Metodologi Studi Islam

Oleh: Syafieh, M. Fil. I
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Studi-studi agama cukup umur ini mengalami pergeseran orientasi yang jauh berlawanan kalau daripada kajian-kajian agama sebelum periode ke-19. Umumnya pengkajian agama sebelum abad ke-19 memiliki beberapa karakteristik yang antara lain, sinkritisme, penemuan arca gres, dan untuk kepentingan misionari dipicu oleh semangat dan ilmu wawasan dan teknologi sehingga orientasi dan metodologi studi islam mengalami perubahan.
Adapun studi islam sendiri merupakan ilmu keislaman mendasar. Dengan studi ini, pemeluknya mengetahui dan memutuskan ukuran ilmu, iktikad dan amal tindakan terhadap allah swt. Diketahui pula bahwa islam selaku agama yang mempunyai banyak dimensi adalah mulai dari dimensi keimanan, nalar pikiran, politik ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi lingkungan hidup, dan masih banyak lagi yang yang lain. Untuk mengerti aneka macam dimensi ajaran islam tersebut jelas membutuhkan berbagai pendekatan yang digali dari banyak sekali disiplin ilmu. Selama ini islam banyak dimengerti dari sisi teologis dan normative.
B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah ini semoga lebih gampang untuk dipahami maka penulis berusaha untuk menawarkan batas-batas hingga dapat dikenali dengan terperinci isi makalah ini sendiri secara baik dengan rumusan selaku berikut:
1.        Apakah pemahaman studi Islam
2.        Bagaimanakah Ruang lingkup studi Islam
3.        Kedudukan pengirim studi Islam
4.        Objek Kajian Studi Islam
C.      Tujuan Masalah
1.        Mengetahui pengertian studi islam
2.        Mengetahui ruang lingkup studi islam
3.        Mengetahui kedudukan pengirim studi islam
4.        Mengetahui Objek Kajian Studi  Islam 
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis ialah terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat diketahui dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah yaitu kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat biasa sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis perihal studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam ialah perjuangan sadar dan sistematis untuk mengenali dan memhami serta membicarakan secara mendalam wacana seluk-beluk atau hal-hal yang bekerjasama dengan agama Islam, baik berafiliasi dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara faktual dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[1]
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal: 1) Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keamanan dunia dan darul baka, sebab fatwa Islam pada hakikatnya membimbing insan untuk  berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan, 3) Islam bermuara pada kedamaian.[2]
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh  golongan umat Islam saja, melainkan juga dikerjakan oleh orang-orang di luar golongan umat Islam. Studi keislaman di kelompok umat Islam sendiri tentunya sungguh berbeda tujuan dam motivasinya dengan yang dijalankan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi keislaman bermaksud untuk mengetahui dan mendalami serta membicarakan anutan-ajaran Islam supaya mereka mampu melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan di luar kelompok umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di golongan mat Islam, yang semata-mata selaku ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu wawasan kebanyakan, maka ilmu pengetahuan wacana seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau dipakai untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat nyata maupun negative.
Para hebat studi keislaman di luar golongan umat Islam tersebut diketahui dengan kaum orientalis (istisyroqy), ialah orang-orang Barat yang mengadakan studi ihwal dunia Timur, tergolong di golongan dunia orang Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang dilaukan oleh mereka, khususnya pada kala-periode permulaan mereka melakukan studi wacana dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan pada wawasan perihal kekurangan-kekurangandan kekurangan-kekurangan ajaran agama Islam dan praktik-praktik pemgalaman aliran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari uamat Islam. Nmaun, pada periode simpulan-tamat ini banyak juga di antara para orientalis yang menawarkan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-persepsi yang demikian itu kan mampu berguna bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan (khususnya sesudah periode keemasan Islam dan umat Islam telah memasuki abad kemundurannya) bahwa pendekatan studi Islam yang mendominasi kalangan umat Islam lebih condong bersifat subjektif, apologi, dan doktriner, serta menutup diri terhadap pendekatan yang dijalankan orang luar yang bersifat objektif dan rasional. Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan doktriner tersebut, pemikiran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits –yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif kepada permintaan kemajuan zaman- telah berkembang menjadi ajaran-pedoman yang baku dan kaku serta tabu kepada sentuhan-sebtuhan rasional, permintaan pergantian, dan perkembangan zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat Islam terkesan mandek, membeku dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran objek studi dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.[3]
B.       Ruang Lingkup Studi Islam
Agama sebagai obyek studi minimal mampu dilihat dari tiga segi:
1.        Sebagai doktrin dari ilahi yang bekerjsama bagi para pemeluknya telah simpulan dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
2.        Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi insan dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap kepercayaan agamanya.
