Model Pendekatan Tafsir

Abstrak  :
Islam  merupakan  salah  satu  agama samawi yang diyakini  oleh  pemeluknya  sebagai  jalan  hidup (way of life), tidak  dapat  dipungkiri  transformasi  mental  dan  sosial  yang dibawah  oleh Islam  telah  mempesona perhatian  berbagai  golongan akademisi  baik yang  beragama Islam (insider) maupun non muslim (outsider). Kajian Islam  dalam  istilah  lain  disebut studi islam (Islamic studies) yakni   sebuah  disiplin ilmu yang membicarakan Islam, baik  sebagai ajaran,  kelembagaan,  sejarah maupun kehidupan  umatnya. Studi  Islam,  dilihat  dari  ruang lingkup  kajiannya, berupaya  mengkaji Islam  dalam  berbagai aspeknya dan dari berbagai perspektif dan pendekatan.
Kata  kunci: Model  Pendekatan  tafsir,  Studi  Islam,  Perpektif dan Pendekatan
Pendahuluan
Sebuah  aksioma  bahwa  sumber  utama  aliran  Islam  ialah  al-Alquran,  Kitab  suci  ini  memiliki kekuatan  luar  biasa  yang  berada  di  luar kesanggupan  apapun (Taufik  Adnan 2005:1), bagi  kaum Muslimin  al-Qur’an  ialah kalamullah yang  diwahyukan  terhadap  Nabi  Muhammad melalui  perantaraan Jibril  selama  kurang  lebih  dua  puluh  tiga  tahun. Terdapat  dua  hal  yang sungguh  penting  dalam  memandang  al-Qur’an. Pertama, al-Alquran merupakan petunjuk bagi manusia dalam menjalankan perannya selaku khalifah di tampang bumi. (Lihat : Qs.2:185)

Kedua, bahwa  al-Qur’an  itu  merupakan  bahasa  Allah,  karena  al-Qur’an itu  sendiri  berasal  dari Allah,  walaupun  itu  dinyatakan  dalam  bahasa insan (bahasa Arab) (Lihat : Qs.20:113), Agar manusia dapat menjadikan al-Qur’an selaku   isyarat ,  maka  insan harus  berusaha memahaminya dengan baik, alasannya itu mengerti dan mengkaji  al-Qur’an ialah sebuah keharusan  apalagi  lagi al-Qur’an ialah sumber ajaran Islam dan salah satu caranya melalui tafsir. Secara defacto kajian  tafsir  al-Alquran mampu  dikatakan  bagian  dari  kajian  keIslaman dan disisi  lain  dapat  juga  dijadikan  sebagai  sebuah model  pendekatan  dalam kajian keIslaman.

Makalah  ini  dalam  fokus  khususnya,  membicarakan  salah  satu  versi pendekatan dalam kajian keIslaman yaitu pendekatan tafsir. Model pendekatan  tafsir  yang  dimaksud  yakni teladan,  contoh,  ragam  atau macam (W.J.S. Poerwadarmint 1991:653) cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam bidang ilmu tafsir yang selanjutnya dipakai dalam mengerti  Islam (Abudin  Nata1998 : 28).  Kajian  yang  penulis kerjakan ini  termasuk  kajian  kualitatif,  kajian  ini  bersifat  deskriptif  analitis ialah menawarkan keterangan dan citra yang sejelas-jelasnya, secara sistematis, obyektif dan kritis ihwal pemahaman tafsir, objek kajian tafsir, fungsi  dan  kedudukan  tafsir, langkah-langkah  pendekatan  tafsir,  versi-model pendekatan tafsir  dan  perkembangannya serta pengaruh  produk tafsir dan pengamalannya dalam kehidupan.
Pengertian Tafsir Secara etimologi kata tafsir berasal dari bahasa  Arab yang berupa mashdar dari kata fassar-yufassiru-tafsiran yang  berarti al-bayan  atau  al-idhah (klarifikasi, uraian, keterangan interpretasi dan komentar) (al-Zarqani  t.th :  5). Ada  juga  yang  menyampaikan  kata  tafsir berasal dari kata fasr dan tafsirah yang mempunyai arti pengamatan dokter kepada air (al-fasr) dan  urine yang digunakan selaku indikator penyakit (tafsirah). Secara biasa perkataan tafsir  mengandung  arti menjelaskan,  menguraikan atau dapat dibilang bahwa tafsir mengandung arti penjelasan atau  penafsiran. Sementara itu, secara konseptual  tafsir sering didefiniskan sebagai kasyf al-murad ‘an al-lafdhal-musykil (menerangkan apa yang dimaksudkan dari kalimat yang merepotkan) (al Zarkasy t.th: 147).
Dalam bahasa teknis, tafsir kemudian digunakan dalam arti klarifikasi, penafsiran dan komentar terhadap  al-Quran yang berisi tindakan untuk menemukan pengetahuan yang berperan membantu  mengerti  alQuran, menjelaskan makna dan mengklarifikasi  implikasi-implikasi hukumnya. Karena  itu,  para  praktisi  tafsir  mendefenisikan tafsir sebagai ilmu yang bekerjasama dengan upaya mengetahui  atau menerangkan makna al-Alquran dalam batas kapasitas manusia (al-Dhahabi 1961 : 15).

