Orang Meninggal Namun Tak Sanggup Melunasi Utang, Bagaimana Nasibnya?

Berutang yakni sesuatu yg lumrah dilakukan dlm kehidupan sehari-hari oleh manusia kebanyakan. Baik oleh orang miskin maupun orang kaya. Tujuannya pun bermacam-macam sesuai dgn kebutuhan masing-masing orang.

Dalam hal mengeluarkan uang utang, ada orang yg sanggup melakukannya dgn segera, ada yg bisa melakukannya dlm waktu yg lama, ada pula yg tak sanggup sama sekali sebab aspek ekonomi.

Di samping itu, ada orang-orang yg sudah sanggup membayar utang namun sengaja mengulur-ulur pembayarannya dgn argumentasi yg tak terperinci. Inilah orang yg diancam oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dlm sabdanya,

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَعْ

“Mengulur-ulur waktu pembayaran utang oleh orang kaya (bisa) adalah kezhaliman, apabila piutang salah seorang dr kalian dialihkan pada orang kaya, hendaklah ia mendapatkannya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah & Ahmad).

Bagaimana jikalau orang yg sanggup mengeluarkan uang utang tetapi tak kunjung membayarnya hingga meninggal dunia, apakah arwahnya tergadai oleh utangnya?

Hal ini prnah ditanyakan pada Komite Tetap untuk Riset Ilmiah & Fatwa Arab Saudi. Jawabannya adalah sebagai berikut.

Mengenai hal ini terdapat hadits yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah & At-Tirmidzi, dr Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dr Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa dia bersabda,

نَفْسُ المُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Arwah seorang mukmin menggantung karena utangnya sampai utangnya itu terlunasi.”

Hukum ini berlaku pada orang yg mampu mengeluarkan uang utang sedangkan ia enggan melunasinya. Namun, bagi orang yg fakir (miskin) yg tak mempunyai harta untuk melunasinya, mudah-mudahan ia tak tergolong dlm hadits ini. Sebab, Allah Ta’ala telah berfirman,

  Pengertian Puasa dalam Kitab-Kitab Fikih Terkemuka

لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tak membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 286).

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan jika (orang berutang itu) dlm kesusahan, maka berilah batas waktu tenggang hingga ia memperoleh kelapangan. Dan kalau ananda menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, kalau ananda mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 280).

Begitu pula halnya dgn orang yg sudah memiliki niat untuk melunasi utangnya & ia meninggal sebelum melunasinya.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dlm hadits yg diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dr Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda,

 مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ

“Barangsiapa yg meminjam harta orang lain dgn niat untuk mengembalikannya maka Allah akan melunasinya, & barangsiapa yg meminjamnya dgn niat untuk merusaknya maka Allah akan merusaknya.” (HR. Al-Bukhari).

Demikian dikutip dr kitab Durus Al-Am karya Syaikh Dr. Abdul Malik Al-Qasim.

[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]