3.        Sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.
Bila islam dilihat dari tiga segi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga segi tersebut. Oleh karena segi dogma merupakan sebuah kenyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak membutuhkan penelitian didalamnya.[4]
C.      Kedudukan Studi Islam Dengan Mata Kuliah Lain
Seiring berkembangnya zaman, mempelajari metodologi studi islam dibutuhkan dapat mengarahkan kita untuk untuk mengadakan usaha-perjuangan pembaharuan dalam anutan aiaran-pemikiran islam yang ialah warisan doktriner yang dianggap sudah mapan dan telah mandek serta ketinggalan zaman tersebut, supaya bisa beradaptasi serta menjawab tantangan serta permintaan zaman dan modernisasi dunia dengan tetap berpegang terhadap sunber agama islam yang orisinil, yaitu al-qur’an dan as-sunnah. Mempelejari metodologi studi islam juga dibutuhkan mampu memperlihatkan fatwa dan pegangan hidup bagi umat islam biar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu menjawab tantangan serta permintaan zaman modern maupun abad-globalisasi sekarang ini.[5]
Maka dari itu kedudukan studi islam sangatlah penting peranannya dari semua disiplin ilmu lain yang menyangkut ihwal aspek islam, sebab studi islam merupakan disiplin ilmu yang pertanda dasar seseorang dalam beragama. Oleh kesudahannya diharapkan mata kuliah ini mesti ada dalam setiap studi ilmu terutama di Indonesia.
Dengan mempelajari studi islam, Mahasiswa diperlukan mempunyai pegangan hidup yang pada jadinya dapat menjadi muslim sejati.
D.      Islam Sebagai Objek Kajian
Dari fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang menarik untuk dijadikan selaku objek kajian dan dalam mengkaji Islam, tentu kita mesti berpedoman pada dua sumber otentiknya yaitu Quran dan hadis.
Orang yang memeluk Agama Islam, yang disebut muslim yakni orang yang bergerak menuju ketingkat keberadaan yang lebih tinggi. Demikian yang tergambar dalam konotasi yang melekat dalam kata Islam kalau kita melakukan sebuah kajian wacana arti Islam itu sendiri.
Untuk memecahkan problem yang muncul dalam masyarakat, maka seorang muslim mengadakan suatu penafsiran terhadap Quran dan hadis sehingga timbullah ajaran Islam, baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Islam selaku agama, pemikiran atau penafsiran Quran dan hadis, juga selaku objek kajian, suatu metode yang hidup dan dinamis. Sistem ini meliputi suatu matriks mengenai nilai dan desain yang abadi. Hidup dan kongkret sehingga menunjukkan aksara yang unik bagi peradaban. Karena Islam merupakan suatu metode total, maka nilai dan rancangan ini menyerap setiap aspek kehidupan manusia.
Islam selaku agama teologis juga ialah agama wawasan yang melahirkan beragan pedoman, lahirnya pemikiran ini memberi indiksi yang besar lengan berkuasa bahwa pada dataran pengertian dan aktualisasi nilai Islam ialah suatu wujud keterlibatan manusia dalam Islam, dan bukan bermakna mereduksi atau mentransformasikan iktikad esensialnya. Bukankah dalam Islam telah memotivasi pelibatan nalar asumsi untuk dimengerti, dikenali dan diimplementasikan ajarannya (QS. 96;1). Ajarannya yang berbentuk universal cuma mampu ditangkap dalam bentuk nilai, sehingga saat beliau turun dan jatuh ke tangan insan, dia baru menjadi bentuk (Muhammad Wahyudi Nafis, 7).
