BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ialah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, utamanya pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah sudah melaksanakan banyak sekali upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional di antaranya melalui pengadaan buku dan alat pelajaran, aneka macam training dan peningkatan kompetensi guru, perbaikan dan pengadaan fasilitas dan prasarana
pendidikan, dan peningkatan kualitas administrasi sekolah. Namun demikian dilihat dari berbagai indikator kualitas pendidikan belum menunjukan peningkatan yang adil (equity) dan merata (equality).
Guru merupakan sumber daya manusia yang berada di front paling depan kawasan ketika terjadinya interaksi berguru mengajar. Hal itu mengandung makna bahwa upaya mengembangkan kualitas pendidikan harus dimulai dari guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dalam memaksimalkan kinerja mengajar guru ialah dalam rangka melakukan peran dan pekerjaannya, maka kepala sekolah yang berkualitas mesti mampu mempengaruhi, menggerakkan, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintahkan, melarang, dan bahkan memberikan sanksi, serta membina dalam rangka meraih kinerja sekolah secara efektif dan efisien.
Namun, hal tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya motivasi dan etos kerja dalam melakukan tugas dan kewajibanya dari masing-masing bagian-bagian pendidikan. Berikut akan dipaparkan tentang motivasi dan etos kerja kependidikan Islam yang meliputi hakikat motivasi, beberapa teori motivasi, beberapa bentuk motivasi dalam pendidikan Islam, hakikat etos kerja serta fungsi motivasi dalam memajukan etos kerja dalam pengelolaan pendidikan Islam.
2. Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batas-batas persoalan dalam makalh ini yakni:
a. Hakikat Motivasi
b. Teori Motivasi
c. Bentuk Motivasi Dalam Pendidikan Islam
d. Hakikat Etos Kerja
e. Fungsi Motivasi dalam Meningkatkan Etos Kerja dalam Pengelolaan Pendidikan Islam
3. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
a. Hakikat Motivasi
b. Teori Motivasi
c. Bentuk Motivasi Dalam Pendidikan Islam
d. Hakikat Etos Kerja
e. Fungsi Motivasi dalam Meningkatkan Etos Kerja dalam Pengelolaan Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hakikat Motivasi
Motif atau motivasi berasal dari kata Latin “moreve” yang bermakna dorongan dari dalam diri insan untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata “needs” atau “want”. Needs ialah suatu peluangdari dalam diri insan yang perlu ditanggapi atau direspons. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut dan risikonya yaitu orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas. Apabila kebutuhan tersebut belum direspons maka akan senantiasa berpeluang untuk timbul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud.[1]
Kata motivasi berasal dari kata motif yang artinya sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak dan berbuat.[2] Kata motif mampu diartikan selaku daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif ialah daya pelopor dari dalam dan di dalam subjek untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu demi meraih tujuan. Berawal dari kata motif ini, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah daya pencetus yang telah aktif. [3] istilah motivasi bekerjasama dengan ide gerakan. Motivasi bermakna prilaku yang dikerjakan untuk memenuhi keperluan tertentu yang dirasakan.[4] Motivasi juga mampu diartikan selaku seseuatu yang membuat seseorang menyelesaikan pekerjaan dengan semangat, sebab orang itu ingin melakukannya[5]
Adapun pengertian motivasi berdasarkan pendapat para ahli sungguh berbagai di antaranya:
a) Menurut Mc. Donald motivasi yaitu sebuah pergeseran energi di dalam langsung seseorang yang di tandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan.[6]
b) Menurut Steer dan Porter perumpamaan motivasi atau motivation berasal dari kata latin adalah mofer yang berarti menggerakkan (to move). Menurut Barelson dan Steiner motivasi merupakan kondisi usaha batin yang menggerakkan suatu impian dan dorongan yang menjadikan acara atau gerakan.
c) Menurut Terry motivasi ialah harapan yang terdapat pada diri seorang individu yang meransang mereka untuk melakukan tindakan-langkah-langkah.[7]
d) Dalam konteks pengembangan organisasi, Flippo merumuskan bahwa motivasi yaitu sutau isyarat pegawai dalam sebuah organisasi supaya mau melakukan pekerjaan sama dalam meraih impian para pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan organisasi.
e) Dalam konteks yang serupa, Duncan mengemukakan bahwa motivasi adalah setiap usaha yang didasarkan untuk menghipnotis sikap seseorang dalam memajukan tujuan organisasi semaksimal mungkin.
f) Hasibuan merumuskan bahwa motivasi yakni suatu perangsang cita-cita dan daya pencetus kemauan bekerja seseorang.