Dari  defenisi  diatas  mampu  dijelasakan  bahwa ; Pertama, dilihat dari   segi   objek   pembahasan adalah kitabullah (   al-Qur’an   )   yang didalamnya   terkandung   firman   Allah   Swt   yang   diturunkan   terhadap
Muhammad  Saw  melalui  malaikat  Jibril. Kedua, dilihat  dari  sisi  fungsi dan     maksudnya     yakni    menjelaskan,     mengambarkan,     menelisik kandungan  al-Qur’an  sehingga  ditemui  pesan yang tersirat,  aturan,  ketetapan  dan fatwa  yang  terkandung  didalamnya. Ketiga, dilihat  dari  sisi  sifat  dan kedudukannya  yakni  hasil  akal sehat,  kajian,  dan ijtihad para  mufassir yang  didasarkan  pada  kesanggupan  dan  kesanggupan  yang  dimilikinya, sehingga sebuah saat mampu ditinjau kembali (Abudin Nata : 210-211).

Sejarah Perkembangan dan Ragam Pendekatan Tafsir 

Periodesasi Kelahiran, Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir Tafsir   al-Qur’an   sudah   melewati   fase-fase   pertumbuhan   dan kemajuan  yang  cukup  panjang  ,  semenjak  dari  mula  pertamanya  pada masa  nabi  SAW  hingga  sekarang.  Oleh   sebab  itu  perlu   diketahui priodesasi   pertumbuhannya,   agar   mampu   dikenali   pasang   surutnya,sumber  dan  metodenya,  serta  oreantasi  dan  sistematikanya.  Para  pakar menjelaskan  sejarah  tafsir  al-Qur’an  dalam  tiga  klasifikasi  utama  ialah kelahiran,  kemajuan  dan  perkembangan (Nasruddin  Baidan  2003  : 4-23).

Pertama: Masa  Kelahiran  ;  Pertama  kali  al-Qur’an  turun,  beliau pribadi  ditafsirkan  oleh  Allah  yang  menurunkan  al-Qur’an  tersebut. Artinya sebagian ayat yang turun itu menafsirkan  (menjelaskan) bagian yang lain sehingga pendengar atau pembaca mampu memahami maksudnya secara baik menurut penjelasan ayat yang turun itu. Sebagai contoh : ayat yang pertama kali turun (bacalah dengan nama tuhanmu
) kita tidak tahu  siapa  tuhanmu  yang  dimaksud,  kemudian  Allah  menerangkan  berikutnya bahwa  tuhanmu  ( yang  sudah  membuat)  kalimat  ini  masih  sungguh lazim  lalu  Allah  menerangkan  (ialah  menciptakan  manusia)  hal  inipun masih  samara  lalu  dijelaskan.  Sekiranya  tafsir  ini  tidak  diturunkan  maka tidak   mustahil  pembaca  bahkan   nabipun  akan  salah   memperepsikan tuhan.

Kedua: Masa   Pertumbuhan :  Masa   perkembangan   mampu dikelompokkan  dalam  beberapa  era: 1). Periode  Nabi  Muhammad Saw dan Sahabat ( era I H /VII M ) pada waktu rasul masih hidup maka penafsiran pribadi dilaksanakan oleh dia berdasarkan wahyu Allah Swt, sebagai contoh: para sahabat gundah dan gelisah dengan kalimat zulm (kezaliman)  dalam  firman  Allah  dalam surat  al-An’am ayat  82  (Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan dogma mereka dengan kedzaliman,  mereka  itulah  orang-orang  yang  mendapat  keselamatan  dan mereka  itu  yakni  orang-orang  yang  mendapat  petunjuk),  kemudian  rasul menerangkan  bahwa  yang  dimaksud zulm disini  ialah  kesyirikan  sesuai dengan    firman Allah pada Surat Luqman:13 (bergotong-royong mensekutukan  Allah  yakni  kezaliman  yang  besar).  Pada abad  ini sumber tafsir terkategorikan pada empat; Al-Qur’an Karim, hadits-hadits Nabi, Ijtihad dan istinbath (melalui akhlak, budaya dan kebiasaan arab), dan cerita  ahlul  kitab  baik  dari  yahudi  maupun  nasrani. Periode ini selsai dengan meninggalnya seorang  sahabat  yang  berjulukan Abu  Thufail  al-Laisipada tahun 100 H di Kota Makkah

2.  Periode  Tabi’in  dan  Tabi’it  tabi’in  (periode 2 H /VIII  M). Sumber-sumber  tafsir  pada  abad  ini  adalah:  al-Qur’an,  hadits-hadits nabi,  tafsir  para  sahabat,  cerita-cerita  dari  jago  kitab,  ra’yu  dan  ijtihad. Pusat  pengajian  tafsir  menyebar  di  kota Makkah  diantaranya  dipimpin oleh Abdullah  bin  Abbas (w. 63  H), Sa’id Bin  Jubair (w.93),  di  kota Madinah berada dibawah pimpinan Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan di  Irak  dibawah  pimpinan Abdullah  bin  Mas’ud,  diantara  ciri-ciri  tafsir kala  ini  adalah menampung banyak  dongeng israiliyat,  meriwayatkan  dari riwayat  yang  digemari  saja  dan  telah  muncul  benih-benih  fanatisme mazhab. Periode ini berakhir dengan  ditandai  meninggalnya tabi’in yang berjulukan Kholaf bin Khulaifat (w. 181 H) dan sedangkan  kala  tabi’it tabi’in rampung pada tahun 220 H.  