Jadi, saat anutan hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji dengan bermacam-macam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan banyak sekali aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya lalu, Islam mampu dipandang sebagai ajaran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa yang terdapat dalam Quran dan hadis (tekstuan dan skriptual) namun meliputi juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.[6]
Islam berupa nilai-nilai, jikalau pedoman (akal fikiran) dilibatkan dalam proses mengerti dan mengaktualisasikannya dalan senarai sejarah Pemikiran Islam terpotret bagaimana anutan peminat studi Islam memberi andil kreatif dan signifikan terhadap bangunan pengertian aliran Islam dalam berbagai dimensinya yang melahirkan aneka macam jenis pengetahuan Islam (ulumul Islam) mirip teologis, filsafat Islam, ulumul Alquran dan hadis, ilmu-ilmu syariah dan sebagainya.
Jadi, mengkaji Islam sebagai pedoman berarti mempelajari apa yang dimengerti oleh pemikir-pemikir yang sudah mengkaji fatwa-ajaran Islam yang melahirkan bentuk pengertian atau kajian tertentu.
1.        Islam Normatif
Islam normatif yaitu islam pada dimensi sakral yang diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an.[7]
Kajian islam normatif Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat.
Ø  Tafsir      : tradisi klarifikasi dan pemaknaan kitab suci
Ø  Teologi   : tradisi ajaran ihwal masalah ketuhanan
Ø  Fiqh        : tradisi pedoman dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
Ø  Tasawuf  : tradisi aliran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan
Ø  Filsafat   : tradisi fatwa dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan
2.        Islam Historis
Islam historis yakni islam yang tidak mampu dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan pemeluknya. Oleh risikonya realitas kemanusiaan senantiasa berada dibawah realitas ke-Tuhan-an.[8]
Dalam pengertian kajian Islam historis, tidak ada konsep atau hukum Islam yang bersifat tetap. Semua mampu berubah. Mereka berprinsip: bahwa pemahaman hukum Islam ialah produk aliran para ulama yang muncul alasannya adalah konstruk sosial tertentu. Mereka menolak universalitas hukum Islam. Akan tetapi, ironisnya pada saat yang sama, kaum gender ini justru menjadikan desain kesetaraan gender selaku pemahaman yang universal, awet, dan tidak berubah. Paham inilah yang dijadikan selaku parameter dalam menganggap segala jenis aturan Islam, baik dalam hal ibadah, maupun muamalah.[9]
Islam historis ialah unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh setiap aliran manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap teks, maka islam pada tahap ini terpengaruh bahkan menjadi suatu kebudayaan. Dengan kian adanya problematika yang kian kompleks, maka kita yang hidup pada abad dikala ini mesti terus berjuang untuk menciptakan aliran-aliran untuk mengatasi problematika kehidupan yang makin kompleks sesuai dengan latar belakang kultur dan sosial yang melingkupi kita, yaitu Indonesia ketika ini. Kita perlu pengertian kontemporer yang terkait bersahabat dengan sisi-sisi kemanusiaan-sosial-budaya yang melingkupi kita.
Perbedaan dalam menyaksikan Islam yang demikian itu mampu menjadikan perbedaan dalam menerangkan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka Islam ialah agama yang di dalamnya berisi fatwa Tuhan yang berhubungan dengan urusan iktikad dan mu’amalah. Sedangkan dikala Islam dilihat dari sudut histories atau sebagaimana yang nampak dalam penduduk , maka Islam tampil selaku suatu disiplin ilmu (Islamic Studies).
Kajian islam historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris: antropologi agama, sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya.
Ø  Antropologi agama    : disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan.
Ø  Sosiologi agama       : disiplin yang mempelajari metode hubungan sosial masyarakat dalam hubungannya dengan agama.
