Model-Versi Pembelajaran Kreatif

a.   Model Pembelajaran Kontekstual
CTL selaku sebuah pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas –asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Ketujuh asas tersebut antara lain:
1.    Konstruktivisme
Konstruktivisme ialah proses membangun atau menyusun wawasan gres dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
2.    Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan inovasi melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan namun hasil dari proses memperoleh sendiri.
3.    Bertanya
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan isu begitu saja,akan namun memancing biar siswa mampu memperoleh sendiri.Karena itu peran mengajukan pertanyaan sangat penting,sebab lewat pertanyaan-pertanyaan guru mampu membimbng dan mengarahkan siswa untuk mendapatkan setiap materi yang dipelajarinya.
4.    Masyarakat mencar ilmu
5.    Dalam CTL penerapan penduduk mencar ilmu dapat dijalankan dengan menerapkan pembelajaran melalui golongan belajar.Siswa dibagi dalam kalangan-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat dari kesanggupan belajar dan kecepatan belajarnya.
6.    Pemodelan 
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, yakni proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu selaku acuan yang mampu ditiru oleh setiap siswa.
7.    Refleksi
Melalui refleksi pengalaman mencar ilmu itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada kesannya akan menjadi bagian dari wawasan yang telah dibentuknya.
8.    Penilaian Nyata
Penilaian aktual (authentic assesement ) ialah proses yang dijalankan guru untuk menghimpun berita perihal pertumbuhan belajar yang dikerjakan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengenali apakah siswa benar-benar mencar ilmu atau tidak.apakah wawasan mencar ilmu siswa memiliki imbas yang nyata terhadap kemajuan baik intelektual maupun mental siswa.
b.  Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Kagan (1994) pembelajaran kooperatif ialah strategi pengajaran yang berhasil di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kesanggupan yang berlainan, menggunakan berbagai acara belajar untuk memajukan pengertian mereka wacana sebuah subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak cuma untuk mencar ilmu apa yang diajarkan namun juga untuk membantu rekan mencar ilmu, sehingga membuat suasana prestasi bantu-membantu.
Pembelajaran kooperatif di rancangan sebagai contoh pembelajaran yang dibangun oleh lima komponen penting sebagai prasyarat, selaku berikut:
1.    Saling ketergantungan secara konkret  (Positive Interdependence).  Bahwasanya setiap anggota tim saling membutuhkan untuk berhasil.
2.    Interaksi eksklusif  (Face-to-Face Interaction). Memberikan potensi kepada siswa secara perorangan untuk saling membantu dalam memecahkan persoalan, memberikan umpan balik yang diperlukan antar anggota untuk semua individu, dan mewujudkan rasa hormat, perhatian, dan dorongan di antara individu-individu sehinga mereka termotivasi untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.
3.    Tanggung jawab individu dan kalangan (Individual & Group Accountability). Bahwasanya tujuan mencar ilmu bareng ialah untuk menguatkan kesanggupan akademis siswa, sehingga kontribusi siswa harus adil.
4.    Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil(Interpersonal & small-Group Skills). Asumsi bahwa siswa akan secara aktif menyimak , menjadi hormat dan perhatian, berkomunikasi secara efektif, dan dapat dipercaya tidak senantiasa benar.. Keterampilan sosial harus mengajarkan kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun keyakinan, komunikasi, keterampilan manajemen pertentangan.
5.    Proses kerja kelompok (group processing). Proses kerja kalangan memberikan umpan balik terhadap anggota kelompok perihal partisipasi mereka, menunjukkan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran kolaboratif anggota, menolong untuk menjaga kekerabatan kerja yang bagus antara anggota, dan menyediakan sarana untuk merayakan keberhasilan kelompok. 
Metode dalam pembelajaran kooperatif:
1)      Metode Student Achievement Divisions (STAD)
2)      Metode Jigsaw
3)      Metode Group Investigation (GI)
4)      Metode Struktural
c. Metode Pembelajaran Kuantum
Pembelajaran kuantum bermakna interaksi-interaksi yang mengganti energi menjadi cahaya karena semua energi yakni kehidupan dan dalam proses pembelajarannya mengandung keberagaman dan interdeterminisme.
Secara biasa , Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) memiliki karakteristik selaku berikut:
1.     Berpangkal pada psikologi kognitif.
2.    Bersifat humanistik, insan selaku pembelajar menjadi sentra perhatian.
3.    Bersifat konstruktivistis, artinya menggabungkan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor kesempatandiri manusia sebagaipembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
4.    Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna.