Ketiga: Masa  Perkembangan   :  Perkem
bangan  tafsir  mampu
dikelompokkan    dalam    beberapa    kurun    :    1.    Periode    Ulama
Mutaqaddimin
( kurun III

VIII H / 1X

XIII M ), masa ini dimulai dari
simpulan  zaman  tabi’it  tabi’in  hingga  final  pemerintahan  dinasti
Abbasiyah
kira

kira dari tahun 150 H/782 M sa
mpai tahun 656 H/1258 M atau mulai
abad  II  sampai  VII  H.  Sumber  tafsir  pada  abad  ini  berupa  :  al

Qur’an,
hadits Nabi Saw, riwayat para sobat, riwayat para tabi’in, riwayat para
tabinat  tabi’in,  dongeng  ahlul  kitab,  ijtihad  dan  istinbath  mufassir.  Diantara
para mufassir tersebut ialah
Muqatil bin Sulaiman
( w. 150 H ),
Syu’bah
Ibn Hajjaj
( w. 160 H )
2. Periode  Ulama
Muta’akhirin
( masa IX

XII H / XII

XIX M ),
periode  ini  muncul  pada  zaman  kemunduran  Islam,  yaitu  semenjak  jatuhnya
Baghdad   pada   tahun   656   H/
1258   M   sampai   timbulnya   gerakan
kebangkitan Islam pada 1286 H/ 1888 M, sumber tafsir pada kurun ini al

Qur’an,  hadits  Nabi  Saw,  riwayat  para  sahabat,  riwayat  para  tabi’in,
riwayat  para  tabi’inat  tabi’in,  cerita  ahlul  kitab,  ijtihad  dan  istinbath
mufassir, p
endapat para mufassir terdahulu.diantara para mufassir era
ini  ialah
al

Baidhawi
(w.  692  H  )  pengarang  tafsir
Anwar  al

Tanzil  wa
Asrar  al

Ta’wil
(  tafsir  al

Baidhowi  ),
Fakhruddin  al

Razy
(  w.606  H)
pengarang tafsir
Mafatih al

Ghaib( Tafsir al

Kabir )
3. Periode Ulama Modern  ( era XIV H

XIX M s/d Sekarang ),
zaman  ini  bermula  semenjak  kurun  XIV  H  atau  tamat  XIX  Masehi  sampai
kini,  ialah  sejak  dimulainya  gerakan  modernisasi  Islam  di  Mesir
Oleh
Jamaluddin  al

Afghani
(  1254  H/  1838  M  ),
Muhammad  Abduh
(
1266  H  /  1845  M  )  diantara  produk  tafsir  pada  abad  ini  yaitu  :
Syeikh
Ahmad Mustafa al

Maraghi
( w. 1952 M ) penulis tafsir al

Maraghi tafsir
ini sangat terbaru dan mudah,
Sayyid Qutb
penulis tafsir Fi Zilalil Qur’an
dan  Ali  al

Shabuni  pengarang  tafsi
r    Rawa’i  al

Bayan,  Tafsir  ayatul
ahkam minal Qur’an dan kitab Sofwatu al

Tafasir.
Berbagai Jenis Pendekatan dan corak dalam Tafsir
Untuk  memahami  isi  kandungan  Alquran  tidak  semudah  yang
bayangkan,  karena  Quran  berbahasa  Arab  sangat  sarat  dengan  nilai

nilai  yang  terkandung  di  dalamnya.  Selain  itu  struktur  dan  uslub  bahasa
Alquran  mempunyai  nilai  sastra  yang  sungguh  tinggi  yang  berlainan  dengan
bahasa  Arab  pada  lazimnya .  Oleh  alasannya adalah  itu,  di  dalam  memahaminya
JIA/
Desember
20
1
3
/Th.
XI
V
/Nomor
2
/
6
1

7
5
66
perlu  metode  pendekatan.  Adapun  pendekatan  dan  cor
ak  tafsir  yang
dimaksud dalam pembahasan ini yakni sebagai berikut:
1. Pendekatan/ Corak Bahasa
Penafsiran dengan  mengggunakan pendekatan  kebahasaan dalam
menerangkan maksud ayat yang terkandung dalam Quran timbul alasannya
selain  Alquran  sendiri  memberi
kemungkinan

kemungkinan  arti  yang
berbeda. Juga  menurut M. Quraish Shihab, akhir banyaknya  orang non

Arab  yang  memeluk  agama  Islam,  serta  balasan  kelemahan

kelemahan
orang  Arab sendiri  di bidang sastra, sehingga  dirasakan  keperluan untuk
menerangkan   terhadap
mereka   perihal   keutamaan   dan   kedalaman
kandungan Alquran di bidang ini
(M.Quraish Shihab 1997 : 72)
.
Perlu  dimaklumi  bahwa  seseorang  tidak  bebas  untuk  menentukan
pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosa kata pada
abad   pra

Islam,   ata
u   yang   kemudian   meningkat .   Seorang   mufasir
disamping  harus memperhatikan struktur serta kaidah

kaidah  kebahasaan
serta  konteks  obrolan  ayat,  juga  mesti  mengamati  penggunaan
Alquran  terhadap  setiap  kosa   kata.  Sebagai  contoh,  sering   Quran
mengguna
kan  lebih  dari  satu  kali  kata  yang  sama  secara  beruntun  dalam
satu  kalimat  namun  pengertiannya  berlainan  satu  sama  lain.  Sebagaimana
firman  Allah swt., dalam
QS. al

Rum
(30): 54:

Allah yang membuat
mereka  dari  kelemahan,  kemudian  menjadikannya  kuat  sesu
dah  lemah,
lalu setelah kuat jadi lemah dan beruban
.