Ø  Psikologi agama       :  disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan manusia dalam keterkaitannya dengan agama
3.         Hubungan antara keduanya
Hubungan antara keduanya dapat membentuk korelasi dialektis dan ketegangan. Hubungan Dialektis terjadi kalau ada obrolan bolak-balik yang saling menerangi antara teks dan konteks. sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan kalau salah satu menilai lainnya selaku ancaman.
Menentukan bentuk kekerabatan yang pas antara keduanya ialah merupakan separuh jalan untuk mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan tersebut. Ketegangan mampu terjadi, jika masing-masing pendekatan saling menegaskan eksistensi dan menghilangkan faedah nilai yang melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing tradisi keilmuan.
Menurut ijtihad, Amin Abdullah, kekerabatan antara keduanya ialah menyerupai sebuah koin dengangan dua permukaan. Hubungan antara keduanya tidak dapat dipisahkan, tetapi secara tegas dan terang mampu dibedakan. Hubungan keduanya tidak berdiri sendiri-sendiri dan berhadap-hadapan, namun keduanya teranyam, terjalin dan terajut sedemikian rupa sehingga keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang kuat dan kompak. Makna terdalam dan moralitaskeagamaan tetap ada, tetap dikedepankan dan digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena keberagaman insan, maka ia secara otomatis tidak mampu terhindar dari belenggu dan jebakan ruang dan waktu.[10]
E.       Pertumbuhan Studi Islam di Dunia
 Perkembangan Studi Islam di Dunia Islam
1.      Islam mendorong umatnya untuk memperdalam ilmu wawasan.
Ø  Al-Qur’an menyatakan: “Allah meninggikan derajat orang yang bakir…”
Ø   Hadis menyebutkan: “menunutut ilmu yakni kewajiban.”
2.      Masa Rasulullah:
Ø  Transformasi ilmu dikerjakan melalui tradisi mulut.
Ø  Rasul telah menaruh bibit pengembangan studi Islam terutama tafsir dan usul fiqh.
Ø  Hadis yaitu penafsiran rasul kepada Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat sistem penetapan hukum.
Ø  Kajian permulaan (fase Mekkah) difokuskan pada persoalan-masalah eskatologis, sedangkan era berikutya (fase Madinah) ditujukan pada penataan system social.
3.      Masa Pasca Rasulullah wafat:
Ø  Mulai muncul tradisi literer, dimulai dengan pengumpulan Al-Qur’an (periode Khulafaur rasyidin).
Ø  Hadis juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah kitab (era Dinasti Umayyah). Para Muhaddisin juga menyusun criteria ilmiah bagi penerimaan hadis dengan klasifikasi otentik, hasan, dan da’if). 
Ø  Muncul pusat-pusat intelektual Islam, mirip Hijaz (Mekkah dan Medinah), Iraq (Kufah dan Basrah), dan Syria.
Ø  Perkembangan studi Islam meraih puncaknya pada era Abbasiyah. Studi Islam yang dikembangkan meliputi ilmu normative Islam yang bersumber pada teks agama dan ilmu yang berbasis realitas empirik.
Bidang Keilmuan Yang Dikembangkan
1.      Ilmu yang berbasis pada teks keagamaan (al-Qur’an dan Hadis), mirip:
Ø  Tafsir dan ulumul Qur’an. Kitab Tafsir yang tertua ditulis oleh at-Tabari (w. 301 H) yang dikenal dengan istilah Tafsir at-Tabari.
Ø  Tata Bahasa Arab dengan tokoh khususnya: Abu al-Aswad ad-Duali (w.688 M). Al-Khalil Ibn Ahmad (w. 786 M) menyusun kamus bahasa Arab (Kitab Al’Ayn). Sibawaih (w. 793 M) menyusun buku teks sistematis ihwal tata bahasa Arab yang diketahui dengan al-Kitab.
Ø  Hadis dan Ulumul Hadis yang dipelopori oleh Syihabuddin az-Zuhri, dan dikembangkan oleh Bukhari dan mitra-mitra. Hasilnya ialah Kutub as-sittah yaitu: Kitab Sahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah.
