Menggugat Entitas Bahasa Arab
Bagi sebagian orang yang sentimen dengan semua yang berbau ‘Arab’, keberadaan Al-Quran yang berbahasa Arab, menjadi duduk perkara besar baginya. Bahkan bahasa Arab, dijadikan celah untuk menggugat keotentikan Al-Quran.
Terutama kelompok liberal yang selalu menjadi persoalan di penduduk . Mereka melaksanakan upaya yang diketahui dengan desakralisasi Al-Alquran. Propaganda untuk meragukan kesucian Al-Quran.
Salah satunya, sebuah tesis yang diterbitkan UIN suka 2004, yang berjudul Menggugat Otentisitas (keotentikan) Wahyu Tuhan. Penulis dengan terperinci-terangan menolak kesucian Al-Quran.
Di tahun 2011, penulis mempublikasikan buku dengan judul, Arah Baru Studi Ulum Al-Quran: Memburu Pesan Tuhan di Balik Fenomena Budaya. Di buku inilah, penulis dengan jelas-terangan menegaskan bahwa Al-Alquran yang ada di tangan kaum muslimin, telah tidak lagi sahih. Alasan utamanya, karena Al-Quran berbahasa arab.
Kita mampu simak kutipan pernyataannya, “Wahyu sebagai pesan otentiks Tuhan masih memuat keseluruhan pesan Tuhan. Al-Qur’an sebagai wujud aktual pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab oral menampung kira-kira sekitar 50 persen pesan Tuhan. Dan Mushaf Usmani selaku wujud positif pesan Tuhan dalam bentuk bahasa Arab tulis cuma menampung kira-kira tiga puluh persen pesan Tuhan. Jika selama menjadi wahyu masih memuat keseluruhan pesan Tuhan, tidak demikian halnya ketika telah menjadi Al-Alquran dan Mushaf Usmani. (hlm.vii).
Dia juga menulisakan, ”Ketika pesan Tuhan diwadahkan ke dalam bahasa Arab itu, maka Muhammad sebagai agen tunggal Tuhan yang juga sebagai penduduk Arab, menentukan lafaz dan makna tertentu yang mampu memuat dua pesan, ialah pesan Tuhan dan pesan penduduk Arab selaku pemilik bahasa Arab.” (hlm. viii)
Dengan membaca sekali, siapapun akan menganggap bahwa sejatinya orang ini sudah menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta. Karena ada 50% pesan wahyu yang hilang, saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan al-Alquran terhadap para sahabat.
Padahal Allah telah menegaskan di surat An-Najm,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى ( ) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Muhammad tidaklah mengatakan menurut hawa nafsunya. Semua itu adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.” (QS. an-Najm: 3 – 4)
Mereka juga menuduh teman Utsman, yang menyatukan Al-Alquran dengan bahasa Quraisy. Hingga mereka menilai bahwa Al-Alquran yakni alat untuk merealisasikan hegemoni Quraisy bagi dunia. Dalam salah satu jurnal yang diterbitkan IAIN semarang th. 2003, di pengantar redaksinya ditegaskan: ”Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
Sebenarnya tidak jauh bila kita menyebut mereka sudah mendustakan firman Allah, yang menyatakan bahwa Allah mempertahankan Al-Alquran yang Dia turunkan,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Akulah yang menurunkan al-Qur’an dan Aku sendiri yang akan menjaganya.” (QS. al-Hijr: 9).
Dan bagi kita tidak Aneh, ketika ajaran nyeleneh seperti ini timbul di universitas yang merupakan kantong liberal.
Barangkali akan sangat memeras tenaga bila kita mesti mencurahkan banyak fikiran untuk membantahnya. Siapapun anda, mampu membantahnya dengan logika yang sangat sederhana.
Kita semua mengakui, saat Al-Alquran diturunkan, pasti ada banyak bahasa yang digunakan insan. Ada bahasa Arab, ada bahasa Persi, bahasa Romawi, di potongan timur ada bahasa cina, dst.
Satu pertanyaan, dengan bahasa yang mana, yang sebaiknya dipakai Al-Alquran, semoga kitab ini sesuai dengan selera penggemar liberal yang anti bahasa Arab?
Berdasarkan prinsip di atas, apapun bahasa yang digunakan Al-Quran, tidak akan lepas dari kritikan para liberal itu. Karena pada dasarnya, inti dari kritikan itu bukan di bahasanya, namun karena ini kebenaran. Dan mereka dihadirkan, untuk memerangi kebenaran.
Sumber :
https://konsultasisyariah.com/24981-mengapa-alquran-berbahasa-arab.html
Wallahu’alam..