Menurut Manna’ al

Qaththan
(1993 : 201)
, bahwa yang dimaksud
dengan
dha’f
yang  pertama  itu  ialah  dikala  masih  seperti
nutfah
dan
pemahaman yang kedua yakni saat masih kanak

kanak, dan yang keti
ga
saat telah bau tanah tua.
2. Pendekatan / Corak Fiqh dan Hukum
Quran  yang  diturunkan  mengandung  ayat

ayat  yang  terdiri dari
aturan

hukum   fiqh   yang   menyangkut   kemaslahatan   seorang   hamba.
Umat  Islam  pada  era  Rasulullah  sebagian  besar  mengerti  aya
t

ayat
Quran  yang  berhubungan  dengan  fiqh.  Hal  tersebut  didukung  oleh
pengertian  bahasa  Arab  yang  mereka  miliki,  adapun  yang  sukar  mereka
pahami ditanyakan eksklusif terhadap Rasulullah.
Penafsiran  Quran  dengan  melalui  pendekatan  fiqh  dan  aturan
pada  abad  a
wal  turunnya  Quran  hingga  munculnya  mazhab  fiqh  yang
berlawanan

beda,   para   mufasir   dikala   itu   jauh   dari   perilaku   fanatik   yang
berlebihan,  atau  ada  tujuan

tujuan  tertentu  dalam  menafsirkan  Alquran.
Namun   pada   dikala   munculnya   aliran

pedoman   teologi,   maka   penafsira
n
condong  mendukung  fatwa  mereka  masing

masing,  sehingga  setiap
golongan berupaya mentakwilkan ayat

ayat Alquran sesuai dengan ajaran
yang   mereka   anut   atau   paling   tidak   mentakwilkan   ayat   biar   tidak
berlawanan   dengan   anutan   mereka.   Sebagai   hasil   dari   p
endekatan
semacam  ini  dapat  dilihat  pada  kitab  Ahkam  Quran  yang  ditulis  oleh
Abu  Bakar  al

Razi,
juga  pada  kitab  yang  ditulis  oleh
Abu  Hasan  al

Thabari
yang berjudul Ahkam Quran.
3. Pendekatan/corak Historis
Seseorang  yang  ingin  memahami  Alquran secara
benar contohnya
maka  yang  bersangkutan  mesti  mempelajari  sejarah  turunnya  Quran
yang   disebut   selaku    ilmu
Asbab   al

Nuzul
.   Dengan   pendekatan   ini
seseorang  akan  mampu  mengetahui  nasihat  yang  terkandung  dalam  sebuah
ayat   yang   berkenaan   dengan   aturan   tertentu,
dan   ditujukan   untuk
memelihara  syari’at  dari  kekeliruan  memahaminya.  Dengan  mengenali
latar belakang turunnya ayat, orang dapat mengenal dan  menggambarkan
situasi  dan  keadaan  yang  terjadi  saat  ayat  itu  diturunkan,  sehingga  hal
itu  memudahkan  untuk  memi
kirkan  apa  yang  terkandung  di  balik  teks

teks ayat itu.
Selain  dari  itu,  mengetahui  Asbab  al

Nuzul  ialah  cara  yang
paling  berpengaruh  dan  paling  baik  dalam  memahami  pengertian  ayat,  sehingga
para  sahabat  yang  paling  mengenali  ihwal  sebab

sebab  turunnya  ayat
l
ebih   didahulukan   pendapatnya   wacana   pengertian   dari   satu   ayat,
dibandingkan  dengan  usulan  teman  yang  tidak  mengenali  alasannya

alasannya adalah  turunnya  ayat.  sebagai  pola  penafsiran  Usman  bin  Mazin  dan
Amr  bin  Ma’adi  kepada  ayat
QS.  al

Maidah
:  93

Tidak  ada  d
osa  bagi
orang

orang   beriman   dan   berinfak   shaleh   kepada   apa

apa   yang
mereka  makan  jika  mereka  bertakwa  dan  beriman  serta  berinfak
shaleh

Sehubungan   dengan   ayat   ini,   mereka   membolehkan   minum
khamar.
Imam    Al

Syafi’i
berkomentar    bahwa    sekiranya    mereka
JIA/
Desember
20
1
3
/Th.
XI
V
/Nomor
2
/
6
1

7
5
68
men
getahui seluk beluk ayat ini, pastinya mereka tidak akan mengatakan
demikian.  Sebab,
Ahmad  bin  al

Nasai,
dan  yang lain  menyatakan  bahwa
alasannya   turunnya   ayat   ini   yaitu   orang

orang   yang   ketika   khamar
diharamkan  mempertanyakan  nasib  kaum  muslimin  yang  terbunuh
di
jalan Allah, sedangkan mereka
(Ahmad Sadali 2000 : 113)
4. Pendekatan / Corak Filosofis dan Teologis
Pendekatan ini dilaksanakan akhir penerjemahan kitab filsafat yang
menghipnotis sementara pihak, serta akhir masuknya penganut agama

agama   lain   ke   dalam
Islam   yang   dengan   sadar   atau   tanpa   sadar
mempercayai  beberapa  hal  dari  iman  lama  mereka.  Muhammad
Husain  al

Zahabi  mengemukakan  bahwa  para  filosof  yang  berusaha
mempertemukan  antara  agama  dan  filsafat  memiliki  dua  cara  yang
mereka  tempuh,  yaitu:
Pe
rtama,
dengan  cara  mentakwilkan  teks

teks
Alquran  supaya  sesuai  dengan  pendapat  filosof  atau  dengan  menyesuaikan
teks

teks  Quran  dengan  pendapat  filosof  supaya  dapat  sejalan.
Kedua,
menjelaskan teks

teks Alquran dengan pendapat

usulan atau teori

teori
fils
afat,  dengan  kata  lain  pendapat  filsafat  yang  menertibkan  teks

teks
Alquran.
(al

Dhahabi 1955 : 452

153)
Pendekatan

pendekatan   mirip   ini   dalam   penafsiran   Alquran
mengakibatkan pro dan kontra. Golongan yang kontra beranggapan apabila
seorang   mufasir   menafs
irkan   Alquran,   lalu   tafsiran   tersebut
bertentangan dengan teori

teori filsafat, maka hendaknya seorang mufasir
memaparkan dalam tafsirnya, apakah dengan jalan mendukung teori

teori
tersebut  kemudian  menjelaskan  bahwa  teori  tersebut  tidak  berlawanan
d
engan  nas  Alquran,  dan  jikalau  teori  tersebut  memang  benar  dan  dapat
diterima,  ataukah  dengan  jalan  menolak  teori  tersebut  mentah

mentah
kemudian  menjelaskannya  bahwa  teori  itu  tidak  sejalan  dengan  nas
Quran.  Yang  melakukan  hal  seperti  ini  yakni
Imam  Fakhr
al