Dari beberapa definisi di atas dapat diketahui motivasi pada hakikatnya yaitu cita-cita yang ada dalam diri seseorang yang meransang seseorang untuk melakukan suatu tindakan.
Motivasi berkenaan dengan tujuan yang langsung menjadi arah langkah-langkah tanpa tujuan yang terang, sulit ditemukan motivasi yang kuat untuk mencapainya motivasi merupakan acara yang telah mendorong dan berkelenjutan (bertahan terus menerus) artinya tanpa adanya dorongan yang terus menerus tidak mungkin motivasi akan muncul.[8]
2. Beberapa teori motivasi
Banyak sekali teori motivasi yang dikemukakan para andal di antaranya:
a. F.W.Taylor dan Manajemen Ilmiah, pendekatan ini memusatkan perhatian menciptakan pekerjaan seefektif mungkin dengan merampingkan sistem kerja, pembagian tenaga kerja, dan evaluasi pekerjaan. Pekerjaan dibagi ke dalam aneka macam unsur, diukur dengan teknik-teknik observasi pekerjaandan diberi imbalan sesuai dengan produktivitas. Dengan pendekatan ini, motivasi yang disebabkan imbalan keuangan mampu dicapai dengan memenuhi target-sasaran keluaran. Masalah pokok dengan pendekatan yaitu pendekatan itu menganggap uang merupakan motivasi utama.
b. Hierarki kebutuhan Maslow, dalam teori di kemukakan sebuah klasifikasi keperluan yang berisikan lima tingkat kebutuhan manusia yaitu kebutuhan fisiologis, perlindungan, afeksi atau kebutuhan sosial, penghargaan dan keperluan aktualisasi diri.
c. Teori keberadaan, keterkaitan dan perkembangan, Aldefer merumuskan kembali teori Maslow dalam tiga kalangan yang dinyatakan selaku keberadaan, keterkaitan dan pertumbuhan yakni:
1) Kebutuhan akan keberadan adalah semua kebutuhan yang berhubungan dengan eksistensi insan yang dipertahankan dan berhubungan dengan keperluan fisiologis dan rasa kondusif pada hierarki Maslow
2) Kebutuhan keterkaitan berhubungan dengan kebutuhan hubungan kemitraan
3) Kebutuhan kemajuan ialah kebutuhan yang berafiliasi dengan kemajuan potensi perorangan dan dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diriyang dikemukakan Maslow.[9]
d. Teori dua aspek/ imotivator-hygiene, teori dikembangkan oleh Herzbeg dan Synderman. Teori ini menyimpulkan bahwa kejadian-insiden kasatmata didomonasi oleh faktor-aspek intrinsik pekerjaan yang mencakup prestasi, rekognisi, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, perkembangan dan pertumbuhan. Aspek-faktor inilah yang yang disebut faktor-faktor motivasi. Sedangkan kejadi-peristiwa negatif yang didominasi oleh aspek-faktor ekstrinsik yang mencakup kebijakan organisasi, gaji, kekerabatan dengan atasan atau sesama pekerja, dan gaya kepengawasan disebut dengan faktor hygiene.
e. Teori reformulasi, teori ini merupakan penyesuaian dari teori dua aspek. Teori ini membuatkan teori dua aspek di atas menjadi tiga aspek ialah faktor motivator yang mencakup prestasi, rekognisi, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan, lalu faktor ambient yang meliputi honor, hubungan dengan atasan, peluang, kemungkinan untuk berkembang, dan status dan yang terakhir faktor hygiene yang meliputi hubungan para bawahan, kekerabatan sobat sejawat, teknik supervisi, kecerdikan dan manajemen, keselamatan pekerjaan dan kebutuhan pribadi.[10]
f. Teori Hedonisme, hedonisme yaitu bahasa Yunani yang mempunyai arti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme ialah sebuah aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia yaitu mencari kesenangan yang bersifat duniawi. Pada masa ketujuh belas, Hobbes menyatakan bahwa apapun sebab yang diberikan seseorang untuk perilakunya, sebab-alasannya terpendam dari semua perilaku ialah kecendrungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan. Implikasi dari teori ini yaitu adanya fikiran bahwa semua orang cenderung menghindari hal-hal yang menyulitkan dan lebih menyukai melaksanakan tindakan yang menghadirkan kesenangan.