Ø  Sejarah Nabi seperti Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (w. 767 M) dan Ibnu Hisyam (w. 834 M). Ubaid Ibn Syaryah menulis kitab sejarah dengan judul Kitab al-Muluk wa Akhbar al-Madin pada masa daulah Umayyah.
Ø  Fiqh dan Usul Fiqh yang dipelopori oleh para imam mazhab mirip Abu Hanifah, Malik Ibn Anas, Muhammad Idris Ibn Syafi’i, dan Ahmad Ibn Hanbal. Kitab mereka yang populer antara lain: Fiqh al-Akbar, al-Muwatta’, Al-Umm, dan Musnad Ahmad Ibn Hanbal.
 2.      Ilmu Yang Berbasis Rasionalitas dan Realitas Empirik
Ø  Ilmu ini berkembang akibat adanya kontak dengan Yunani, Persia, dan India. Hal ini terjadi pada kala Daulah Abbasiyah dengan adanya penerjemahan karya-karya dari luar ke dalam bahasa Arab.
Ø  Ilmu Astronomi dengan tokoh  Ibrahim Al-Fazari (w. 796 M)  ialah hasil kontak dengan India.
Ø  Ilmu Astrologi dengan tokoh Abu Ma’syar (w.  886 M).
Ø  Matematika dengan tokoh Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi (w. 850 M).
Ø  Kimia dengan tokoh Jabir Ibn Hayyan (w. 776 M).
Ø  Kaligrafi, sebagai akhir sentuhan dengan budaya Persia.
Ø  Zoologi, dengan tokohnya Abu Usman ‘Amr Ibn Bahr al-Jahiz (w. 868 M).
Ø  Filsafat, dengan tokoh  Al-Kindi (w. 873 M), al-Farabi (w. 950 M), dan Ibnu Sina (w. 1037). Ibnu Sina juga terkenal sebagai dokter. Dia menulis kitab at-Tibb, yang menjadi rujukan bagi ilmu kedokteran di dunia Barat.
Ø  Sosiologi dengan tokoh Abdurrahman Ibn Khaldun (1332-1406 M) dengan bukunya Mukaddimah.
Pusat Pusat Kajian Keilmuan.
Ø  Pada awalnya dilaksanakan di masjid dan diajarkan oleh para Qurra’ (mahir al-Qur’an).
Ø  SD disebut dengan Kuttab, yang menyatu dengan masjid. Materi pelajarannya ialah ilmu al-Qur’an.
Ø  Al-Ma’mun mendirikan Observatorium untuk kepentingan ilmu astronomi.
Ø  Bait al-Hikmah (didirkan tahun 1830 M oleh Al-Ma’mun), perpustakaan sekaligus sentra kajian ilmu wawasan.
Ø  Akademi Nizhamiyah didirikan oleh Nizamul Muluk (dari Dinasti Saljuk) pada tahun 1065 M. Kajiannya problem Teologi.
Ø  Universitas Granada didirikan oleh Yusuf Abu al-Hajjaj (1333-1354) dari dinasti Nashriyyah. Kurikulumnya meliputi: teologi, hukum, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi.
Ø  Universitas al-Azhar, didirkan oleh khalifah Al-Aziz (975-996 ) dari dinasti Fatimiyah.
Perkembangan Studi Islam di Dunia Barat
Kontak Islam dengan Barat
·     Pada kurun Dinasti Abbasiyah, terutama kurun pemerintahan Al-Ma’mun (813-833) terjadi gerakan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab. Gerakan ini menjadikan adanya adaptasi dan adopsi ilmu pengetahuan dari Barat ke dunia Islam. Kebudayaan Islam menjadi mediator antara kebudayaan Yunani Kuno dengan peradaban ilmu pengetahuan modern.
·     Dinasti Umayyah di Timur (756-1031) yang berpusat di Cordova (Spanyol), juga menjadi media transformasi ilmu dari Islam ke Eropa. Banyak orang Eropa yang mencar ilmu ilmu pengetahuan di Cordova.
·     Peristiwa perang Salib (1096-1192) antara umat Islam dengan Kristen yang berlangsung selama 200 tahun, mengakibatkan pihak Barat mempelajari ulang khazanah intelektual Islam lewat karya-karya ilmuwan muslim.