Razi
dengan tafsirnya Mafatih al

Gaib.
5. Pendekatan / Corak Sosiologis
Sebagaimana  dikenali  bahwa  dalam  Quran  banyak  ayat  yang
berhubungan  dengan  persoalan  sosial.  Seorang  mufasir  berupaya  mengerti
teks

teks   secara   teliti,   lalu   menerangkan
makna   yang   dimaksud   dan
berusaha    menghubungkan    teks

teks    Alquran    yang    dikaji    dengan Model Pendekatan Tafsir

,
Ahmad Soleh Sakni
69
realita   sosial   dan   sistem   budaya   yang   ada   di   tengah

tengah
masyarakat.
Pendekatan  seperti  ini  bermula  pada  kala  Syaikh  Muhammad
Abduh,  dimana  perhatian  lebih
banyak  tertuju  terhadap  penafsiran  yang
menerangkan petunjuk ayat

ayat Alquran yang berkaitan langsung dengan
kehidupan masyarakat, serta perjuangan

usaha untuk menanggulangi penyakit

penyakit atau dilema

masalah mereka menurut petunjuk ayat

ayat.
Karena   Alquran   mempunyai   pemikiran   dengan   proporsi   terbesar
berkenaan  dengan  permasalahan  muamalah  dengan  perbandingan  antara  ayat

ayat ibadah dan ayat

ayat yang menyangkut kehidupan sosial ialah satu
berbanding  seratus,  untuk  satu  ayat  ibadah,  ada  seratus  ayat
muamalah.
(Abudin  Nata  :  40)
Maka  untuk  mengerti  ayat

ayat  muamalah  serta
mengaplikasikannya  dalam  kehidupan  sehari

hari  diperlukan  pendekatan
sosiologis.
6. Pendekatan / Corak Ilmiah
Sejalan  dengan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,
maka usaha penafsiran pun kian berkembang. Hal tersebut mampu dilihat
dengan  adanya  kajian  tafsir  dengan  lewat  pendekatan  ilmiah  untuk
menelisik  makna  ayat

ayat  dalam  Quran.  Ajakan  Quran  yaitu
ajakan  ilmiah,  yang  bangun  di  atas  prinsip  pembebasan
logika  dari  takhyul
dan    kemerdekaan    berpikir.    Alquran    menyuruh    manusia    untuk
memperhatikan  alam.  Allah  swt.,  di  samping  menyuruh  memperhatikan
ayat

ayat  yang  tertulis,  juga  menyuruh  untuk  memperhatikan  ayat

ayat  yang  tidak  tertulis,  yakni  alam
(al

Farm
awi  1994  :  23)
.  Sampai
sekarang,  tafsir  semacam  ini  belum  mampu  diterima  oleh  sebagian  ulama.
Mereka menilai penafsiran Quran seperti ini keliru, alasannya Allah tidak
menurunkan  Quran  sebagai  suatu  kitab  yang  mengatakan  perihal  teori

teori ilmu pengetahua
n.
Metode

metode tafsir
Tafsir selaku perjuangan mengetahui dan mengambarkan maksud tujuan
Al

Qur’an, sudah mengalami perkembangan yang cukup bermacam-macam Sebagai
hasil  karya  manusia,  terjadinya  keaneka  ragaman  dalam  metoda  dan
corak penafsiran yaitu  hal  yang tek te
rhindarkan. Berbagai faktor dapat
menimbulkan  keragaman  itu  :  perbedaan,  kecenderungan,  interes,  dan
JIA/
Desember
20
1
3
/Th.
XI
V
/Nomor
2
/
6
1

7
5
70
motivasi  mufasir,  perbedaan  ke  dalaman  dan  ragam  ilmu  yang  dikuasai,
perbedaan   masa   dan   lingkungan   yang   mengitari,   dan   sebagainya.
Semuanya   itu   menimbulkan
mengembangkan   tata cara   dan   corak   tafsir   yang
bermacam

macam .
Metode    tafsir    yaitu    cara

cara    yang    di    tempuh    dalam
menafsirkan  ayat

ayat  Al

Qur’an  yang  menenteng  kepada  kesimpulan
tentang  makna dan kandungan kitab suci tersebut . Secara biasa   sistem
penafsiran  Al

Qu
r’an  dapat  di  bagi  tas  dua  bab  yakni  tata cara  klasik
dan metode modern.
(Ibrahim Syarif 1987 : 35

75)
1.
Metode  Tafsir  Klasik  ;
dilihat  dari  sisi  ini,  terdapat  tiga  cara
atau  tata cara  penafsiran  Al

Qur’an
:  Pertama,
sistem  tafsir
bil  ma’tsur
atau
bi  Al

riwa
yah
adalah  tafsir  yang  menafsirkan  ayat

ayatAl

Qur’an
menurut
nas

nas   (   Teks   )
,   baik   dengan   ayat

ayat   Al

Qur’an
sendiri,dengan  hadis  nabi,  aqwal  sobat  (  perkataan  sahabat  ),  maupun
dengan  para  aqwal  tabi’in.
Kedua,
sistem  tafsir
bi  Al

ra’yi
atau
Al

da
riyah
,  adalah  tafsir  ayat

ayat  Al

Qur’an  yang  di  dasarkan  pada  ijtihad
mufasir’nya  dan  mengakibatkan  logika  anggapan  sebagai  pendekatan  umatnya.
Ketiga,
sistem tafsir
bi al