g. Teori naluri, teori ini ialah bab terpenting dari pandangan mekanisme terhadap insan. Naluri ialah suatu kekuatan biologis bawaan, yang mempengaruhi anggota badan untuk berlaku dengan cara tertentu dalam kondisi sempurna. Sehingga semua aliran dan perilaku manusia merupakan hasil dari naluri yang diwariskan dan tidak ada hubungannya dengan akal. Menurut teori naluri, seseorang tidak menentukan tujuan dan tindakan, akan namun dikuasai oleh kekuatan-kekuatan bawaan, yang memilih tujuan dan perbuatan yang akan dilakukan.
h. Teori reaksi yang dipelajari, teori ini menurut acuan dan tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang mencar ilmu paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat dia hidup dan dibesarkan. Oleh alasannya itu, teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, bila seorang pemimpin atau seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin atau pendidik itu hendaknya mengenali betul-betul latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.
i. Teori pendorong, teori ini ialah perpaduan antara “teori naluri” dengan “teori reaksi yang dipelajari.” Daya pendorong yaitu semacam naluri, tetapi hanya sesuatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.[11]
Beberapa teori motivasi di atas terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari masing-masing teori. Persamaan dan perbedaan ini timbul sebab mereka mengerti motivasi sesuai dengan latar belakang keilmuan mereka.
3. Bentuk – Bentuk Motivasi dalam Pendidikan Islam
Ada beberpa bentuk motivasi dalam pendidikan berdasarkan Para ahli di antaranya ialah:
a. Motivasi Tradisonal
Bentuk motivasi ini menekankan bahwa untuk memotivasi bawahan supaya mereka meningkatkan kinerjanya, perlu pertolongan isentif yang pastinya diberikan kepada yang berprestasi tinggi atau kinerja baik. Karyawan yang mempunyai prestasi makin baik, maka semakin banyak atau semakin sering karyawan tersebut menerima insentif.
Hal ini mampu dilihat dari kesepakatan Allah terhadap para syuhada dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 111:
b. Model Hubungan Manusia
Model ini menekankan bahwa untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan, perlu dilakukan legalisasi atau memperhatikan keperluan sosial mereka, meyakinkan kepada setiap karyawan bahwa setiap karyawan ialah penting dan berkhasiat bagi organisasi. Oleh alasannya itu, versi ini lebih menekankan memperlihatkan keleluasaan berpendapat, berkreasi, dan berorganisasi, dan sebagainya bagi setiap karyawan, dibandingkan dengan menawarkan insentif materi.
c. Model Sumber Daya Manusia
Menurut versi ini setiap insan cenderung untuk meraih kepuasan dari prestasi yang dicapai, dan prestasi yang bagus tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Oleh sebab itu, menurut versi sumber daya insan ini, untuk memajukan motivasi karyawan, perlu memberikan tanggung jawab dan peluang yang seluas-luasnya bagi mereka. Motivasi dan gairah kerja karyawan akan meningkat kalau kepada mereka diberikan kepercayaan dan potensi untuk menunjukan kemampuannya. Memberikan reward dan punishment oleh atasan kepada bawahan juga mampu dipandang sebagai upaya peningkatan motivasi kerja.[12]
Dari beberapa teori motivasi yang sudah dijelaskan dapat diketahui keunggulan dan kelemahan dari tiap-tiap teori tersebut, tetapi jika dilihat kembali semua teori tersebut bisa saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Makara, dalam penerapan hendaknya pendidik tidak terpokus hanya pada satu teori saja namun bisa mengkombinasikan teori-teori yang ada. Sebagaimana sudah dikenali bahwa motivasi ialah dorongan bagi tindakan seseorang, seorang pendidik harus mengetahui mengapa seorang akseptor didik melaksanakan satu langkah-langkah dan apa tujuan dari tindakan yang dia lakukan. Untuk mengetahui hal tersebut pendidik harus mengusut apa aspek yang mendorongnya (dari dalam) atau ada peransang/stimulus (dari luar) yang menariknya untuk melaksanakan tindakan tersebut.
Untuk membuatkan motvasi yang baik kepada peserta bimbing, pendidik harus bisa membina kepribadian penerima latih supaya terbentuk dalam diri peserta didik motif-motif yang mulia, luhur dan dapat diterima penduduk . Hal ini bisa dikerjakan dengan menyediakan lingkungan yang baik baik di sekolah maupun dalam keluarga, memupuk persaingan sehat antara penerima didik, menjadikan perasaan puas kepada prestasi yang diperoleh akseptor bimbing. Pada lazimnya keberhasilan itu akan diperoleh dengan pengaruh yang besar dari motivasi intrinsik dari pada motivasi ekstrinsik, oleh sebab itu bangunlah motivasi intrinsik akseptor bimbing dengan baik.[13]
4. Hakikat Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memperlihatkan arti perilaku, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinana akan sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oeh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibuat oleh aneka macam kebiasaan, imbas budaya, serta sistem nilai yang diyakininya.[14]
Dalam etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan menghindari segala kerusakan sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk meminimalisir bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya. Akibatnya, seorang muslim yang mempunyai keprbadian qur’ani pastilah akan memperlihatkan etos kerja yang bersikap dan berbuat serta menciptakan segala sesuatu secara sungguh tekun dan tidak pernah menjalankan sesuatu setengah hati.
