“Menikah dengan Akhwat yang Lebih Tua 17 Tahun? Antum kan Baru 19 Tahun?”

Selalu ada kisah mengejutkan dr seseorang yg telah menikah. Kali ini dongeng konkret yg menakjubkan dr kisah akad nikah sobat sekelas.

Sebut saja namanya Hadi, sahabat sekelas di mustawa awwal sampai sekarang di LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam & Arab Jakarta Cabang Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud Saudi Arabiya), kami bertemudlm dekapan ukhuwah. Sosok ikhwan yg tak hanya pintar, tetapi pula tekun, disiplin waktu, serta sudah hafidz. Masya Allah ikhwan bangetlah pokoknya.

Pada sebuah siang, kuberanikan diri untuk mengobrol dgn dirinya karena kebetulan dosen sedang berhalangan. Awalnya ia aib-aib kucing menceritakan kisahnya, karena tak menyerah memancingnya karenanya ia menceritakan proses pernikahannya.

“Maaf banget sebelumnya nih, Akh. Ngomong-ngomong, antum menikah sama orang mana nih, Akh?” ujarku dgn nada yg sungguh halus.

“Sama orang Padang, Akh,” Jawabnya.

“Kuliah di LIPIA pula ya, Akh?” selidikku sambil senyum.

“Bukan, ia ustadzah di pondokku. ia guru Biologi, “ungkapnya.

“Emang ngomong-ngomong umurnya berapa, Akh?” kutanya penuh penasaran, dgn senyuman.

“Antum ngga bakal nyangka, Akh. ia lebih tua dr pada ana. Tebak, kira-kira ia berapa umurnya?”

“Paling beda 2  tahun atau 3 tahun, Akh,” ungkapku dgn sungguh yakin.

“Nggak akh. Ana dgn istri bedanya 17 tahun,” tutur sang sahabat itu. Umur temanku itu masih 19 tahun.

Terkejut, maka gue bertanya lagi. “Yang bener, Akh? Antum serius, Akh? Bedanya 17 tahun? Kenapa mau, Akh? Kan masih bnyak wanita yg jauh lebih muda & lebih baik, Akh? Ana masih belum percaya, Akh. Serius lah!”.

“Ya, Akh. Itulah jodoh, ia itu ustadzah yg sungguh dikenal di pondokku. ia murabbiyah, musyrifah pula anak murid-muridnya yg diajar. ia sangat hebat, Akh.  Pasti pertanyaan antum, kenapa nggak milih murid-muridnya aja, Akh?  Karena gini, Akh, murid yg diajar ustadzah ini nyaris seluruhnya jago. Kalau ana bandingkan, mana yg lebih baik, muridnya atau ustadzahnya, kala itu ana lebih cocok dgn ustadzahnya, muridnya aja seperti itu, apalagi ustadzahnya walaupun umurnya lebih renta, “ terangnya.

  Ganti yang Lebih Baik

Oh, Ya Allah…inikah yg namanya cinta?

Aku pun mengajukan pertanyaan namun tak hingga mirip wartawan berita yg ngulik ke akar-akarnya.

“Emangnya sebelum antum, belum ada yg ngelamar ia apa, Akh?” Aku membatin, akhwat umur sudah dewasa kenapa belum menikah juga.

“Sudah ada, Akh.  Tapi sebab istri ana mempunyai kekurangan, hingga risikonya, banyak yg ngga jadi untuk menikahinya.“

“Emang orang bau tanah setuju apa, Akh?”

“Pertamanya sih nggak, tetapi setelah dipikir-pikir & dipertimbangkan lagi, kesannya ortu ana menyutujuinya juga, Akh. Tapi ortu berpesan sbelum menikah, ‘bila ada orang yg berdebat atau menyalahimu duduk perkara ijab kabul, ananda harus bersabar dgn itu semua, alasannya adalah itu ujian’. “ ucapnya.

Pada hari kamis ibunya menyutujui pernikahannya dgn ustadzah tersebut & pernikahannya pun eksklusif dijalankan pada hari Jum’at.

“Tapi alhamdulillah, tatkala ana menikah dgn ustadzah ini, berbagai barokahnya, Akh.  Tidak mampu dipikir dgn logika kita memang.  Pertama, kami rencananya untuk walimahan besarnya bukan kini, tapi soifiyyah (libur animo panas), makanya kami hanya menyiapkan makanannya cuma sedikit. Dan lagi pula kan acaranya sungguh mendadak, namun qodarullah, ternyata yg hadir sangatlah banyak, tak habis pikir, termasuk yg jauh-jauh pun banyak yg menyempatkan untuk hadir, karena ustadzah ini memang kesayangan murid-muridnya, & sangat terkenal di pondoknya, makannya aneka macam yg datang. Entah dr ustadzah-ustadzah maupun murid-muridnya, yg jelas jumlahnya sangatlah banyak. Kami sudah sempat ketakutan, alasannya adalah terang makanannya tak akan cukup, tapi tak mungkin pula kan, kami menolaknya atau mengusirnya, tapi alhamdulillahnya, makanannya malah sisa, bukan lagi nggak cukup.Tapi malah sisa, sisanya kita kasih tetangga-tetangga, Akh. Alhamdulillah makanannya pula nggak ada yg terserak-serak.

  Dokter yang Ingat Kematian Karena Surat Wasiat Pasiennya (2)

Terus bukan hanya itu, Akh. Biasa kan bila buku ijab kabul itu, gres mampu jadi 1 ahad lazimnya , tapi ngga tahu kenapa, alhamdulillah 1 hari sudah bisa jadi, hingga hasilnya bisa ke Jakarta menjinjing buku akad nikah itu. Ya karena memang hari Senin kampus LIPIA sudah masuk kembali. Praktis-mudahan ini salah satu bentuk Allah meridhoi ijab kabul kami,” tutur mitra yg berkacamata itu.

Aku langsung tersentak, hati ini menangis mendengar penuturannya.

Kawan, mudah-mudahan antum bersama istri tercinta mampu menjadi keluarga yg sakinah, mawaddah wa rohmah, & menjadi sepasang kekasih yg mengarungi bahtera kehidupan bareng al-Quràn & As-Sunnah.

Allohumma yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘alaa diinika wa a’laa too’atik.

*Seperti diceritakan seorang mitra bernama Azzam