Isyarah
, yaitu tafsir sufi, yang didasarkan pada
tasauf
Amali
(mudah)    ialah    menakwilkan
ayat

ayat    Al

Qur’an
berdasarkan  arahan

arahan  tersirat  (samar)  yang  tampak  oleh  sufi  dalam
seluknya.  Tafsir  ini  pada  umumnya  mampu  di  pertemukan  dengan  lahir
ayat dan tidak mennyalahi ketentuan bahasa .
2.
Metode  Tafsir  Modern  /  Kontemporer
;  dari  sud
ut  sistem
tafsir  ini  dapat  di  bagi  menjadi  lima  macam.
Pertama,
Metode
Tafsir
Tahily
(analitas), ialah tafsir yang berusaha untuk membuktikan arti ayat

ayat Al

Qur’an  dari banyak sekali seginya, berdasarkan urutan ayat atau surat
dari mushaf, dengan menonjolkan
kandungan lafazh

lafazhnya, korelasi
ayat

ayatnya,  korelasi  surat

suratnya,  karena

sebab  turunya,  hadis

hadis
yang  bekerjasama  dengannya.
Kedua,
Metode
Tafsir  Ijmali
(global),
yaitu  tafsir  yang  penafsiranya  kepada  Al

Qura’an  menurut  urutan

urutan  aya
t  secara ayat  per  ayat  dengan  sebuah  uraian  yang  ringkas  tetapi
terperinci,    dan    dengan    bahasa    yang    sederhana    sehingga    mampu    di
komunikasikan  baik  oleh  penduduk   awam  maupun  intlektual.
Ketiga,
Metode
Tafsir  Muqarin
(perbandingan),  yaitu  tafsir  berupa  penafsiran
sekelompok ayat Al

Qur’an yang berbicara dalam sebuah persoalan, dengan
cara  membanding

bandingkan  antara  ayat  dengan  ayat,  atau  antara  ayat 
Model Pendekatan Tafsir

,
Ahmad Soleh Sakni
71
dengan  hadis,  baik  dari  sisi  isi  maupun  redaksi,  atau  antara  pertimbangan

pertimbangan   para  ulama  tafsir,  dengan  menonjolkan
segi

sisi  perbedaan
tertentu   dari   objek   yang   di   bandingkan.
Keempat,
Metode
Tafsir
Maudu’iy
(tematik),  ialah  tafsir  yang  berusaha  mencari  tanggapan  Al

Qur’an  tetang  suatu  dilema  dengan  jalan  menghimpun  ayat

ayat  yng
berkaitan  denganya,  kemudian  menganalisisnya,
lewat  ilmu

ilmu  bantu  yang
berhubungan   dengan  duduk perkara  yang  di  diskusikan,  untuk  lalu  melahirkan
rancangan   yang  utuh   dari  Al

Qur’an  wacana   problem  berikut.
Kelima,
Metode Tafsir Kontektual, ialah menafsirkan Al

Qur’an berdasarkan latar
belakang   sejarah,   sosiologi
,   budaya,   budbahasa

istiadat,   dan   pranata   yang
berlaku  dan  berkembang  di  penduduk   arab  sebelum  dan  turunya  Al

Qur’an.
A
ntara Tafsir dan Hermeneutika
Kata  Hermeneutika  berasal  dari  bahasa  Yunani  “Hermeneuine

hermeneia”
(Mudji   Raharjo   2008   :   27)
yang   memiliki arti
menafsirkan.
Hermeneutika ialah anutan filsafat yang biasa didefinisikan sebagai teori
interpretasi  dan  penafsiran  sebuah  naskah  lewat  percobaan.    Tradisi
hermeneutik  memusatkan perhatian kepada ketiga faktor (teks,  konteks,
dan   kontekstualisasi)   terse
but   dalam   sebuah   lingkaran   yang   tidak
terputus,  dalam  arti  dikala  seorang  melaksanakan  penggalian  dan  sekaligus
“reproduksi”   makna,   ketiga   faktor   tersebut   harus   dilibatkan   tanpa
terputus.  Ketika  seseorang  menggali  makna  teks,  maka  saat  itu  pula  beliau
mesti   memp
erhatikan   konteks   dimana   teks   tersebut   muncul   dan
bagaimana  teks  itu  diketahui  dalam  konteks  asalnya,  sehingga  dengan
pemahaman   tersebut   mampu   dikerjakan   pemaknaan   kembali   teks   yang
dimaksud dalam konteks yang berbeda.
Pro  kontra  penggunaan  teori  hermeneutik
dalam  mengetahui  al

Qur’an  terus  terjadi,    Jika  dibandingkan  antara  tafsir  dan  hermeneutika,
tafsir  lebih  memiliki  pondasi  tradisi  yang  berpengaruh.  Sumber  primer  tafsir
dalam  Islam  yaitu  al

Quran,  Rasulullah  Saw.  dan  teman.  Tafsir  yang
berasal  dari  ketiga  sum
ber  tersebut  ditransmisikan  lewat  jalur  riwayat
yang  jelas.  Rasulullah  Saw.  menerangkan  arti  ayat  dengan  otoritas  yang
diberikan oleh Allah Swt. Kepada para teman. Selanjutnya para sobat
mendirikan  madrasah

madrasah  tafsir  selaku   wadah  untuk  menerus
kan
JIA/
Desember
20
1
3
/Th.
XI
V
/Nomor
2
/
6
1