Dengan etos kerja yang bersumber dari dogma qur’ani, ada semacam keterpanggilan yang sangat besar lengan berkuasa dari lubuk hatinya, alasannya adalah beliau bekerja atas dasar ketulusan kepada Allah SWT. Ketulusan kepada Allah SWT mampu diartikan dengan impian terhadap ganjaran dari Allah SWT, ialah faktor utama yang mendorong seseorang untuk bekerja. Karena itu bekerja tetap didasarkan pada nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT dan inilah investasi besar umat Islam.[15]
Islam mengakui pentingnya bahan tetapi bukan penganut materialisme. Dengan kata lain materi bukan merupakan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Di samping itu Allah juga memerintahkan manusia supaya berbuat yang terbaik dan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin yang disebut juga dengan ihsan, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Qashasas ayat 77.
Kaprikornus, perintah untuk berbuat ihsan mendorong seseorang agar melakukan pekerjaan secara profesional dan dengan etos kerja yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan etos kerja yakni totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, menatap, meyakini, dan memberikan makna terhadap sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang maksimal.
5. Fungsi Motivasi dalam Meningkatkan Etos Kerja dalam Pengelolaan Pendidikan Islam
Keberhasilan dalam pengelolaan pendidikan Islam atau sebuah institusi atau organisasi ditentukan oleh dua aspek utama yakni SDM dan fasilitas kerja. Dari kedua aspek utama tersebut SDM lebih penting daripada sarana dan prasarana penunjang. Secanggih dan selengkap apapun kemudahan pendukung yang dimiliki sebuah organisasi kerja, tanpa adanya sumber daya yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya, maka niscaya organisasi tersebut tidak dapat berhasil merealisasikan visi, misi, dan tujuan organisasinya.
Menurut Gibson maupun Stoner yang disadur oleh Soekidjo beropini bahwa motivasi yaitu ialah faktor yang besar lengan berkuasa dalam memajukan etos kerja dalam pengelolaan pendidikan Islam terutama. Oleh alasannya itu, dalam rangka upaya meningkatkan etos kerja, maka intervensi kepada motivasi sangat penting dan direkomendasikan.[16]
Di antara fungsi motivasi dalam meningkatkan etos kerja dalam pengelolaan pendidikan Islam adalah:
a. Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai atau karyawan, dalam hal ini Allah pun memotivasi hamba-Nya untuk melakukan pekerjaan yang terdapat dalam al-Qura’an surat at-Taubah ayat 105.
b. Meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya akan memajukan etos kerjanya.
c. Meningkatkan produktivitasnya.
d. Meningkatkan kedisiplinan SDM.
e. Meningkatkan kedatangan kerja karyawan.[17]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan impian yang ada dalam diri seseorang yang meransang dia untuk melaksanakan satu langkah-langkah. membahas tentang motivasi banyak toeri ihwal motivasi yang dimunculkan oleh para mahir. Teori yang mereka jelaskan sesuai dengan bidang keilmuan mereka. Namun dari beberapa teori yang telah diterangkan pemakalah dapat memahami bahwa teori motivasi merupakan pengetahuan yang membicarakan perihal cara yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya baik itu kebutuhan instrinsik maupun kebutuhan ekstrinsik. keperluan-kebutuhan itulah yang mendorong insan untuk melakukan suatu tindakan atau gerakan.
2. Saran
Setelah kita membahas makalah perihal motivasi dan etos kerja, dibutuhkan kita bisa memahami apa hakikanya motivasi dan etos kerja dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam pengerjaan makalah ini mungkin terdapat kesalahan baik dari sisi penulisan maupun dari segi isi makalah,oleh sebabi itu pemakah minta maaf. Kritik dan saran dosen pembmibing dan mitra-kawan akseptor diskusi sangat diharapakan untuk penyempurnaan penulisan makalah ini.
[1]Naskah Asli Dapat Dipesan Via email di buku tamu