”
Setidaknya ada tiga hal yang ingin di kemukakan oleh Senge dari catatan Kreitner tersebut. Pertama, suatu organisasi yang menerapkan Learning Organization selalu memasok organisasinya dengan ilham-ide baru dan gosip baru. Yang bersumber dari lingkungan sekitarnya, pengembangan pegawai dan sumber lain yang relevan. Kedua, wawasan mengenai inspirasi dan gosip gres tersebut hendaknya dapat ditransfer ke seluruh unsur dalam organisasi. Ketiga, perilaku organisasi hendaknya berubah selaku akhir dari wawasan baru yang diterima.
Peter Senge, dalam karya besarnya: The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, and The Fifth Discipline Fieldbook: Strategies and Tools for Building a Learning Organization, menggambarkan lima disiplin ilmu yang harus dikuasai dikala memperkenalkan pembelajaran menjadi suatu organisasi, ialah Systems Thinking, Personal Mastery, Mental Models, Membangun Visi Bersama, dan Team Belajar (2006 : 10-13).
Ringkasnya, suatu organisasi pembelajar tidak jauh dengan acuan pikir bahwa hanya manajemen senior yang dapat dan melakukan semua anutan untuk seluruh perusahaan. Organisasi belajar menantang semua karyawan/pegawai untuk memanfaatkan sumber daya batin dan potensi mereka, dengan keinginan bahwa mereka mampu membangun komunitas mereka sendiri menurut prinsip kebebasan, kemanusiaan, dan keinginan kolektif untuk berguru.
Hal pertama yang dibutuhkan untuk membuat sebuah organisasi belajar yaitu kepemimpinan yang efektif, yang tidak didasarkan pada hirarki tradisional, melainkan, adalah adonan dari orang yang berlawanan dari semua tingkat metode, yang memimpin dengan cara yang berbeda (Senge, 2006). Kedua, harus ada kesadaran bahwa kita semua memiliki kekuatan inheren untuk mencari penyelesaian untuk persoalan kita dihadapkan dengan, dan bahwa kita mampu dan akan membayangkan masa depan dan terus maju untuk menciptakannya. Gephart dan rekan memberikan bahwa Organisasi Belajar, “adalah budaya yang melekat yang memegang sebuah organisasi bantu-membantu,” budaya organisasi berguru didasarkan pada keterbukaan dan kepercayaan, di mana karyawan disokong dan dihargai untuk mencar ilmu dan berinovasi, dan satu yang mempromosikan eksperimen, mengambil risiko, dan menghargai kesejahteraan seluruh karyawan (Gephart, 2006 : 39).
Menciptakan budaya dan lingkungan yang akan bertindak sebagai dasar untuk organisasi mencar ilmu dimulai dengan “perubahan fikiran – dari menyaksikan diri selaku yang terpisah dari dunia untuk terhubung ke dunia” (Senge, 2006 : 37); melihat diri sebagai unsur integral di daerah kerja, bukan selaku roda terpisah dan tidak penting dalam roda. Akhirnya, salah satu tantangan paling besar yang mesti teratasi dalam setiap organisasi ialah untuk mengidentifikasi dan detail argumentasi cara orang membela diri. Sampai saat itu, pergantian tidak pernah mampu apa saja tapi fase sementara (Argyris, 2008: 06). Setiap orang harus belajar bahwa langkah-langkah mereka gunakan untuk mendefinisikan dan memecahkan duduk perkara dapat menjadi sumber duduk perkara embel-embel bagi organisasi (Argyris, 2008: 100).
Pengertian
Pedlar, Boydell and Burgoyne (2005: 33) merumuskan Learning Organization sebagai “An organization which facilitates the learning of all its members and continuously transforms itself”. Namun pemahaman ini bukanlah satu-satunya pemahaman yang ada. Masih banyak pengertian lain yang tergantung dari bagaimana organisasi yang melaksanakan penyesuaian kepada rancangan Learning Organization (Maroga, 2006: 22).
Ortenblad (2002: 5) merumuskan Learning Organization selaku “Organization where individuals learn as agents for the organization and the knowledge is stored in the organisation memory”.
Mayo and Lank (2005: 4) merumuskan Learning Organization sebagai “a Learning Organization harnesses the full brain power, knowledge and experience available to it, in order to evolve continually for the benefit of all its stakeholders”.
Peter Senge dalam terjemahan (2006: 21) mengartikan Learning Organization dalam bahasa Indonesia mampu diartikan Organisasi Pembelajar dimana individu-individu didalamnya secara terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Organisasi dimana teladan berfikir yang baru dan luas dipelajari. Organisasi dimana aspirasi kelompok dibebaskan. Dan organisasi dimana individu didalamnya mempelajari bagaimana berguru bareng .