7
5
72
rantai  riwayat  terhadap  tabi’in.  Usai  kala  tabi’in,  muncul  upaya  untuk
mengkodifikasikan    tafsir    disertai    dengan    penetapan    syarat

syarat
mufassir.
( Abdul mustaqim 2008 : 32)
Disisi    lain    hermeneutika    dengan    metodologinya    sendiri
membawa  nuansa  gres  dalam
penafsiran  al

Qur’an.  Dengan  metodenya
ini  al

Qur’an  tidak  lagi  dianggap  sebagai  sesuatu  yang  sakral,  alasannya adalah
dalam  kacamata  hermeneutika  ketika  teks  turun  dan  berada  ditengah

tengah  realitas  kehidupan  manusia  maka  dia  sepenuhnya  menjadi  milik
manusia  dan  b
erhak  untuk   diinterpretasikan,  dihayati,  dan  dipahami
seperti  apa  pun  keinginannya.  Semua  yang  tertuang  dalam  teks,  bagi
hermeneutika,  dapat  ditafsirkan  dan  diketahui  maknanya  dengan  terang.
Dan inilah yang membedakannya secara fundamental dengan terma tafsi
r
dalam diskursus Ulum al

Qur’an.
P
roduk Tafsir dan
P
engamalannya dalam Kehidupan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sumber anutan Islam;
al

Qur’an  dapat  diketahui,  diurai  dengan  sebuah  perabotan  yang  diketahui
dengan tafsir, sebuah paham  keagamaan tidak  l
ain  merupakan produk  dari
tafsir     al

Qur’an.          Pertanyaannya     sejauh     mana     produk     tafsir
menghipnotis    kenyataan    kehidupan    penduduk     dan    sejauh    mana
masyarakat   mengamalkan   suatu   produk   tafsir   ?   Untuk   menjawab
pertanyaan  ini  diharapkan  observasi  yang  panjang  da
n  tidak  mungkin
dielabor   dalam   makalah   ini,   tetapi   secara   singkat   mampu   ditegaskan
sebagaimana  yang  diungkap  oleh  Hasan
Hanafi  dalam  tulisannya  bahwa

semua  gerakan  pembaharuan  kontem
porer  yang  besar lengan berkuasa  di  dunia
Islam bekerjsama lahir dari pemahaman al

Qu
r’an  dan  tata cara tafsirnya

(Jabir  Ushfur  1999  :  35)
disisi  lain  hadirnya  klaim  tafsir  tunggal
sebagai  mana  diungkap  oleh Jabir ‘Ushfur sudah  menjadikan sekelompok
orang   memaksakan tafsir mereka terhadap komunitas lain
(Hassan Hanafi
2007 : 15)
. Statement

s
tatement  diatas cukup  menjelaskan betapa produk
tafsir sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.
Abdul Mustaqim
(2008 : 75

78)
dalam kajiannya juga menyoroti
imbas   produk   tafsir   sesuai   masa   atau   periode   tertentu   dimana
menurutnya kala tafsir terbagi
kepada tiga ;
kala formatif, periode afirmatif dan
abad  reformatif.
baginya  tafsir  Era  formatif  berbasis  pada  akal

akal 
mitis,  yang  terjadi  pada  periode  klasik  dimana  penafsiran  al

Qur’an  lebih
banyak  didominasi  oleh  model  tafsir
bil  ma’tsur
(riwayat)  yang  kenta
l
dengan  logika
bayani.
Nalar  mitis  dalam  konteks  ini  yakni  sebuah  cara
berpikir yang kurang  mengedepankan  kritisisme  dikala menerima suatu
produk  penafsiran.  Perkataan  Nabi,  perkataan  sobat  dan  tabi’in  seolah
jadi  mitos bagi sumber penafsiran. Penulis
buku tafsir hanyalah berperan
selaku pengumpul bagi perkataan dan tindakan Nabi dan sahabatnya tanpa
adanya  nalar  kritis.  Dalam  kala  ini  produk  tafsir  bertindak  sebagai
”panglima” dan ”hakim” terhadap realitas.
Abdul Mustaqim  melanjutkan penjelasannya
bahwa  kala afirmatif
berbasis pada akal ideologis yang terjadi pada Abad Pertengahan. Era ini
mulanya  memang  berangkat  dari  ketidakpuasan  kepada  model  tafsir
bil
ma’tsur
yang  dipandang kurang ’memadai’  dan tidak  menafsirkan semua
ayat  al

Qur’an.  Hal  itu
kemudian  memunculkan  tradisi  tafsir
bir  ra’yi
(dengan  rasio  atau  nalar).  Namun,  tradisi  penafsiran  tersebut  kemudian
banyak   didominasi  oleh  kepentingan

kepentingan  ideologi  (madzhab,
politik  penguasa  atau  keilmuan  tertentu).   Akibatnya  menurut  Abdul
Mustaqim
,  timbul  perilaku  otoritarianisme,  fanatisme,  dan  sektarianisme
madzhab  yang  berlebihan  yang  condong  bersikap  truth  claim  di  satu
segi, dan saling mengkafirkan di segi lain.
Sedangkan Tafsir era reformatif yakni tafsir yang  memakai
nalar  kritis.  Era  re
formatif  dimulai  dengan  hadirnya  kurun  terbaru  di
mana  tokoh

tokoh  Islam  mirip  Sayyid  Ahmad  Khan  dengan  karyanya
Tafhimul  Qur’an
,  Muhammad   Abduh   dan  Rasyid   Ridla  dengan
al

