Memahami kehidupan budaya akan lekat dengan dinamika budaya yang menempel pada budaya setempat, yang sampai ketika ini berada kondisi kelas sosial, status sosial, perebutan mata pencaharian, dan kekuasaan. Berbagai kehidupan dan drama mempunyai peran kepada aktivitas manusia yang dihadapkan sesuai dengan penduduk perkotaan.
Ketika hal ini, berada problem kelas sosial, kepentingan ekonomi politik tampak terjadi pada masyarakat kota Pontianak dan Jakarta. Hal ini berefek pada pandangan sosiologis, psikologis, dan kehidupan sosial budaya, dan agama yang mendesak kehidupan mereka sehari – hari.
Kebutuhan dasar dari aspek kehidupan budaya dan agama, menggambarkan adanya pemaksaan kepada banyak sekali pembangunan yang dibuat pada kala sebelumnya, hal ini terletak pada kesehatan sosial, dan mentak penduduk kota Pontianak.
Berbagai hal terkait manusia, yang hidup sesuai dengan faktor kehidupan budaya penduduk Desa, yang masih mempunyai latar belakang tradisional, memang berada pada kondisi ekonomi sosial yang berlandaskan ekonomi politik di aneka macam wilayah.
Jelasnya, hal ini mempunyai persepsi kepada aspek kehidupan budaya sosial, penduduk Jawa yang enggan diketahui dengan moralitas, budaya, dan tata cara kehidupan sosial mereka yang lekat pada aspek kepengan ekonomi yang menjelaskan dalam hal ini.
Ketika hal ini dimengerti bahwa, aneka macam suku baik itu Tionghoa Pontianak, ketika berekonomi dapat menerangkan bagaimana kehidupan sosial dan budaya dan kebijakan yang di buat sesuai standar kota Pontianak, sudah menjadi pembelajaran kepada kepentingan ekonomi perkotaan.
Kelas sosial menjadi salah satu persepsi terhadap faktor kehidupan yang kehilangan moralitas, dan budaya serta agama Sihombing 2008 -11, Pontianak selama ini. Berbagai faktor dan kesadaran terhadap tugas dan etniksitas para etnik, yang menyimpang terhadap aneka macam kemajuaan ilmu pengetahuan mereka, dan ekonomi seksualitas sebagai penunjang kehidupan mereka Desa dan kota Pontianak yang terus berlanjut menurut asimilasi budaya.