Menurut penulis, Learning Organization yakni suatu organisasi yang membuat suasana pendukung dan memperlihatkan peluang yang seluas-luasnya bagi individu di dalamnya untuk mencar ilmu secara individu dan berkelompok kemudian mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam proses maupun acara organisasi. Jadi aktivitas berguru ini tidak berhenti pada tata cara maupun prosedur bagaimana berguru saja. Namun, bagaimana mengaplikasikannya sehingga dapat berguna bagi organisasi. Sumber mencar ilmu itu sendiri mampu dari manapun, dari intern maupun ekstern.
Komponen dan Ruang Lingkup Learning Organization (LO)
Mengidentifikasi ruang lingkup learning organization mampu diketahui dari pertimbangan Peter Senge (2006: 3-4) yang menjelaskan ihwal pemaknaan Learning Organizations (LO) selaku berikut:
…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together. The basic rationale for such organizations is that in situations of rapid change only those that are flexible, adaptive and productive will excel. For this to happen, it is argued, organizations need to ‘discover how to tap people’s commitment and capacity to learn at all levels’.
Learning Organization meliputi adanya pertumbuhan yang berkelanjutan dan pembiasaan terhadap pergantian yang ada dan bisa membuat tujuan dan/atau pendekatan yang gres. Pembelajaran ini harus menyatu pada cara organisasi menjalankan kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini bermakna:
- Bagian dari acara kerja sehari-hari.
- Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan.
- Bersifat bisa memecahkan duduk perkara pada akar penyebabnya.
- Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi
- Digerakkan oleh potensi untuk mendapatkan pergeseran yang signifikan dan melakukan dengan lebih baik.
Sumber-sumber pengetahuan dan pembelajaran ini bisa berasal dari gagasan dan usulan para karyawan, research & development (R&D), masukan dari para konsumen, saling tukar/bagi pengalaman dan benchmarking (perbandingan). Learning Oganization meliputi banyak hal, khususnya pada individu dalam organisasi contohnya, karyawan/pegawai dalam perusahaan, tergolong lembaga pendidikan seperti madrasah. Keberhasilan karyawan/pegawai sangat tergantung pada diperolehnya potensi untuk mempelajari dan mempraktekkan hal dan keterampilan yang baru. Perusahaan berinvestasi pada pendidikan, training dan aneka macam kesempatan lain yang diberikan pada para karyawannya untuk berkembang dan meningkat . Kesempatan tersebut dapat berupa rotasi pekerjaan, kenaikan honor pada karyawan yang berprestasi dan/atau terlatih. On-the-job pelatihanialah suatu cara yang efektif untuk melatih dan menarik garis relasi yang lebih baik antara kepentingan dan prioritas perusahaan. Program pendidikan dan pelatihan mampu dikerjakan pada teknologi tingkat lanjut seperti pelatihan berbasis pada komputer dan internet dan terusan udara via satelit.
Learning Organization pun mencangkup kedalam hal-hal berikut ini :
- Learning Culture – terciptanya iklim organisasi yang menciptakan suasana pembelajar yang kental. Karakteristik ini erat dengan adanya inovasi.
- Processes – yakni proses yang mendorong adanya interaksi di luar batas organisasi tersebut, ada infrastruktur, proses pengembangan, dan
- Tools and Techniques – sistem-tata cara yang mampu dipakai bagi seorang individu dan kalangan, seperti kreativitas dan teknik pemecahan masalah.
- Skills and Motivation – untuk berguru dan mengikuti keadaan.
(ml.scribd.com/…/2b-Learning-Organization).
Dengan demikian pembelajaran bukan sekedar peningkatan mutu produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Namun juga, kenaikan lingkungan kerja yang lebih tanggap kepada situasi, adaptif, inovatif dan efisien yang pada gilirannya akan mengembangkan kinerja dan semakin memperkuat posisi organisasi.
Prinsip-prinsip Learning Organization
Organisasi Pembelajar didasarkan atas beberapa pandangan baru dan prinsip yang integral kedalam struktur organisasi. Peter Senge (2006: 21) dalam hal ini menyebutkan bahwa inti dari Organisasi Pembelajar ialah Kelima Disiplin (The Fifth Discipline), kelima disiplin itu yakni:
- Keahlian Pribadi (Personal Mastery);
Disiplin yang mendorong suatu organisasi untuk terus-menerus berguru bagaimana membuat kurun depannya, yang hanya akan terbentuk kalau individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menimbulkan dirinya seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan perorangan para anggota organisasi kontemplasi (refleksi) diri; kemampuan untuk memahami akan kelebihan dan kekurangan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya; serta kemampuan untuk melaksanakan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang tepat dengan keadaan organisasinya.
