MENJADI PRIBADI YANG PANDAI BERSYUKUR
Menjadi eksklusif yang bersyukur adalah suatu kemistian bagi setiap muslim. Karena syukur yakni kunci kedekatan kita pada Allah. Sebab adanya syukur menjadikan kita sadar bahwa Allah SWT sudah begitu banyak menawarkan kenikmatan kepada kita. Kenikmatan yang tidak akan pernah mampu kita hitung. Allah berfirman yang artinya :
“Dan hendaklah bertakbir atas anugerah yang sudah Allah berikan. Semoga kalian menjadi hamba-Nya yang bersyukur.” (QS al-Baqarah [2]: 185). Ayat ini ialah satu rangkaian dengan perintah puasa (QS [2]: 183)
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada ALLAH SWT berisikan empat unsur:
1. Syukur dengan Hati Syukur dengan hati dilaksanakan dengan menyadari sepenuhnya bahwa lezat yang kita peroleh, baik besar, kecil, banyak maupun sedikit semata-mata alasannya anugerah dan kemurahan ALLAH.
ALLAH SWT berfirman:
“Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari ALLAH”.
(QS. An-Nahl: 53)
Syukur dengan hati dapat mengirim seseorang untuk mendapatkan anugerah dengan sarat kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya kemurahan da kasih sayang ALLAH sehingga terucap kalimat tsana’ (pujian) terhadap-NYA.
2. Syukur dengan Lisan Ketika hati seseorang sungguh yakin bahwa segala lezat yang beliau dapatkan bersumber dari ALLAH, impulsif dia akan mengucapkan “Alhamdulillah” (segala puji bagi ALLAH).
Karenanya, apabila ia mendapatkan nikmat dari seseorang, lisannya tetap memuji ALLAH. Sebab ia percaya dan sadar bahwa orang tersebut hanyalah mediator yang ALLAH inginkan untuk “memberikan” lezat itu kepadanya.
Al pada kalimat Alhamdulillah berfungsi sebagi istighraq, yang mengandung arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima kebanggaan yakni ALLAH SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara terhadap-NYA. Oleh alasannya itu, kita mesti mengembalikan segala kebanggaan kepada ALLAH. Pada dikala kita memuji seseorang sebab kebaikannya, hakikat kebanggaan tersebut mesti ditujukan terhadap ALLAH SWT. Sebab, ALLAH yakni Pemilik Segala Kebaikan.
3. Syukur dengan Perbuatan Syukur dengan tindakan mengandung. arti bahwa segala lezat dan kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di jalan yang diridhoi-NYA.
Misalnya:
untuk beribadah kepada ALLAH, menolong orang lain dari kesulitan, dan tindakan baik yang lain. Nikmat ALLAH mesti kita pergunakan secara proporsional dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan. Rasulullah saw menerangkan bahwa ALLAH sangat bahagia melihat nikmat yang diberikan terhadap hamba-NYA itu dipergunakan dengan sebaik mungkin.
Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya ALLAH bahagia melihat atsar (bekas/wujud) lezat-NYA pada hamba-NYA.
(HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr)
Maksud dari hadits di atas ialah bahwa ALLAH menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala lezat yang dianugerahkan kepadanya. Misalnya, orang yang kaya hendaknya menampakkan hartanya untuk zakat, sedekah dan sejenisnya. Orang yang berilmu menampakkan ilmunya dengan mengajarkannya kepada sesama insan, memberi pesan tersirat dsb. Maksud menampakkan di sini bukanlah pamer, tetapi sebagai wujud syukur yang didasaari alasannya adalah-NYA.
ALLAH SWT berfirman:
” Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)”.
(QS. Adh-Dhuha: 11)
4. Menjaga Nikmat dari Kerusakan Ketika lezat dan karunia didapatkan, cobalah untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, usahakan untuk mempertahankan lezat itu dari kerusakan.
Misalnya:
saat kita dianugerahi lezat kesehatan, kewajiban kita yakni menjaga badan untuk tetap sehat dan bugar biar terhindar dari sakit. Demikian pula dengan halnya dengan nikmat iman dan Islam. Kita wajib menjaganya dari “kepunahan” yang disebabkan pengingkaran, pemurtadan dan lemahnya iktikad.
Untuk itu, kita mesti selalu memupuk dogma dan Islam kita dengan sholat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis-majelis taklim, berdzikir dan berdoa. Kita pun mesti membentengi diri dari perbuatan yang menghancurkan doktrin seperti munafik, ingkar dan kemungkaran.
Intinya setiap lezat yang ALLAH berikan mesti dijaga dengan sebaik mungkin. ALLAH SWT menjanjikan akan menambah lezat jikalau kita akil bersyukur, mirip pada firmannya berikut ini,
La’insyakartum la’aziidannakum wa la’inkafartum ‘inna ‘adzaabii lasyadiid
(Sesungguhnya bila kau bersyukur, pasti Kami akan memperbesar (nikmat) kepadamu, dan bila kamu mengingkari (lezat-KU), sungguh adzab-KU sangat pedih.
(QS. Ibrahim: 7)
Berikut ini yaitu salah satu doa ihwal syukur. Yakni doa Nabi Sulaiman AS. yang didokumentasikan dalam al-Qur’an Surat an-Naml ayat 19. Berikut ini adalah doanya:
Doa Nabi Sulaiman a.s.
(Agar tetap bakir bersyukur kepada Allah SWT, Pandai berinfak shlaih, serta termasuk kelompok hamba Allah yang shalih)
بسم الله الرحمن الرحيم
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Rabbi auzi’ nii an asykuro ni’matakal latii an’amta ‘alayya wa ‘ala waalidayya wa an a’mala shoolihan tardloohu wa adkhilnii birohmatika fii ‘ibaadikash sholihiin
Artinya:
“Ya Tuhanku, berilah aku pandangan baru untuk tetap mensyukuri lezat-Mu yang sudah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku, dan untuk melakukan amal shlaih yang Engkau ridloi; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu kedalam kalangan hamba-hamba-Mu yang shalih”.
(QS. An-Naml: 19)
Semoga kita sentiasa dijadikan oleh Allah SWT sebagai bab dari hamba-hambanya yang bersyukur dan beramal shalih. Amiin Ya Allah Ya Robbal ‘alamiiin.
Wallahu’alam..
Sumber :
Diakses pada : Senin, 10 April 2017