Si Gombar Lokomotif bikinan tahun 1924 |
Si Gombar yakni lokomotif jalur pegunungan (Bergijn Locomotief) yang modern dari seri nomer ” D.D. Yang bermakna 8 buah roda besar di depan, berpasangan empat-empat (D.D.). Si Gombar produksi pabrik tahun 1924, memang ideal sekali untuk melalap tanjakan-tanjakan berat kawasan pegunungan Priangan, sambil mengangkut hasil perkebunan.
Jarang sekali orang mengungkapan dampak dari kehadiran jalur kereta api ke Bandung. Bagaimana pengaruhnya kepada pertumbuhan kota. Dan lebih penting bagi apa peranan alat transpor kereta api dalam menunjang perkembangan ekonomi Kota Bandung dan wilayah Priangan kebanyakan.
Tatkala jalur kereta api yang menghubungkan Batavia-Surabaya hanya ada satu lintasan melalui selatan Pulau Jawa, maka Kota Bandung merupakan kawasan stop over, alih kereta buat para penumpang.
Dari Jakarta ke Bandung ada empat formasi kereta dalam sehari, yang dinamakan Vlugge Vier (Empat Cepat..!), yang mulai diadakan pada tanggal 1 November 1934, Empat deretan kereta api Batavia-Bandung ini menjalani jalur baru lewat Cikampek-Purwakarta yang ditempuh persis sempurna dalam 21 jam.
Itulah sebabnya, dengan rasa gembira, Perusahaan kereta Api Negara ( Staats Spoorwagon/S.S.) memasang iklan segede gaah di koran pada waktu itu dengan teks : TENTJDE VAN G.G. DAENDELS, reisde men met snellepospaarden van Bandoeng naar Batavia IN 2 3/4 DAG, THAN met ‘ DEVLUGGE 4’IN 2 3/4 UUR !!
Artinya : Pada jaman Gubernur Jenderal Daendels, orang melaksanakan perjalanan dengan Kereta Pos tercepat dari Bandung ke Jakarta, memakan waktu 2 3/4 hari. Sekarang dengan Empat Cepat cuma dengan 2 3/4 jam..!!” Iklan ditutup dengan Empat motto : ” Staat Spoor Steed Sneller ” ( 4S). Artinya : Kereta Api Negara Selalu Lebih Cepat, Maart 1935).
Mungkin bila sekarang motto tadi berbunyi : ” PJKA Selalu Cepat”. Apa iya ?
Adapun relasi masih jadi kawasan alih kereta Api Bandung-Surabaya jaman baheula, ada dua gugusan kereta expres. Yaitu, satu formasi kereta ekspres Malam atau lazimdisebut ” Nacht Trein ” dan yang satu lagi ialah ekspres Siang yang menempuh Bandung-Surabaya dalam sehari. Makanya Kereta Ekspres Siang ini dinamakan ” eendagshce (sehari perjalanan).
Tatkala Bandung masih jadi daerah (stop over) buat penumpang perjalanan Batavia-Surabaya banyak manfaat dan keuntungan yang diperoleh warga Kota Bandung.
Para penumpang kereta api yang capek di perjalanan, memerlukan penginapan dan makan enak pastinya.
Maka pada tahun-tahun “belasan” itulah, tumbuh seperti jamur di ekspresi dominan hujan, hotel, losmen dan rumah penginapan murah disekitar Stasion Bandung. Antara lain di Jl.Gardujati, Jl.Kebonkawung, belakang Pasar, Gg. Suniaraja, Jl.Pasar Baru dsb. Inklusip kawasan lampu merah (WTS) di selatan setasion.
Hotel yang agak tidak mengecewakan sekitar Stasion Bandung tempo doeloe antara lain : “Hotel Andreas” di depan Stasion K.A. dan ” Grand National Hotel ” (Kantor Pusat PJKA kini) yang khusus diperuntukan bagi penggede Belanda.
Dampak lainnya yang tidak kurang menjinjing laba terhadap masyarakat Kota Bandung tempo dahulu, ialah semakin banyaknya restaurant, rumah makan, warung nasi, Toko P&D dan jenis jual beli yang lain. Memang sebenarnyalah Kota Bandung pada era sebelum Perang Duni II populer selaku kota yang paling banyak mempunyai Rumah Makan. Sumber : Wajah Bandung Tempo Doeloe – Haryoto Kunto.1984.