·     Abad 16 sampai pertengahan era 19 ialah fase kolonialisme Barat terhadap dunia Islam. Pada fase ini Barat mengkaji aneka macam perkembangan yang pernah di raih umat Islam selama kurang lebih 7 kala.
·     Tahun 1789 Napoleon Bonaparte menguasai Mesir dan menjinjing antropolog untuk mempelajari bahasa Arab, Al-Qur’an dan Hadis. Peristiwa ini merupakan transformasi pengetahuan dari Islam ke Barat.
·     Kesultanan Turki yang lalu menjelma Republik Turki juga mengadakan kontak dengan Negara-negara Eropa dan menciptakan gerakan pembaharuan.
Studi Islam di Barat
·     Kajian Barat kepada Islam memunculkan orientalisme, ialah kajian tentang ketimuran. Kajian awal orientalisme yang diselenggarakan di perguruan tinggi tinggi di Barat menatap umat Islam selaku bangsa primitive.
·     Kajiannya difokuskan pada Al-Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad secara ilmiah, yang akhirnya menyudutkan ajaran dan umat Islam.
·     Pendekatan yang digunakan para orientalis bersifat lahiriyah (eksternalitas). Agama Islam cuma dipandang dari segi luarnya saja berdasarkan sudut pandang Barat.
·     Pada era berikutnya muncul karya-karya yang mengoreksi dan merekonstruksi kajian orientalis usang, karena adanya anomaly (ketidaktepatan) dalam studi Islam. Tokohnya antara lain Louis Massignon, W. Montgomery Watt, dan Wilfred Cantwell Smith.
·     Islamic Studies menjadi salah satu kajian yang dibuka di universitas Barat dengan sarana penunjang yang lengkap. Pendekatan yang dipakai a.l: filologi, antropologi, sejarah, sosiologi, psikologi, dsb.
Studi Islam Di Indonesia
 Masa Klasik (Abad 7 – 15 M)
·        Melalui kontak informal, saluran jual beli, perkawinan, dan tasawuf.
·        Para pedagang (dari Arab, Persia, dan India), berperan selaku mubaligh.
·        Materi pengajaran: kalimat syahadat, rukun dogma, dan rukun Islam.
·        Abad 13 muncul pendidikan di tabrak dan pesantren.
1.      Pendidikan tabrak meliputi: abjad hijaiyah, membaca Al-Qur’an, fiqh (bersuci dan shalat), tauhid, dan adat (lewat cerita para Nabi dan orang saleh). Sistem pengajaran: sorogan. Jenjang pendidikan: 1). Tingkat rendah (mempelajari aksara hijaiyah), 2). Tingkat atas (mempelajari Al-Qur’an, qasidah, barzanji, tajwid, kitab fasalatan)
2.      Pendidikan pesantren kurikulumnya mencakup: pokok-pokok agama dan segala cabangnya (bahasa Arab, syari’at (fiqh), Al-Qur’an, hadis, ilmu kalam, dan tauhid). Sistem pengajaran non klasikal, dengan metode: wetonan (kolektif), dan sorogan (privat).
Masa Pra Kemerdekaan (Abad 16 – 19 M)
·     Tahun 1909 timbul pendidikan madrasah yang diresmikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Padang.
·     Tahun 1910, Syekh Thaib Umar mendirikan Madrasah School di Batu Sangkar, tahun 1923 diganti dengan Diniyah School dan tahun 1931 diganti menjadi al-Jami’ah al-Islamiyah.
·     Tahun 1915, Zainuddin Labai al-Yunusi mendirikan Madrasah Diniyah di Padang Panjang.
·     Muhammadiyah (bangun tahun 1912) mendirikan HIS, Sekolah Guru, Sekolah Dasar 5 tahun, dan madrasah.
·     Al-Irsyad mendirikan (bangun di Jakarta tahun 1913): Madrasah Awaliyah (3 th), Ibtidaiyah (4 th), Tajhiziyah (2 th), Mu’allimin (4 th), dan Takhassus (2 th).
