Musibah Paling Besar

Imam Al Ghazali membuktikan adanya bencana alam besar. Bahkan, bencana alam ini lebih besar dibandingkan petaka-musibah lain yg umumnya ditangisi manusia. Musibah paling besar tersebut yakni lalainya manusia dr makna Al Qur’an.

Membaca Al Qur’an, namun sekedar mengeja abjad-hurufnya. Membaca Al Qur’an, namun sekedar membunyikan kalimat demi kalimatnya. Sekedar suara yg keluar dr ekspresi, tak masuk ke hati, bahkan tak melalui kerongkongan. Tidak mengerti artinya, sehingga tak ada perbedaan perasaan tatkala membaca satu ayat dgn ayat yang lain. Tidak mengenali maknanya, sehingga tak ada pergantian situasi jiwa tatkala membaca ayat-ayat yg pertanda nikmat & ayat-ayat yg pertanda adzab.

Tentu, membaca Al Qur’an lebih baik daripada sama sekali tak pernah menyentuhnya. Orang yg membaca Al Qur’an lebih baik daripada orang yg lisannya tak pernah basah dgn ayat-ayatNya. Namun membaca Al Qur’an sekedar membaca, belumlah cukup bagi hambaNya. Sebab cuma membaca tanpa mengetahui tak ubahnya seperti abai.

“Berkatalah Rasul, ‘Ya Tuhanku, bahwasanya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yg tak diacuhkan’” (QS. Al Furqon : 30)

Bagaimana mungkin kita akan mengacuhkan Al Qur’an jikalau kita tak mengerti artinya. Sebagaimana kita tak bisa mentaati rambu-rambu bila tak mengenali tujuannya.

Bagaimana mungkin kita akan mengacuhkan Al Qur’an jikalau kita tak mengetahui apa isinya. “Mereka tak mengacuhkannya serta tak menjadikannya selaku aliran kehidupan,” terang Sayyid Qutb dlm Fi Zhilalil Qur’an, “Padahal Al Qur’an itu datang agar menjadi manhaj kehidupan yg menuntun mereka ke jalan yg paling lurus.”

Para teman Nabi mencontohkan bagaimana mereka menyebabkan Al Qur’an laksana isyarat panglima militer pada prajuritnya. Mereka memahami kode itu dgn baik & secepatnya mematuhinya. Saat membaca Al Qur’an, nuansa hati mereka pula terbawa dlm setiap makna. Maka tak heran jikalau mereka menangis ketika membaca & mentadabburinya.

  Alasan Kenapa Pahala Sabar Itu Unlimited

“Disukai menangis tatkala membaca Al Qur’an,” simpul Al Ghazali, “Caranya yakni menyanggupi hati dgn rasa duka & takut dgn menghayati kandungannya baik berupa bahaya atau komitmen-akad. Kemudian mengamati kelalaian atas semua itu. Jika hatinya tak mampu mendatangkan ras sedih, hendaklah ia menangis sebab kehilangan hal itu & menyadari bahwa itu merupakan bencana alam yg paling besar.” [Muchlisin BK/wargamasyarakat]