Manar

nya    terpanggil    melakukan    kritik    kepada    produk

produk
penafsiran  para  ulama  d
ulu  yang  dianggap  tidak  relevan  lagi.  Hal  itu
kemudian  dilanjutkan  oleh  para  penafsir  kekinian,  mirip  Fazlur
Rahman,  Muhammad  Syahrur,  Muhammed  Arkoun,  Hasan  Hanafi  dan
sebagainya.  Produk  penafsiran  kala  lalu  yang  selama  ini  disantap
umat  Islam  mula
i  dikritisi  dengan  akal  kritis,  yang  mereka  cenderung
melepaskan  diri  dari  versi

versi  berpikir  madzhab.  Bahkan  sebagian
mereka   juga   memanfaatkan   perangkat   keilmuan   modern.   Mereka
kemudian   membangun   suatu   epistemologi   tafsir   yang   dipandang
mampu  merespon
s  perubahan  zaman  dan  kemajuan  ilmu  wawasan,
untuk kepentingan transformasi umat.
JIA/
Desember
20
1
3
/Th.
XI
V
/Nomor
2
/
6
1

7
5
74
P
enutup
Pendekatan  tafsir  dalam  kajian  Islam  ialah  sebuah  pendekatan
yang  menjadikan  disiplin  tafsir  dan  ilmu  tafsir  selaku   paradigma  dan
cara  pandang  dalam  proses  pen
ggalian  pedoman  Islam.  Mengingat  bahwa
pendekatan  yaitu  menimbulkan  disiplin  ilmu  tertentu  selaku   kerangka
dan  teladan  pikir  dalam  menafsirkan  Al

Qur’an,  maka  dengan  demikian,
pendekatan

pendekatan  yang  dapat  digunakan  dalam  proses  penafsiran
juga  sungguh  vari
atif.  Di  antara  pendekatan  yang  terkenal  dipergunakan
oleh  para  mufassir  yaitu  ;  pendekatan  kebahasaan,  pendekatan  historis,
filosifis,  sosial  budaya  (kemasyarakatan),  fikih  (aturan),  ilmiah  dan
tasawuf.
Pemahaman  terhadap  sejumlah  pendekatan  dalam  menafsir
kan
Al

Qur’an  akan  mengantar  seseorang  bersikap  bijaksana  dan  melihat
bahwa sebuah pandangan penafsiran  ialah  khazanah aliran umat
Islam.
Tafsir  hendaknya  bukan  sekedar  upaya  mengais  makna  namun
lebih penting  dari itu bagaimana suatu tafsir menjadik
an suatu  makna
menjadi  konstruktif  bagi  realitas  sosial.
Kalau  ini  yang  dikedepankan
maka  seseorang  tidak  terjebak  pada  perdebatan  dan  saling  menyalahkan
yang tidak berujung pangkal, yang kadang kala menjadikan permusuhan.
REFERENSI
Adnan,  Taufik.
Rekon
struksi  Sejarah  al

Qur’an
,  Jakarta  :  Putaka  al

Vabet, 2005
al

Farmawi,   Abdul   Hayy.
Al

Bidayah   fi   al

Tafsir   al

Maudhu’i
,
terjemahkan   oleh   Suryan
A.
Jamrah   Cet.   I;   Jakarta:   Raja
Grafindo Persada, 1994
al

Qaththan,  Manna’.
Mabahits  fi  ‘Ulum  Alquran
Cet.  XVI
,  Beirut:
Muassasah al

Risalah, 1993
al

Shabuni, Muhammad Ali.
al

Tibyan fî ‘Ulumul Quran
Beirut : Alamul
Kutub, 1985 
al

Zahabi,  Muhammad  Husain
Al

Tafsir  wa  al

Mufassirun
Cet.  I,  Kairo:
Wahbah, 1995
al

Zarqani  ,  Abdul  Azim.
Manahil  al

‘Irfan  fi  ‘Ulum  al

Qur’an
Kairo  :
Mathba‘ah Isa al

Babi al

Halabi, t.t.
Al

Zarkasyi,  Badr  al

Din  Muhammad  bin  Muhammad.
al

Burhan  fi
‘Ulum al

Qur’an,
Juz II Beirut : Daral

Fikr, t.t
Azizi, Qodri
.  Pengembangan Ilmu

ilmu KeIslaman
Semarang : P. Aneka
Ilmu, 2004
Baidan,   Nas
ruddin.
Perkembangan   Tafsir   di   Indonesia
Solo   :   Tiga
Serangkai, 2003
Hanafi,  Hassan.  Metode  Tafsir  dan  Kemaslahatan  Umat,  Terj.  Yudian
Wahyudi,
Yogyakarta, Nawesea, 2007
Ibrahim  Syarif,  Muhammad,
Ittijahat  al

Tajdid    fi  Tafsir  al

Qur’an  al

Karim fi Misr
,
Kairo : Dar al Turats, 1987
Mustaqim,  Abdul.
Pergeseran  Epistemologi  Tafsir
,  Jakarta  :  Pustaka
Pelajar,2008
Nata,  Abudin.
Metodologi  Studi  Islam
,  Jakarta  :  Pt.  Raja  Grapindo
Persada 1998
Poerwadarmint, W.J.S.
Kamus Umum Bahasa Indonesia
,  Jakarta : Bala
i
Pustaka, 1991
Shihab,M.  Quraish.
Membumikan  Alquran
Cet.  XVI;  Bandung:  Mizan,
1997
Syadali  Ahmad  dan  Raofi’i,  Ahmad.
Ulum  Alquran
Cet.  II;  Bandung:
Pustaka Setia, 2000
Ushfur, Jabir.
Didhdhu at

Ta’asshub
, Kairo :  Maktabah al

Usrah, 1999