- Model Mental (Mental Models);
Organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat bisa melihat banyak sekali realitas yang ada, kalau para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang sempurna untuk digunakan selaku basis cara berpikir maupun cara menatap aneka macam permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan akidah bareng sehingga menguatkan semangat dan akad kebersamaan, ialah disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.
- Visi Bersama (Shared Vision);
Oganisasi pembelajaran membutuhkan visi bareng , visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bareng , sehingga menumbuhkan motivasi terhadap para karyawan untuk belajar dan terus belajar memajukan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi langsung dengan visi organisasi, serta kemampuan membuatkan visi supaya meraih tujuan langsung yang terkandung dalam visi bareng organisasi, ialah disiplin individual yang dibutuhkan untuk membangun disiplin membuatkan visi. Artinya, untuk menumbuhkan komitmen dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama.
- Pembelajaran Tim (Team Learning);
Disiplin pembelajaran tim akan efektif bila para anggota kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bareng . Kemampuan untuk bertindak ialah prasyarat untuk membuat nilai tambah organisasi, alasannya adalah rencana tanpa dibarengi tindakan nyata merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan planning bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, kemampuan berafiliasi tim, kemampuan berguru dan beradaptasi, serta usaha untuk mengembangkan partisipasi, ialah disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
- Berpikir Sistem (System Thinking);
Disiplin berpikir sistemik, adalah keahlian untuk memahami stuktur korelasi antara aneka macam faktor internal maupun eksternal yang menghipnotis keberadaan organisasi, keahlian untuk berpikir integrative dan tuntas, kemampuan untuk berpikir komprehensif, serta kemampuan untuk membangun organisasi yang adaptif, merupakan disiplin yang diperlukan untuk membangun disiplin belajar sistemik.
Sementara itu Michael J. Marquardt (2003: 12) menambahkan satu disiplin lagi adalah dialog (dialogue). Hampir sama dengan Marquardt, Douglas Guthrie menambahkan dan menyempurnakan apa yang telah di sampaikan oleh Peter Senge, penambahan dan penyempurnaan itu yakni :
- Pembelajaran Tim dan Pembelajaran Umum (Public and Team Learning)
- Bertindak dengan penuh makna dan kemungkinan (Acting in High Level of Ambiguity)
- Dialog secara lazim (Dialogue Generatively)
- Melihat organisasi selaku satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing the Organization as an Integrated Whole)
Berdasarkan ketiga pertimbangan di atas, mampu diuraikan sebagai berikut : Pertama, Penguasaan eksklusif (Personal Mastery)yakni sebuah budaya dan norma forum yang terdapat dalam organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan langsung ialah suatu disiplin yang antara lain memberikan kesanggupan untuk selalu mengklarifikasi dan mendalami visi eksklusif, memfokuskan energi, menyebarkan keteguhan, dan menatap realitas secara obyektif. Penguasaan pribadi juga merupakan aktivitas berguru untuk memajukan kapasitas eksklusif kita untuk menciptakan hasil yang paling kita kehendaki, dan membuat sebuah lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya berbagi diri mereka sendiri kearah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih. Tjakraatmadja (2006: 153) memastikan bahwa personal mastery ialah disiplin yang mendorong suatu organisasi untuk terus menerus berguru bagaimana menciptakan era depannya, yang cuma akan terbentuk jikalau individu-individu para anggota organisasi mau dan bisa terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang master di bidang ilmuanya. Disiplin ini terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keahlian-kemampuan individual dari para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun social dirinya; serta keterampilan untuk melaksanakan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keahlian untuk membangun kondisi kerja yang tepat dengan kondisi organisasinya.
Kedua, Model/teladan Mental (Mental Model) yaitu sebuah prinsip yang fundamental dari Organisasi Pembelajar, alasannya dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan merefleksikan struktur dan isyarat (perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar selain organisasinya. Senge (2006) menyebutkan bahwa model mental yakni suatu acara perenungan, terus menerus mengklarifikasikan, dan memperbaiki gambaran-citra internal kita ihwal dunia, dan menyaksikan bagaimana hal itu membentuk langkah-langkah dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam wacana mengapa dan bagaimana dia melaksanakan langkah-langkah atau kegiatan dalam berorganisasi. Model mental ialah sebuah pengerjaan peta atau versi kerangka kerja dalam setiap individu untuk menyaksikan bagaimana melakukan pendekatan kepada persoalan yang dihadapinya. Dengan kata lain, versi mental mampu dikatakan sebagai rancangan diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut beliau akan mengambil keputusan terbaiknya. Tjakratmadja (2006: 154) menambahkan bahwa keterampilan untuk memperoleh prinsip dan nilai-nilai bareng , serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan kesepakatan kebersamaan, merupakan disiplin yang diharapkan untuk membangun disiplin versi mental organisasi.
Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision) yaitu sebuah gambaran lazim dari organisasi dan langkah-langkah (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara tolong-menolong dari keseluruhan kenali dan perasaan yang dituju. Dengan visi bareng organisasi dapat membangun sebuah rasa komitmen dalam sebuah kelompok, dengan menciptakan gambaran-citra bareng wacana era depan yang coba diciptakan, dan prinsip-prinsip serta praktek-praktek penuntun yang melaluinya kita harapkan untuk mampu meraih abad depan. Bagi Tjakraatmadja (2006: 154), Shared Vision ialah visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bareng ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan akad untuk selalu bareng , sehingga menumuhkan motivasi kepada karyawan untuk mencar ilmu dan terus berguru meningkatkan kompetensinya. Tanpa ada visi bersama, proses pembelajaran organisasional cuma akan terjadi pada saat organisasi mengalami krisis. Setelah krisis simpulan mereka akan kembali berhenti dan kembali kepada kebiasaan-kebiasaan lamanya.
Keempat, Belajar Tim dan Belajar Umum (Public and Team Learning). yaitu suatu kemampuan percakapan dan kemampuan berpikir kolektif, sehingga kalangan-golongan manusia secara dapat dipercaya mampu menyebarkan kecerdasan dan kesanggupan yang lebih besar dari pada jumlah talenta para anggotanya. Public learning sendiri mengarah pada prinsip-prinsip lewat individu-individu yang didorong untuk mencar ilmu secara terbuka dan menggali apa yang tidak mereka pahami sekarang. Menurut Tjakraatmadja (2006: 155), disiplin pembelajaran tim (team learning) akan efektif jikalau anggota organisasi tersebut memiliki rasa saling memerlukan antara satu dengan yang yang lain untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bareng .
Kelima, Pemikiran Sistem (Systems Thinking) yaitu sebuah kerangka kerja konseptual. Yaitu suatu cara dalam menganalisis dan berpikir wacana suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip- prinsip Organisasi Pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin Organisasi Pembelajar, tidak mungkin mampu menerjemahkan disiplin- displin itu kedalam langkah-langkah (aktivitas) organsasi yang lebih luas. Disiplin ini membantu kita melihat bagaimana kita mengganti tata cara-sistem secara lebih efektif, dan bertindak lebih selaras dengan proses-proses yang lebih besar dari alam dan dunia ekonomi. Berpikir sistem ini pengertiannya nyaris sama dengan apa yang disampaikan oleh Guthrie ihwal Melihat organisasi selaku satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing organization as integrated whole). Bagi Tjakraatmadja (2006: 155), keterampilan untuk mengerti struktur hubungan antara banyak sekali faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksisitensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, kemampuan untuk berpikir komprehensif, serta keahlian untuk membangun organisasi yang adaptif, ialah disiplin yang diharapkan untuk membangun disiplin mencar ilmu sistemik (Systems Thinking).
Keenam, Bertindak dengan sarat makna (Acting in High Level of Ambiguity) bermakna bahwa dalam Organisasi Pembelajar, setiap individu didorong untuk dapat mempergunakan seluruh kemampuan dan kecerdasannya untuk menyikapi tantangan yang terkadang rumit dan penuh kemungkinan (ambiguitas). Individu yang mampu menerapkan prinsip ini bisa mengikuti keadaan dengan baik dengan lingkungannya yang baru sekalipun. Modal utama untuk dapat menerapkan prinsip ini adalah mempergunakan wawasan dan seluruh potensinya tersebut.
Jika pada era manajemen menurut ilmu pengetahuan dan keuangan, akan menciptakan budaya kecermatan dalam organisasi, maka ketika administrasi didasarkan pada perancangan dan pembelajaran, harus melahirkan budaya yang menggembirakan dalam aneka macam bidang kemungkinan. Komitmen dari suatu lembaga dan budaya terhadap prinsip ini ialah bab penting dari Organisasi Pembelajar, alasannya ini adalah kesatuan untuk mendapatkan fakta bahwa abad mendatang dan struktur organisasi itu sendiri yaitu tetap akan terus berubah. Pihak manajemen dan para pegawai harus merasa bahagia untuk bertindak dalam banyak sekali kemungkinan yang merepotkan.