5.    Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf kesuksesan tinggi.
6.    Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
7.    Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran.
8.    Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
9.    Menyeimbangkan keahlian akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
10. Menanamkan nilai dan kepercayaan yang kasatmata dalam diri pembelajar.
11. Mengutamakan keberagaman dan keleluasaan selaku kunci interaks.
12. Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses
Prinsip dasar yang terdapat dalam pembelajaran Quantum yaitu:
1.    Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam dunia mereka (siswa).
2.    Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut:
a.    Segalanya dari lingkungan.
b.    Segalanya bermaksud.
c.    Pengalaman mendahului pemberian nama.
d.    Akuilah setiap perjuangan.
3.    Pembelajaran mesti memiliki pengaruh bagi terbentuknya keunggulan. Ada delapan kunci kelebihan dalam pembelajaran kuantum ialah:
a.    terapkan hidup dalam integritas, sehingga akan memajukan motivasi berguru.
b.    akuilah kegagalan mampu menenteng kesuksesan
c.    berbicaralah dengan niat baik
d.    tegaslah akad.
e.    jadilah pemilik, mengandung arti bahwa siswa dan guru mempunyai rasa tanggung jawab sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna dan berkualitas.
f.     tetaplah lentur.
g.    Pertahankan keseimbangan
d. Model Pembelajaran Terpadu
Prinsip-prinsip pembelajaran terpadu antara lain:
1.    Prinsip penggalian tema
a.    Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah mampu digunakan menggabungkan banyak bidang studi.
b.    Tema mesti memiliki arti artinya bahwa tema yang diseleksi untuk dikaji mesti menawarkan bekal bagi siswa untuk belajar berikutnya.
c.    Tema harus diubahsuaikan dengan tingkat pertumbuhan psikologis anak
d.    Tema yang dikembangkan mesti bisa mewadahi sebagian besar minat anak
e.    Tema yang dipilih hendaknya menimbang-nimbang penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam jangka waktu berguru
f.     Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta keinginan dari penduduk
g.    Tema yang diseleksi hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber berguru.
2.    Prinsip pelaksanaan terpadu:
a.    guru hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses berguru mengajar
b.    pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus terperinci dalam setiap tugas  yang menuntut adanya kerjasarna kelompok
c.    guru perlu akomodatif kepada ilham-ilham yang sering kali sama sekali tidak terpikirkan dalam proses perencanaan.
3.    Prinsip evaluatif adalah :
a.    memberi potensi terhadap siswa untuk melaksanakan penilaian diri di samping bentuk penilaian lainnya
b.    guru perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan mencar ilmu yang telah dicapai berdasarkan persyaratan keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam perjanjian .
4.  Prinsip reaksi, pengaruh pengiring (nuturan efek) yang penting  bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam aktivitas berguru mengajar. Karena itu, guru dituntut supaya bisa menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru mesti bereaksi kepada reaksi siswa dalam semua “event“ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit namun ke suatu kesatuan utuh dan berarti.
e.    Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ialah sistem pembelajaran yang memakai masalah selaku langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan wawasan baru. Metode ini juga berkonsentrasi pada keaktifan penerima asuh dalam kegiatan pembelajaran. Peserta asuh tidak lagi diberikan materi mencar ilmu secara satu arah seperti pada sistem pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diperlukan penerima didik mampu mengembangkan wawasan mereka secara mandiri. PBL juga memberi potensi akseptor latih untuk mempelajari teori lewat praktek. Peserta latih bukan cuma perlu mencari konklusi namun juga perlu menganalisis data.
Dengan menggunakan pendekatan PBM ini, siswa akan melakukan pekerjaan secara kooperatif dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah bantu-membantu dan yang paling penting membina kemahiran untuk menjadi siswa yang berguru secara sendiri (Hamizer, dkk, 2003). Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berhubungan dengan ilham yang dihasilkan serta yang hendak dikerjakan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) sudah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
1.    Pembelajaran berpusat dengan dilema.
2.    Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3.    Pengetahuan yang diperlukan diraih oleh siswa saat proses pembelajaran disusun menurut persoalan.
4.    Para siswa bertanggung jawab kepada proses pembelajaran mereka sendiri.
5.    Siswa aktif dengan proses bareng .
6.    Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7.    Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang memiliki arti.
8.    Siswa berpotensi untuk meningkatkan serta mengorganisasikan wawasan.
9.    Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.