·     Al-Jami’ah al-Wasliyah (bangkit tahun 1930 di Medan) mendirikan: Madrasah Tajhiziyah (2 th), Ibtidaiyah (4 th), Tsanawiyah (2 th), Qismul Ali (3 th), dan Takhassus (2 th).
·     Nahdlatul Ulama (diresmikan tahun 1926) mendirikan: Madrasah Awaliyah (2 th), Ibtidaiyah (3 th), Tsanawiyah (3 th), Mu’allimin Wustha (2 th), Mu’allimin Ulya (2 th).
Pasca Kemerdekaan.
·        Tahun 1952 studi Islam pada tingkat dasar sampai menengah diseragamkan lewat jenjang: MI (6 th), MTs (3 th), dan MA (3 th).
·        Pada tahun 1951 didirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang lalu menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) tahun 1960.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Arah dan tujuan studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Untuk mempelajari secara mendalam perihal apa bahu-membahu (hakikat)agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta keterkaitannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya insan; 2) Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi aliran agama Islam yang orisinil, dan bagaimana penjabaran serta operasionalisasinya dalam kemajuan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya; 3) Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar aliran agama islam yang tetap kekal dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya; 4) Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nili-nilai dasar aliran agama Islam, dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban insan pada zaman modern ini
Sedangkan ruang lingkup studi islam meliputi: 1) Sebagai akidah dari tuhan yang bahu-membahu bagi para pemeluknya telah akhir dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. Sebagai tanda-tanda budaya, yang bermakna seluruh yang menjadi kreasi insan dalam kaitannya dengan agama, tergolong pemahaman orang terhadap kepercayaan agamanya.3) Sebagai interaksi sosial, adalah realitas umat islam.
Studi islam memiliki kedudukan yang lebih tinggi disbanding dengan mata kulaih lain, sebab dalam studi islam, mahasiswa dapat berguru secara mendalam perihal dasar beragama dan dapat menimbulkan pegangan dalam hidupnya.
Islam normatif merupakan Islam pada dimensi sakral, Islam ideal atau yang sebaiknya, Islam sebagai realitas transendental, yang bersifat mutlak dan universal, melebihi ruang dan waktu atau sering disebut sebagai realitas ke-Tuhan-an. Sedangkan islam historis merupakan islam yang tidak mampu dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan insan yang berada dalam ruang dan waktu, Islam yang senyatanya, yang terangkai oleh konteks kehidupan pemeluknya, dan berada di bawah realitas ke-Tuhan-an.
Hubungan diantara keduanya dapat berupa dialektis maupun ketegangan. Perlu kiranya dikaji dan ditelaah ulang secara kritis-analitis-akademis dan sekaligus dialektis sesuai denga kaidah keilmuan historis-empiris pada umumnya. Dengan demikian relasi antara kedunaya terasa hidup, segar, terbuka, open ended dan dinamis.
B.       Saran
Kami percaya bahwa goresan pena kami ini, masih jauh dari sempurna, untuk itu anjuran dan kritik dari pembaca, penulis harapkan sekali demi penyempurnaan tulisan/tugas makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Ali, Mukti. Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam. Cet. II; Bandung: Mizan, 1993
M. Nurhakim, Metode Studi Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004)
Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana, 2005)
Muqowim dkk. Pengantar Studi Islam,  Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.
Yusuf, Mundzirin dkk. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.
[1] Muhaimin, et.al. Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2005) hal.2
[2] M. Nurhakim, Metode Studi Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004), hal.13
[3] Yusuf, Mundzirin dkk. Islam dan Budaya Lokal. (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005).
[4] M. Nurhakim, Metode Studi Islam.., hal. 3-4.
[5] Muhaimin, et.al. Kawasan..,  hal.. 13
[6] Ali, Mukti, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam. Cet. II; (Bandung: Mizan, 1993), hal. 15
[7] Abdullah, Amin, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  1996), hal. 5
[8] Ibid hal. 5
[9] Muqowim dkk.. Pengantar Studi Islam. (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005)
[10] Abdullah, Amin. Ibid opcit. hlm 14