Sepulangnya dr Suriah, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab menuju ke sebuah pelosok desa yg sangat terpencil. Ia hendak melakukan investigasi terkait kepemimpinannya dgn bertanya pribadi pada rakyatnya. Maka didatangilah suatu gubuk reot yg dihuni oleh seorang nenek renta.
“Bagaimana pertimbangan Nenek ihwal Khalifah (Umar bin Khaththab) kita?” tanyanya.
“Semoga,” jawab nenek renta penuh emosi, “Allah Ta’ala tak memberikan ganjaran yg baik kepadanya.”
“Mengapa begitu?” tanyanya menyelidik.
“Dia sungguh jauh dr rakyatnya. Sejak menjadi Khalifah, ia tak pernah sekali pun berkunjung ke gubukku ini, apalagi memberi duit.” terang nenek renta penuh emosi.
Umar yg menyamar pun melaksanakan pembelaan diri. Bukankah kawasan tinggal si nenek amat jauh & terpencil? Bagaimana Khalifah mampu mengetahuinya?
“Subhanallah!” jawab si nenek, “mustahil seorang Khalifah tak mengetahui keberadaan rakyatnya, di mana pun mereka berada.”
Umar al-Faruq tersentak mendengar balasan si nenek. Air matanya meleleh. Tangisnya tak mampu dibendung karena dorongan rasa takut yg mendesak-desak, memuncak sampai ke rulung jiwanya. Betapa menjadi pemimpin itu bukanlah soalan yg sederhana.
Umar pun memberikan diri untuk memberikan uang sejumlah 25 dinar pada nenek tersebut. Ia menyampaikan, semoga si nenek menganggapnya selaku ganti atas kezaliman yg dilaksanakan oleh Khalifah.
Sesaat sehabis sang nenek menerima duit, berlalulah Sayyidina Ali bin Abu Thalib & Abdullah bin Mas’ud. Melihat ada Khalifah Umar, keduanya pun mengucap salam, “Assalamu’alaikum, ya Amirul Mukminin.”
Mendengar ucapan salam & sapaan dua orang tersebut, si nenek eksklusif gemetar. Ketakutan. beliau tak tahu bahwa di depannya yaitu Amirul Mukminin. Ia takut jika Umar akan menghukumnya lantaran ketidaksopanannya dlm berucap, barusan.
“Celakalah gue & ampunilah orang renta ini atas kelancangan tadi, wahai Amirul Mukminin.” Pekik si nenek, berharap ampunan. “Aku,” lanjutnya, “telah memaki Khalifah di hadapannya sendiri.”
“Tidak apa-apa, Nek,” sahut Umar, “semoga Allah Ta’ala meridhaimu.”
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab pun melepas baju bagian luarnya, kemudian menuliskan kalimat nan agung berikut ini:
Bismillahirrahmanirrahim. Dengan ini, Umar sudah menebus dosanya atas kezalimannya terhadap nenek yg merasa dizalimi oleh Umar, semenjak menjadi Khalifah hingga (kezaliman itu) ditebus dgn 25 dinar. Dengan ini, jika nenek tersebut mendakwa Umar di Mahsyar, maka Umar sudah bebas & tak ada kaitannya lagi.”
Allahu Rabii… Bagaimana dgn pemimpin-pemimpin kita dikala ini?
Wallahu a’lam. [Pirman/Wargamasyarakat]