Ketujuh, Dialog (Dialogue Generatively) yaitu suatu bagian yang fundamental dari Organisasi Pembelajar. Dalam arti yang sederhana, dialog yakni komunikasi. Ini yaitu campuran dari berbagai interaksi dalam organisasi. Melalui obrolan, setiap individu dengan interaktif menggali dan menuntaskan satu atau seluruh aspek tindakan yang ada dalam organisasi, bagaimana mereka menerima tata cara dan struktur dari organisasi, apa visi organisasi mereka. Dialog ialah bagian yang penting dari Public Learning. Hanya dengan obrolan, individu mampu menggali dengan interaktif aneka macam informasi yang ada dalam organisasi. Poin penting dari obrolan yakni tidak cuma untuk memahami apa yang terjadi dalam organisasi, bagaimana individu mendapatkan pengalaman struktur dan proses dalam organisasi, tetapi juga untuk mengarahkan model-versi gres, keterbukaan gres, dan tujuan baru untuk menerima langkah-langkah yang lebih efektif dan pemahaman dan doktrin yang mendalam.
Kedelapan, Melihat organisasi sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Viewing the Organization as an Integrated Whole). Inilah citra organisasi selaku suatu gabungan dari individu-individu yang ada dalam organisasi. Pertama, organisasi harus dilihat selaku satu kesatuan dari seluruh bagian yang ada dalam organisasi. Melihat citra yang lebih besar dari organisasi selaku keseluruhan yang dinamis yaitu sesuatu yang penting untuk mengetahui bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi bergerak. Tindakan para manager akan mempunyai dampak pada budaya organisasi, begitu pula langkah-langkah dari beberapa departemen atau bidang dalam organisasi, akan mempunyai pengaruh pada keseluruhan tata cara yang ada pada organisasi. Oleh karena itu, melihat organisasi selaku satu keseluruhan yang tak terpisahkan merupakan langkah penting untuk memahami organisasi. Kedua, organisasi harus dilihat selaku sebuah tata cara sosial dunia yang dibangun, di mana proses dan keluaran ialah hasil dari faktor jaring sosial yang seluruhnya bergabung dalam jalan yang membingungkan dan ambigu. Jika sebuah organisasi ingin mengetahui usaha yang dapat berpengaruh kepada keluaran, maka perlu adanya pendekatan yang beragam (multivariative approach) untuk persoalan yang dihadapi dan mendapatkan fakta dari beberapa variabel (unsur) yang besar lengan berkuasa walaupun mungkin tidak dipertimbangkan sama sekali.
Karakteristik Learning Organization
Sebuah organisasi dibilang telah melaksanakan konsep learning organization jika organisasi tersebut menyanggupi di antara tolok ukur-kriteria selaku berikut:
- Ada visi bareng yang siapa saja menyetujuinya.
- Membuang cara usang berpikir mereka dan rutinitas patokan yang mereka gunakan untuk memecahkan problem atau menjalankan pekerjaan mereka.
- Anggota mempertimbangkan semua proses organisasi, aktivitas, fungsi, dan interaksi dengan lingkungan sebagai bab dari system antar hubungan.
- Orang-orang secara terbuka berkomunikasi satu sama lain (melintasi batas batas vertical dan horizontal) tanpa takut dikritik dan eksekusi.
- Tidak mempertimbangkan kepentingan diri sendiri dan terfragmentasi kepentingan departemen untuk berhubungan mencapai visi organisasi berama. Elemen dalam learning organization.
(ml.scribd.com/doc/89178442/2b-Learning-Organization-Lo-Ol-2)
Neffe (2001: 22) menyimpulkan beberapa komponen yang mesti ada dalam learning organizational, yakni:
- The learning process; Elemen ini ialah bagian integral dari nyaris semua definisi.
- Knowledge acquisition or generation; Elemen ini menunjuk bahwa proses pembelajaran selaku incorporating wawasan dari luar organisasi dan creating wawasan dari dalam, paling banyak melalui trial and error. Elemen ini dinyatakan oleh Huber, Dixon, dengan menyebut knowledge acquisition dan Nonaka & Takeuchi dengan menyebut knowledge generation.
- Individual learning; Elemen ini dimasukkan sebagai prerequisite pembelajaran organisasi seperti yang dinyatakan oleh Argyris & Schon dan Pawlowsky.
- Teams learning; Elemen ini dimasukkan berdasarkan usulanbahwa beberapa penulis, Senge, Dixon, Pawlowsky, menyebutkan bahwa team learning selaku aspek penting terjadinya pembelajaran organisasi.
- Organizational knowledge; Elemen ini dinyatakan oleh lebih banyak didominasi penulis dan menjadi sufficient condition untuk terjadinyaorganizational actions.
Lima unsur di atas sangat memilih organisasi mencapai level organisasi pembelajar. The learning process ialah sebuah keniscayaan perilaku, sifat, aktivitas yang mesti dimiliki oleh setiap anggota organisasi. Ia merupakan kesadaran individu untuk senantiasa ingin mencar ilmu dan meningkatkan kompetensinya untuk pertumbuhan organisasi. Knowledge acquisition or generation,yakni kemauan untuk senantiasa membuat wawasan dalam dirinya oleh setiap individu atau anggota organisasi. Individual learning adalah kemampuan melakukan pergeseran dirinya dalam dimensi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Danorganizational knowledge ialah wawasan organisasi yang dibangun oleh wawasan individu dari hasil mencar ilmu individu.
Tahapan Membangun Learning Organization
Cara mencapai prinsip organisasi berguru ialah: Tahap pertama ialah dengan membuat sistem komunikasi untuk memfasilitasi pertukaran info yang mana menjadi dasar organisasi pembelajaran dibangun (Gephart, 2006 : 40). Penggunaan teknologi akan terus mengganti kawasan kerja dengan memungkinkan informasi mengalir bebas, dan menawarkan akses universal kepada bisnis dan isu strategis” (Gephart, 2006 : 41-44). Hal ini juga penting dalam menerangkan desain yang lebih kompleks ke dalam bahasa yang lebih tepat yang mampu diketahui di seluruh departemen (Kaplan, 2006 : 24).
Tahap dua yaitu mengatur kuesioner kesiapan yang berisi tujuh dimensi berikut; menawarkan pembelajaran yang berkelanjutan, menyediakan kepemimpinan strategis, mengiklankan pengusutan dan obrolan, mendorong kerja sama dan pembelajaran tim, menciptakan struktur yang tertanam untuk menangkap dan membuatkan pembelajaran, pemberdayaan masyarakat menuju visi bareng , dan membuat koneksi metode”. Kuesioner diberikan kepada seluruh karyawan atau sampel dari mereka, dan digunakan untuk mengembangkan profil penilaian untuk mendesain inisiatif organisasi berguru.
Tahap Tiga yaitu berkomitmen untuk berbagi, memelihara, dan memfasilitasi suasana yang garners belajar. Tahap Empat ialah membuat suatu visi organisasi dan menulis pernyataan misi dengan pinjaman dari seluruh karyawan.
Tahap Lima yaitu dengan memakai acara training dan kesadaran untuk berbagi keahlian dan sikap pengertian yang diharapkan untuk meraih tujuan dari pernyataan misi, termasuk kemampuan untuk bekerja dengan baik dengan orang lain, menjadi lebih ekspresi, dan jaringan dengan orang di semua departemen dalam organisasi (Navran, 2003).
Tahap Enam yaitu berkomunikasi dalam pergantian budaya perusahaan dengan mengintegrasikan tata cara manusia dan teknis”. Tahap Tujuh ialah memulai praktek-praktek baru dengan menekankan pembelajaran tim dan kontribusi. Dengan demikian, karyawan akan menjadi lebih tertarik dalam pengaturan diri dan administrasi, dan lebih siap untuk menyanggupi tantangan dari daerah kerja yang senantiasa berubah.
Tahap Delapan ialah memungkinkan karyawan untuk mempertanyakan praktek bisnis utama dan perkiraan. Tahap Sembilanialah berbagi impian yang mampu dipraktekkan untuk tindakan abad depan (Navran, 2003). Tahap Sepuluh yaitu mengingatkan bahwa menjadi organisasi mencar ilmu adalah proses yang panjang dan bahwa kemunduran kecil mesti dihindarkan. Ini ialah hal yang paling penting karena membawa siapa pun bantu-membantu untuk melakukan pekerjaan sebagai satu tim besar. Selain itu, beliau memiliki laba finansial yang melekat dengan mengubah daerah kerja menjadi tempat yang diatur dengan baik dan menawan untuk bekerja, sebuah tempat yang sungguh-sungguh menghargai karyawannya.
Proses Learning Organization
Jann Hidajat Tjakraatmadja (2006) pada sebuah seminar, memberikan pandangan tentang tiga gelombang “pembelajaran” (learning):
- Pada gelombang pertama, organisasi dan perusahaan berfokus pada peningkatan proses kerja (improve work process). Dalam fase ini, munculah konsep “kaizen”, TQM, dan rancangan-konsep lain yang berbasiskan pada menangani kendala dan batasan.
- Selanjutnya, fase kedua memfokuskan pada peningkatan tentang bagaimana cara melakukan pekerjaan (improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada improvisasi cara berpikir dan pembelajaran mengenai masalah-duduk perkara sistem yang dinamis, kompleks, dan mengandung pertentangan.
- Pada gelombang ketiga, desain pembelajaran betul-betul tertanam dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para pimpinan dan juga pekerja.
Menurut para mahir lainnya, learning organization mampu tercipta jikalau sudah terjadi sebuah pergeseran di dalam maupun diluar organisasi tersebut. Dari pergantian yang terjadi maka organisasi akan melakukan sebuah proses adaptasi. Ada dua proses yang berbeda yang dapat diambil sebuah organisasi sebagai balasan dari pergeseran organisasi yang terjadi.
- Adaptive learning, yakni perubahan yang telah dibuat sebagai reaksi kepada perubahan keadaan lingkungan dan
- Proactive learning, ialah perubahan organisasi yang telah dibuat pada dasar yang lebih sukar berubah. Ini adalah pembelajaran sederhana yang melebihi reaksi kepada pergeseran lingkungan.
(ml.scribd.com/doc/89178442/2b-Learning-Organization-Lo-Ol-2).
Untuk menjadi Learning Organization tentu membutuhkan proses untuk mencapainya. Ada beberapa tipe learning yang mampu digunakan oleh setiap organisasi, yakni:
- Level 1. Learning facts, knowledge, processes and procedures. Applies to known situations where changes are minor.
- Level 2. Learning new job skills that are transferable to other situations. Applies to new situations where existing responses need to be changed. Bringing in outside expertise is a useful tool here.
- Level 3 – Learning to adapt. Applies to more dynamic situations where the solutions need developing. Experimentation, and deriving lessons from success and failure is the mode of learning here.
- Level 4 – Learning to learn. Is about innovation and creativity; designing the future rather than merely adapting to it. This is where assumptions are challenged and knowledge is reframed.
(http://www.skyrme.com/insights/3lrnorg.htm).
Dengan demikian proses organisasi menjadi organisasi pembelajar yakni mesti menempuh tindakan: Pertama, Belajar fakta, wawasan, proses dan mekanisme. Berlaku untuk situasi yang diketahui di mana perubahan yang kecil. Kedua, Belajar keahlian pekerjaan gres yang dialihkan ke situasi lain. Berlaku untuk suasana baru di mana jawaban yang ada perlu diubah. Membawa dalam kemampuan luar yakni alat yang berkhasiat di sini. Ketiga, Belajar untuk beradaptasi. Berlaku untuk situasi yang lebih dinamis di mana solusi perlu meningkat . Eksperimen, dan pelajaran yang berasal dari kesuksesan dan kegagalan ialah cara berguru di sini. Keempat, Belajar untuk belajar. Adalah ihwal penemuan dan kreativitas, mendesain periode depan bukan cuma menyesuaikan diri dengan itu. Di sinilah perkiraan ditantang dan pengetahuan yang dibingkai kembali. (http://www.skyrme.com/insights/3lrnorg.htm). Keempat level ini mampu dijalankan pada tingkat individu, organisasi (sekolah/madrasah) bahkan perusahaan besar sekalipun.
Indikator Efektivitas Implementasi Learning Organization di Madrasah
Organisasi pembelajaran didefinisikan selaku organisasi yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaiki kinerja secara berkelanjutan dan siklikal, alasannya anggota-anggotanya memiliki janji dan kompetensi perorangan yang bisa belajar dan mengembangkan pengetahuan pada tingkat superfisial dan subtansial. Organisasi pembelajaran yaitu kata kiasan yang menggambarkan sebuah organisasi selaku sebuah tata cara yang terintregasi dan senantiasa selalu berganti, karena individu-individu anggota organisasi tersebut mengalami proses berguru, yang dilandasi oleh budaya kerjanya. Proses belajar individual terjadi jika anggota organisasi mengalami proses pengertian terhadap desain-konsep gres (know why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman untuk merealisasikan konsep tersebut (know how), sehingga terjadi pergantian atau perbaikan nilai tambah organisasi (Tjakraatmadja, 2006:123). Learning organization dalam pendidikan yaitu sebuah lembaga pendidikan (madrasah/sekolah) yang menyadari pentingnya pembinaan dan pengembangan yang terkait dengan kinerja berkelanjutan dan mau mengambil tindakan yang sempurna (Mondy, 2008: 211).
West dan Burnes (dalam Haryanti, 2006:16) menawarkan penjelasan yang bagus tentang perbedaan antara pembelajaran organisasi (organizational learning) dan organisasi pembelajaran (learning organization). Pembelajaran organisasi ialah desain yang digunakan untuk menggambarkan tipe-tipe acara yang terdapat dalam organisasi pada waktu pembelajaran organisasi mengacu pada keadaan didalam maupun diluar organisasi tersebut. Sedangkan organisasi pembelajaran ialah kemampuan organisasi dalam membuat, mengakuisisi, dan mentransfer pengetahuan serta perilaku-perilakunya dalam menyongsong pengetahuan dan pengetahuan baru.
Parmono 2001 (dalam Haryanti, 2006:16) menyatakan bahwa upaya menjadi sebuah organisasi pembelajaran bukanlah hal yang mustahil. Upaya pembentukan organisasi pembelajaran ini harus memperhatikan faktor-faktor budaya, strategi, struktur dan lingkungan organisasi yang bersangkutan. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada delapan karakteristik yang mencerminkan organisasi berhasil menjadi organisasi pembelajaran, adalah:
- Adanya peluang untuk mencar ilmu bagi seluruh bagian yang ada dalam organisasi, bukan hanya secara formal namun juga terwujud dalam acara sehari-hari.
- Adanya perancangan struktur dan budaya organisasi yang menjamin, merangsang, dan memungkinkan seluruh komponen yang ada dalam organisasi untuk berguru, menanyakan praktek administrasi yang ada selama ini, bereksperimen, dan berkontribusi dengan ilham-wangsit gres yang lebih segar.
- Adanya insentif bagi para manajer yang selalu memakai prinsip keterbukaan dan partisipatif dalam setiap proses pengambilan keputusan.
- Adanya prinsip penerimaan terhadap kemungkinan timbulnya kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran.
- Adanya potensi dan hak yang serupa bagi seluruh karyawan tanpa terkecuali untuk melakukan acara pembelajaran.
- Adanya keterbukaan sistem administrasi data dan akuntansi yang bisa diakses oleh para pengguna yang lebih luas namun berkompeten.
- Semakin kaburnya batasan yang ada antar karyawan dan antar departemen sehingga memungkinkan terciptanya keterbukaan komunikasi dan kekerabatan pemasok-konsumen (supplier-customer relationship) dalam setiap tahapan proses administrasi.
- Adanya pengertian bahwa keputusan pimpinan bukanlah penyelesaian yang lengkap namun lebih sebagai eksperimen yang masuk akal (rational experiment).
Dalam konteks implementasi Learning Organization (LO) di madrasah, karakteristik-karakteristik tersebut mampu menjadi indikator untuk mengenali efektif atau tidaknya penerapan LO di madrasah. Selanjutnya jika dilihat dari disiplin LO sebagaimana yang dikemukan Senge (dalam Tjakraatmaja, 2006: 153), maka ada lima indikator yang memperlihatkan bahwa organisasi (termasuk madrasah) telah melaksanakan LO dengan baik ataukah tidak. Indikator-Indikator Learning Organization, adalah: hadirnya disiplin mastery learning, membuatkan visi (visi bersama), versi mental, pembelajaran tim, dan berpikir sistemik.
Disiplin Personal Mastery yakni disiplin yang mendorong suatu organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan era depannya, yang hanya akan terbentuk bila individu- individu para anggota organisasi mau dan bisa terus berguru menjadikan dirinya seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya kemampuan-kemampuan perorangan para anggota organisasi kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan keunggulan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya;serta kemampuan untuk melaksanakan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun keadaan kerja yang sesuai dengan kondisi organisasinya.
Disiplin Berbagi Visi memiliki arti bahwa oganisasi pembelajaran memiliki visi bareng , visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bareng ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan kesepakatan untuk senantiasa bareng , sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk mencar ilmu dan terus belajar memajukan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi langsung dengan visi organisasi, serta kemampuan membuatkan visi supaya meraih tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin perorangan yang diperlukan untuk membangun disiplin menyebarkan visi. Artinya, untuk menumbuhkan kesepakatan dan performansi yang tinggi dari seluruh karyawan, mesti dimulai dari adanya visi bareng .
Disiplin Mental Model, memiliki arti bahwa organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat bisa melihat aneka macam realitas yang ada, jikalau para anggota organisasi tidak mampu merumuskan perkiraan serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan selaku basis cara berpikir maupun cara menatap berbagai masalah organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bareng , serta tumbuhnya semangat menyebarkan nilai untuk menumbuhkan iman bersama sehingga menguatkan semangat dan akad kebersamaan, ialah disiplin yang diharapkan untuk membangun disiplin versi mental organisasi.
Disiplin pembelajaran tim akan efektif kalau para anggota golongan tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bareng . Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, sebab planning tanpa dibarengi tindakan aktual ialah ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan planning bareng sering terhambat hanyalah alasannya kita tidak bisa berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, kemampuan berhubungan tim, kemampuan berguru dan menyesuaikan diri, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, ialah disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.
Adapun Disiplin Berpikir Sistemik, berdasarkan Peter Senge (1990), yaitu keahlian untuk mengerti stuktur kekerabatan antara aneka macam aspek internal maupun eksternal yang mensugesti eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integrative dan tuntas, kemampuan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif, ialah disiplin yang diperlukan untuk membangun disiplin mencar ilmu sistemik